Malu punya suami tukang ojek

1192 Kata
Beberapa bulan pernikahan mereka telah berjalan. Div masih saja dengan sifat manjanya dan egois. Egas benar-benar harus memutar otak untuk mencari tambahan uang dari pekerjaan lainnya. Namun, Diva masih tetap tidak menghargainya. Ia masih tetap menuntut di luar batas kemampuan sang suami. Egas mulai mengatur keuangan dan memberi uang Diva seperlunya untuk keperluan dapur. Bahkan Egas yang berbelanja semua keperluan rumah. Egas berperan sebagai kepala keluarga sekaligus ibu rumah tangga. Ia yang mengatur semua keuangan. Ia pun menuntut Diva untuk belajar memasak dan berhemat, meskipun beberapa kali Diva masih kedapatan membeli makanan dan membeli barang-barang tidak penting lainnya. Saat uang Diva habis, Egas tidak akan memberikannya lagi. Hal itu sebagai pelajaran untuk Diva agar bisa lebih berhemat lagi. “Egas, nanti sore Rivana ngajak ketemu di kafe.” Diva menarik tangan Egas saat hendak bekerja. Wanita itu berharap sang suami mengizinkannya pergi. Diva merasa sangat bosan setiap hari di rumah. Melihat story wa teman-temannya membuat Diva masih ingin berkumpul bersama. Bahkan mereka terlihat sama sekali tidak punya beban. “Diva, apa aku harus mengatakannya lagi kalau kita harus berhemat. Makanan di kafe itu mahal. Aku enggak sanggup kalau harus kasih uang hanya untuk traktir teman-temanmu.” Egas seolah mengerti bagaimana kebiasaan Diva sebelumnya. Diva memang selalu membayar semua makanan teman-temannya saat belum menikah.  “Kali ini Rivana yang traktir. Aku hanya ikut saja,” bujuk Diva. Wanita itu memohon agar Egas mengizinkannya. “Aku bosan, Gas. Kamu kerja sampai malam. Aku sendirian di rumah. Aku juga butuh hiburan.” Diva menambahi.  Egas masih berpikir, Jika memang Rivana yang akan membayar semuanya, Egas akan mengizinkannya. Namun, Egas merasa ragu karena dirinya juga mengenal siapa Rivana. Dari SMA Rivana terkenal pelit dan perhitungan. Bahkan, gadis itu selalu meminta Diva untuk membayar semua makanannya. “Kamu yakin Rivana mau traktir kamu? Bukannya dia dari dulu pelit?” “Jangan gitu dong …! Rivana sekarang sukses. Dia baru saja menikah dengan Bos. Uangnya banyak. Rivana enak banget bisa senang-senang. Setiap hari bisa ke mall, bisa makan di kafe, bisa ke salon. Sedangkan aku?” Egas melepas tangan Diva saat sang istri menceritakan kehidupan temannya. Ia merasa tersinggung dengan ucapan Diva. Sang istri terdengar seperti menyindir. “Gimana, Gas? Boleh, ya? Sekali ini saja.” Egas melihat wajah Diva memelas. Ia juga merasa kasihan melihat perubahan besar pada Diva. Apa lagi gadis yang terbiasa hidup cukup itu harus terbiasa hidup sederhana. Ada rasa kasihan melihat sang istri. “Aku janji nggak akan lama-lama.” “Baiklah, nanti kamu berangkatnya gimana? Apa perlu diantar?” “Nggak usah. Nanti Rivana yang jemput.” Diva tersenyum manis. Ia merasa sangat senang karena Egas mengizinkannya pergi bersama Rivana. Wanita berperut buncit itu berencana memakai baju yang baru saja ia beli kemarin lewat online. Ia memang sengaja menyembunyikannya dari Egas karena harga bajunya yang sangat mahal. Diva tidak ingin Egas terlalu cerewet karena membeli baju dengan harga ratusan ribu. Diva pasti hanya akan mendengar Egas ceramah. Ia pun telah mengatur rencana agar jangan sampai Egas tahu. Ia juga ingin kelihatan modis di depan teman-temannya, jangan sampai mereka tahu jika hidupnya susah semenjak menikah. *** Egas berhenti di sebuah warung kecil pinggir jalan. Ia hanya memesan es teh dan makan satu bungkus nasi kucing untuk mengisi perut. Hingga akhir bulan, Egas belum juga bisa menjual satu unit apa pun. Jika sampai hal itu terjadi, ia hanya mendapat gaji pokok tanpa bonus. Ia bingung lagi bagaimana harus memutar uangnya selama satu bulan. Sedangkan perut Diva semakin besar dan butuh biaya persalinan. Lelaki berjaket hitam itu kembali melihat foto-foto pernikahannya yang sederhana. Ia juga melihat foto-foto saat pacaran dengan Diva. Setiap pulang sekolah mereka selalu bersama. Bahkan mereka terlihat begitu lengket. Di mana ada Diva di situ pasti ada Egas. Hingga mereka melakukan kesalahan fatal hingga berujung pernikahan. Mau tidak mau Egas yang bertanggung jawab hamilnya Diva.  Keinginan keluarga untuk menyekolahkan Egas di militer pupus sudah. Egas anak satu-satunya telah mencoreng nama baik keluarga. Kedua orang tua Egas hanya bisa memberi rumah warisan sang nenek untuk tempat tinggal. Selebihnya, Egas harus mulai bekerja dan bertanggung jawab sebagai seorang suami. “Buk, maafin Egas belum bisa bahagiain Ibuk.” Egas teringat ibunya. Rencananya Egas ingin sekali mengajak Diva ke rumah orang tuanya. Namun, sang istri pasti tidak mau. Ia berpikir membelikan ibunya makanan kesukaannya. Wanita baya itu pasti akan sangat senang. Rencananya, setelah selesai bekerja Egas mangkal jadi tukang ojek di daerah dekat kantor agar tidak terlalu jauh. Setelah itu ia akan ke rumah ibunya agar tidak terlalu malam pulangnya. Ia memang sengaja tidak memberi tahu Diva soal pekerjaan tambahannya. Ia sangat yakin istrinya pasti akan malu jika mengetahuinya.  Setelah dirasa cukup, Egas langsung mengganti jaketnya sebagai tukang ojek. Ia juga memakai masker untuk menutupi wajahnya. Ia tidak mau ada yang mengenalinya. Di tempat lain. Diva hanya mengaduk-aduk minumannya. Hatinya terasa panas saat Rivana memamerkan harta suaminya. Teman SMA nya itu tidak tanggung-tanggung menunjukkan saldo rekening di M banking. “Lihat, nih. Aku tuh baru nikah satu bulan sama Mas Alex, tapi dia udah kasih aku tabungan pribadi, terus dikasih uang banyak banget hanya untuk senang-senang.” Rivana menyombongkan suaminya. Wanita itu sengaja melirik Diva yang terlihat tidak suka. “Kalau kamu gimana Diva? Apa Egas juga kasih kamu tabungan pribadi?” Diva tidak mengira Rivana menyinggungnya. Ia begitu kesal karena sepertinya Rivana ingin mengolok-olok di depan teman-temannya. Mereka melanjutkan makan dengan pamer barang mewah. Rivana menunjukkan Tas branded, gelang emas dan hape bagus. Sedangkan hape milik Diva adalah pemberian ayahnya sebelum menikah. “Diva, kalau Egas sekarang kerja di mana?’ tanya Rivana. Ia menangkap satu sosok yang baru saja masuk ke kafe dengan jaket berwarna hijau dan perawakannya sangat mirip Egas. “Egas lagi ngerintis usaha dibantu ayah. Memang, sih, sekarang kita  tidak punya apa-apa, tapi aku sangat yakin kalau nantinya usaha Egas bakalan sukses.” Rivana malah tertawa mendengarnya. Ia seolah memiliki kartu untuk mempermalukan Diva di depan teman-temannya. Hal yang paling ingin ia lakukan sejak dulu. Namun, Diva lebih memiliki banyak teman dibanding dirinya. Mereka semua lebih memilih Diva sebagai temannya. “Kamu yakin? Bukannya Egas tukang ojek?” “Kamu enggak usah ngaco, Ri. Bilang aja kamu iri.” “Ish, sorry. Ngapain juga iri.” Rivana mencebik kesal. Ia langsung memanggil lelaki berjaket yang baru saja lewat di depannya. Lelaki itu langsung berhenti dan tidak mendekat. Kakinya terlihat ragu melihat Diva bersama lainnya. Diva merasa mengenal perawakan yang tengah berdiri di sampingnya. Bedanya lelaki tersebut mengenakan jaket tukang ojek. Sedangkan Egas biasanya memakai jaket dari dealer. Rivana berdiri dan langsung mengambil masker yang menempel. Betapa malunya Diva melihat sang suami berdiri di sampingnya sebagai tukang ojek. Lelaki yang baru saja ia unggulkan langsung mencoreng wajahnya.  Semua teman bersorak menanggapi ucapan Diva beberapa saat lalu. “Ini yang namanya usaha? Tukang ojek iya. Halu banget, sih, Va.” “Duh, malang benar nasibmu setelah menikah dengan Egas. Mending single aja, deh, dari pada jadi istri tukang ojek. Beberapa lainnya langsung menambahi, Diva hanya menunduk dia dan melirik ke arah Egas yang masih berdiri. Ia juga tidak mengira suaminya mencari uang tambahan dengan mengojek. Padahal Diva sengaja berbohong pada teman-temannya agar mereka tidak mengejek nasib Diva yang sangat buruk setelah menikah. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN