BAB 5 - HOT ISSUE

1134 Kata
"Kalau gak mau di bantu pasangin, jangan lupa pakai safety beltnya sendiri." ujar Alvin, dia mulai menyalakan mobilnya. "bawel banget sih." gumamku. "Iya iya, gue pakai nih." jawabku dengan nada kesal. Lagipula siapa sih yang mau berangkat sekolah dengannya? Dia yang datang tanpa di undang dan parahnya sekarang malah mengantarkan aku pergi ke sekolah. "Pak Alvin." panggilku. "KAK." katanya sembari mengoreksi caraku memanggilnya. Aku memutar bola mataku ke lain arah. Heran dengan orang ini sepertinya hidupnya terlalu ribet. "Iya dah KAK." ujarku senbari menekan kata 'kak' yang dia mau itu. Alvin tersenyum tipis, sembari fokus menyetir. "Kenapa? Ada yang mau lo tanyain ke gue?" tanya Alvin kepadaku. "Lo masih sehat kan kak?" ujarku random. "Sehat wal afiat dong, kenapa emang?" ia malah balik bertanya, karena pertanyaan dariku itu pasti terdengar ambigu baginya. "Kakak gak lihat gue pakai seragam, dan lo udah pakai setelan rapi baju ngajar lo itu." ucapku. "Iya terus kenapa?" dia masih fokus menyetir ke depan, jarak ke sekolah sudah tidak jauh lagi dari sini. "Gue emang terkenal b****k dan gak pernah bener di sekolah. Tapi se enggaknya gue gak mau kena issue godain guru ganteng idola banyak murid cewek lain dan sampai ketahuan berangkat bareng ke sekolah satu mobil." crocosku panjang lebar. Tapi reaksi dari Alvin dia malah ngakak mendengar ocehan dariku. "Barusan lo bilang gue ganteng kan? Ternyata lo akuin juga  kalau gue ganteng, haha." ujar Alvin sembari mengakak tanpa henti. Apa sih mau pak Alvin Darren ini, aku sudah mengatakan sampai disini, tapi dia belum juga menangkap poin pembicaraanku. "Pak Alvin, gue gak lagi bahas itu. Tolong kerja samanya ya pak." ucapku datar. Ehem. Dia mendehem dengan cukup lantang, sampai membuat suasana kecanggungan dan keheningan diantara kita usai dia berdehem tadi. "Okay, i got it. Jadi apa mau lo?" tanyanya, padaku. "Gue gak mau seluruh penghuni sekolah tahu kalau kita hari ini berangkat bareng, jadi gue mau turun agak jauh dari sekolah." ucapku aku melipatkan kedua tanganku ke d**a. "Memangnya kenapa? Bukannya akan jadi kabar bagus nantinya kalau lo ketahuan berangkat bareng gue." Alvin tersenyum smirk. Tolong katakan padaku apa bagusnya? Sama sekali gak ada bagus-bagusnya. Yang ada malah mengundang kontroversi dari para murid lain dan juga guru-guru. "Pak Alvin-" "Kak Alvin." koreksinya. Kenapa sih dia selalu tidak terima aku memanggilnya seperti itu, kan jadi ribet. Toh dia posisinya juga sebagai guru sekolahku. Jadi aku bebas dong mau memanggilnya seperti itu. "Iya dah pokoknya itu, turunin gue sekarang deh. Sekolah udah deket banget." ujarku. "Tania, udah kamu duduk yang nyaman. Kamu mau aku turunin di tengah jalan begini? Kan bahaya." ucapnya. Aku membuang napasku dengan kasar. Alvin sukses membuatku merasa sangat kesal dengannya. Jelas dia sudah paham dengan apa yang aku maksudkan. Tapi dia malah membuat setiap perkataanku hanya sebagai bahan candaannya. "Kak, mobilnya pinggirin dulu. Gue kan gak minta turunin di tengah jalan juga woy!" aku sudah mulai geram, dan Alvin malah terlihat senang karena berhasil membuatku jengkel dengannya. Karena dia yang telah bersih keras dan tidak mau mendengar ocehan dan permintaan dariku aku memilih untuk pasrah. "Okay.. Okay. Terserah lo kalau tetap mau keukeuh antar gue sampai masuk ke wilayah sekolah. Urusan nanti ada gosip tentang kita berdua gue gak mau ikut campur." pada akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti skenario permainannya. Toh juga nanti dia juga yang akan di rugikan disini, kalau ada gossip aneh yang menyebar kalau kita kedapatan bersama, nanti pasti yang akan hancur di kedepannya juga nama baik Alvin selaku seorang guru yang menggoda muridnya sendiri. Aku sih tidak masalah, kalau hanya akan dikeluarkan dari sekolah dan pindah ke sekolah baru lagi. "Nah gitu dong dari tadi, kalau nurut dan gak berontak kan enak." kata Alvin. -o0o- Alvin memarkirkan mobilnya di parkiran bawah tanah yang hanya beberapa mobil saja yang parkir disini. Pintar sekali dia, memilih tempat yang sepi dan pastinya dengan bersembunyi-sembunyi seperti ini kita tidak akan ketahuan kalau pergi bersama. "Kamu udah belajar kan?" Tanya Alvin tiba-tiba, saat aku hendak turun dari mobilnya. Aku menoleh ke arahnya. Dia mengubah intonasi bicaranya menjadi lebih lembut, ia juga tidak mengenakan kata lo gue lagi saat berada di sekolah. Padahal saat ini hanya ada kita berdua. Dia aktor yang cukup profesional yang memerankan aktingnya dengan baik. Dan saat ini dia berperan menjadi guruku. "Gak ada istilah belajar di dalam otak gue, jadi kalau lo tanya itu percuma." jawabku. "Kalau gitu gue duluan ya, jangan kangen gue, ntar kan ketemu di kelas." imbuhku, aku menutup pintu mobilnya dan mulai beranjak pergi dari parkiran dan menuju ke kelas. Ting! Satu pesan belum di baca dari mama. Ada apa lagi ini? Ah mungkin mama cuma mau memberi tahu kalau saldo ov* ku sudah di top up. Kalau sudah membahas masalah uang seperti ini, aku bisa tersenyum sangat lebar dan sangat semangat 45. Aku membuka pesan tersebut, namun yang aku dapatkan malah bukanlah foto screenshot bukti transfer dari mama. Melainkan mama malah memberiku nomor kontak Alvin Darren. Aku mendengus kesal. Belakangan ini hariku menjadi hari-hari yang terburuk, apalagi saat seorang guru matematika baru yang bernama Alvin Darren yang datang dan mengacaukan kehidupanku yang semulanya baik-baik saja. Mama : itu kontak calon suami kamu, pasti kamu butuh nanti. Tania : mam, uang saku tania jangan lupa ya. Aku menekan tombol send. "Kamu nungguin saya? Kok belum masuk kelas juga dari tadi." tanya Alvin yang sudah berdiri di sampingku saat ini. "Idih najis." aku baru menyadari kalau aku masih berada di parkiran dan belum beranjak pergi seusai membaca pesan dari mama. Aku secara sengaja menghentakkan langkahku cukup keras, dan mendumel memaki Alvin yang terus merecoki ku itu. Dia terlalu over percaya diri. Aku tahu mungkin niatannya hanya untuk menggodaku saja, tapi yang jelas dia malah makin menjengkelkan. "Kalau jalan jangan sambil main handphone, perhatikan langkah kamu itu. Nanti jatuh!" pekik Alvin. Apa-apaan sih dia itu, kok dia jadi bersikap sok perhatian padaku. Menanggapinya yang memperlakukanku seperti itu bukannya membuat aku melting yang ada malah cringe. Geli banget sumpah! -o0o- Sampai di kelasku, seketika suasana kelas jadi hening. Mereka memandangku dengan tatapan ketakutan. Entah apa yang mereka pikirkan padaku, tapi yang jelas aku sudah familiar dengan tatapan itu. Karena meskipun aku sudah pindah sekolah sebanyak 3 kali, tapi aku selalu di segani oleh setiap murid di kelasku. Aku langsung duduk di bangku yang biasa aku duduki itu, meletakkan barangku ke laci dan mengeluarkan airpodsku dari saku. Okay, aku sudah siap untuk belajar. Ralat, maksudku aku sudah siap untuk streaming drama Korea. Tapi tunggu dulu, ada 1 hal yang ingin aku pastikan disini. Aku berniat untuk mengerjai Alvin terlebih dahulu. Tentang perkataan Alvin yang menanyakan padaku sewaktu di parkiran tadi, dia berkata apa aku sudah belajar? Ah, aku sudah tahu kalau dia berniat untuk menunjukku dan menyuruhku untuk mengerjakan soal di papan bukan? Aku sudah tahu itu, dia berniat untuk mempermalukanku. Tapi seorang Tania Valerie tidak akan mudah di permalukan seperti itu. Aku membuka ponselku, membuka room chatku tadi bersama mama kemudian aku klik save nomor Alvin yang tadi dikirim mama padaku. Tania : P Tania : Kak Alvin kalau serius mau nikah sama gue. Jangan tunjuk gue buat kerjain soal papan oke? Aku menekan tombol send sembari tersenyum tipis. Tidak tahu apa yang akan dia lakukan nantinya. Tapi aku sangat menantikan reaksi dari Alvin nantinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN