Bab 2

1171 Kata
Seminggu telah berlalu, Amanda masih menjadi pengangguran di rumahnya, dia tidak tau mencari pekerjaan apa, tangannya masih sibuk mengetik naskah, namun belum jelas naskah ini akan dikemanakan, dia benar-benar bingung dan tak tau harus bagaimana. Amanda sangat pusing menjalani hidupnya sekarang, kemampuannya hanya menulis, dia tidak memiliki keterampilan lain selain menulis. Dia hanya memahami bagaimana membuat novel yang baik, namun naskah yang dia buat belum ada jawaban dari penerbit. Amanda merasa bosan hanya duduk di rumahnya, dia memilih untuk pergi mencari pekerjaan lain di luar. Dia melihat ada restoran yang ramai dan kelihatannya para pelayan sibuk melayani setiap pelanggan. Amanda berharap semoga kali ini dia bisa mendapatkan pekerjaan, jika hanya mengandalkan uang deposito, dia tidak yakin akan bisa bertahan hidup begitu lama. “Silahkan mbak, ini menunya,” ucap kasir kepada Amanda. Gadis manis itu menggeleng, dia menatap kasir lelaki itu dengan lembut. “Enggak mas, saya mau ... cari lowongan kerja di sini ada?” tanya Amanda. “Waduh maaf mbak, sama sekali gak ada, kita udah penuh karyawan di sini,” ucap lelaki itu. Amanda sedikit kecewa mendengarnya, garis matanya menurun, dia lalu tersenyum dan berbalik, kembali mencari lowongan kerja. Di internet pun tidak ada postingan lowongan kerja yang sesuai dengan kualifikasinya. Amanda sedikit frustasi, dia tidak tau harus kemana. Kakinya melangkah melewati jalan raya dan berhenti di sebuah optik, di sana tertera jelas ada lowongan kerja, sayangnya harus lulusan sarjana, dia menghela nafasnya, andai saja dia kuliah tiga tahun lalu, dia pasti mudah mendapatkan pekerjaan, batinnya. Meski tak sesuai dengan tulisan di balik kaca itu, Amanda mencoba untuk masuk ke dalam, dia ingin sekali bisa diterima di sini menjadi apapun pekerjaannya asalkan halal. “Halo selamat siang, ada yang bisa saya bantu kak?” sapa pramuniaga itu dengan ramah. Amanda tersenyum canggung dia lalu mendekat. “Maaf mbak, apa ada lowongan kerja di sini?” tanya Amanda. “Iya ada kak untuk posisi kasir, bisa lihat cv nya?” tanya pelayan itu. Amanda lalu memberikan amplop coklat dan memberikan kepada pelayan itu lalu dia ke belakang memberikan amplop coklat itu kepada bagian HRD. Baru saja membaca sekilas, HRD langsung membuang CV Amanda. “Bilang ke mbak itu langsung, dia gak sesuai kualifikasi, udah jelas yang dicari sarjana, kenapa dia masih ngelamar?” Pelayan itu mengangguk, dia sebenarnya iba dengan Amanda, terlihat dari raut wajah Amanda yang lelah dan terlihat sangat membutuhkan pekerjaan. “Mbak, maaf sebelumnya, tapi kita mencari lulusan sarjana Akuntansi mbak,” ucap pelayan itu dengan selembut mungkin, dia tidak ingin menyakiti Amanda. “Oh gitu ya, oke deh terima kasih kalau begitu, saya permisi dulu,” ucap Amanda. Dia menunduk lemas lalu keluar dari toko itu. Tidak menyerah dengan dua kali penolakan, kini Amanda berjalan terus melangkah, mencari-cari toko yang barangkali membutuhkan tenanga. Hingga dia terhenti ketika melihat ada lowongan di toko minimarket kecil. Amanda sangat berbinar, dia langsung masuk dan melamar kerja, sayangnya pemilik toko itu lebih mengutamakan teman anaknya yang melamar setelah Amanda. Sungguh Amanda ingin marah, tapi apa boleh buat? Dia tidak memiliki wewenang apapun. Lelah sudah berjalan berpuluh-puluh kilometer, sampai akhirnya di terhenti pada satu dealer motor, dia memperhatikan deretan motor di sini, andai saja dia memiliki motor, kakinya tidak akan pegal seperti ini. Amanda merasa tak sanggup untuk kembali pulang dengan kakinya, kalau dia membeli motor, uangnya akan berkurang. Dia akhirnya memesan ojek online, namun Lela menghubunginya terlebih dahulu, dia ingin mendatangi rumah Amanda. “Man, aku otw ke rumah kamu nih,” ucap Lela. Dia ingin berkunjung ke rumah Amanda karena ingin meminjam novel milik Amanda. “Boleh, dimana sekarang? Jemput aku sekalian bisa enggak?” Amanda sangat berharap dia bisa menghemat uang untuk tidak memesan ojek online. Beruntungnya harapan Amanda kali ini terkabul, Lela mau menjemputnya dan mengantar dia pulang. Sesampai di rumah Amanda, Lela langsung merebahkan dirinya pada ranjang Amanda. “Man, pinjem novel baru dong,” ucap Lela. “Ambil aja.” “Next mau nulis tentang apa?” tanya Lela. “Gatau, kontrak penulis aku kan udah selesai, mereka gamau perpanjang, cari author fantasy dan horor, capek abis cari kerja sana-sini tapi gak nemu, nyesel kenapa ya dulu aku gak kuliah aja. Kan bisa kuliah sambil jadi penulis,” ucap Amanda. Dia menunduk lemas, waktu tidak bisa diputar, dulu semenjak orang tuanya meninggal, dia tidak memiliki harapan hidup, dia hanya melanjutkan sampai SMK. “Hah? Jadi resmi pengangguran?” tanya Lela bangkit dari tidurnya, dia sangat kasihan kepada Amanda, kehilangan rumah dan pekerjaannya. “Iya, mau gimana lagi, hidup susah banget sih Lel,” keluh Amanda. Dia menjulurkan kakinya, melemaskan rasa tegang, dia sangat lelah saat ini. “Di tempat kerja aku ada lowongan sih, kamu mau? Tapi ya cuma jadi office girl kaya aku gini, kerjaannya bersih-bersih, kebetulan office girl yang lantai delapan itu resign, karena bos baru galak, kalau kamu betah sama omelannya sih gapapa,” ucap Lela. Amanda tidak memikirkan hal itu sekarang, tidak peduli omelan, caci makian, dia akan menjalani pekerjaannya, yang dia butuhkan saat ini uang untuk bertahan hidup. Besoknya, ketika mentari baru saja menampakkan dirinya, Amanda langsung bersiap menuju kantor Lela, dia memberikan cvnya ke bagian HRD, dan langsung diterima hari itu juga, Amanda sangat senang bisa diterima kerja di sini dengan upah kerja minimum di sini, dia bernafas lega, dengan cara apapun dia akan bertahan di sini. “Kamu langsung pakai seragam ini dan bawa peralatan kebersihan ke lantai paling atas ya, bersihkan ruang CEO, dan buatkan kopi sama siapkan camilan, camilannya ambil dari pantry ya.” Amanda mengangguk, dia lalu membawa alat kebersihan dan langsung naik lift, dia mengikat rambutnya, tersenyum senang, ini hari pertamanya, dia jalani penuh dengan semangat. Keadaan lantai atas masih sepi, rupanya CEO dan sekretaris belum datang. Amanda tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini untuk membereskan dan mengepel lantai. Tak lama setelah dia mengepel, terdengar suara langkah kaki, Amanda segera menyelesaikan pekerjaannya. Dia mendongak ketika melihat sepatu hitam di hadapannya, dia membulatkan matanya. Sama halnya dengan lelaki itu, terkejut melihat Amanda. “Kamu? Kamu kenapa bisa di sini?” tanya Jonas langsung. Tatapannya mendelik, Amanda seperti hantu dalam hidupnya, muncul dimana mana. “Loh kamu sendiri ngapain di sini? Ini kantor aku,” ucap Amanda melipat tangan di depan dadanya. “Ini kantor MILIK saya.” Jonas sengaja menekankan kata ‘Milik’ pada Amanda. Seketika gadis itu terkejut bukan main. Amanda hanya mendengkus kesal, dia menghentakkan kakinya dan berbalik. “Tunggu.” Satu kata dari bibir Jonas membuat Amanda menghentikan langkahnya. Dia menatap Jonas dengan tatapan kesal Mulai lagi pasti dia bersikap bossy, batin Amanda. “Apa?” tanya Amanda dengan emosi. Entah kenapa melihat wajah Jonas rasanya dia ingin mencakar wajahnya. Kehilangan rumah, pekerjaan, kenangan orang tuanya, semua karena Jonas. “Kamu yang sopan sama saya, saya bos kamu,” ucap Jonas dengan tegas. “Bodo amat!” ucap Amanda ketus. Dia lalu membawa pelnya dan pergi dari Jonas. Jonas hendak mengejarnya namun Edward menepuk pundak Jonas. “Mungkin perempuan itu sedang PMS pak, mohon dimaklumi.” Jonas menghela nafasnya kasar, dia juga tidak mau membuang waktu hanya demi gadis seperti Amanda. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN