CEO Dingin!

1274 Kata
Fiona langsung pergi ke rumah keluarga Leonard setelah mengunjungi Wilson. Hari ini, dia menggantikan pekerjaan Pamannya sebagai sopir Tuan Muda Leonard. Rafael menanggapinya dengan dingin. "Saya ada rapat di kantor pagi ini.” Fiona mengangguk. “Baik.” Kevin tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia dan Fiona itu mengikuti Rafael menuju mobil. Meskipun dia terlihat aneh di mata Rafael tetapi dia sebenarnya memiliki wajah yang cantik. Tiba-tiba suara seseorang terdengar di belakangnya. “Fiona.” Gadis itu berhenti dan berbalik kemudian dia mendapati seorang gadis yang cantik berdiri di sana. Ingatannya samar saat dia mencoba mengingat gadis itu tetapi dia bergumam, “Gisel?” “Iya. Kau masih mengenali aku?” Gadis yang bernama Gisel itu menanggapinya dengan senyuman. Fiona mengangguk sebagai isyarat untuk membenarkan perkataannya. Gisel mengerutkan keningnya saat dia bertanya dengan rasa ingin tahu, “Apa yang kau lakukan di sini?” Fiona tersenyum sebelum berkata, “Aku menggantikan Paman Wilson hari ini.” Tiba-tiba dia ingat bahwa Rafael ada meeting pagi ini jadi dia tidak ingin bosnya memarahinya. Oleh karena itu, dia berkata, “Maaf, aku buru-buru, Tuan Muda ada meeting pagi ini.” Gisel mengangguk setelah sosok Fiona menghilang. Dia masih mematung di tempatnya sebelum disapa oleh ayahnya. “Gisel? Ayo berangkat dengan Papa.” “Iya, Pa.” Gadis itu mengangguk. Keduanya pergi setelah berpamitan dengan Nyonya Besar Leonard. Di perjalanan menuju ke kampus, Gisel bercerita pada ayahnya bahwa Fiona adalah temannya dulu. Gadis itu bahkan pernah menolongnya beberapa kali. Dalam hal ini, Willian tidak berkomentar. Pria paruh baya itu hanya menyimak putrinya berbicara dan sesekali mengangguk. Setelah menempuh beberapa menit perjalanan, pria paruh baya itu sampai di kantornya. Di sisi lain, tatapan Kevin tidak beralih menatap Fiona. Dia merasa seperti pernah melihat gadis ini sebelumnya tetapi dia tidak bisa mengingatnya. Dengan kata lain, dia lupa. Sepanjang perjalanan, mobil menjadi hening. Pasalnya, Rafael memilih diam sambil bermain ponselnya. Demikian juga dengan Kevin. Kevin akhirnya angkat bicara dengan berdeham. “Hem.” Rafael mengabaikannya tetapi Fiona menatapnya sambil menggerakan bibirnya saat dia berkata, “Sepertinya, kita pernah bertemu sebelum hari ini tapi di mana, ya?” Fiona hendak menjawab ketika dia tiba-tiba menginjak pedal rem hingga tersentak. “Hitsss!” Gerakan tubuh Rafael mendadak terdorong ke depan hingga wajahnya nyaris terbentur kaca mobil. Wajahnya memerah ketika dia mengupat Fiona. “Kau! Bisa menyetir, tidak?” Fiona tergagap karena gugup, “Ma-maaf, Tuan. Ada kucing di depan.” Rafael memelototinya dengan marah ketika Fiona kembali mengembudi. Kedua tangannya yang ramping itu diletakkan di stir saat dia mengembudi. Waktu berlalu, Fiona menghentikan mobil itu tepat di depan kantor Rafael. Dia segera turun sebelum dia membukakan pintu bosnya. “Silahkan, Tuan.” Rafael hanya mengangguk tanpa berkata sepatah kata pun. Dia menegakkan punggungnya saat dia turun dan memasuki kantornya. Setelah Rafael pergi, Kevin langsung pindah ke depan saat dia mengulang pertanyaannya, “Kita pernah ketemu di mana ya? Apakah kamu ingat?” Fiona tertegun sejenak sebelum dia menggeleng. “Tidak ingat, maaf.” Saat dia berbicara, matanya tetap terfokus pada jalan di depannya ketika dia mengembudi. Dia benar-benar tidak ingat siapa pria sedang duduk di sampingnya saat ini. Melihat Fiona yang bingung. Kevin menyeringai sebelum dia memperkenalkan dirinya, “Perkenalkan, namaku Kevin.” Fiona menanggapinya dengan anggukan dan tersenyum. Kevin mengerutkan bibirnya sebelum dia berkata dengan ragu-ragu, “Fiona, bisakah aku mendapatkan nomormu? Aku pikir kau akan mengantarkan kami lagi besok hari.” “Tentu.” Fiona mengangguk. Dengan begitu, dia menyebutkan nomornya pada Kevin sambil terus focus mengembudi. Tidak lama setelah itu, mobil memasuki halaman kampus. Dia berkata dengan lembut pada Kevin, “Tuan kita sudah sampai.” Kevin mengangguk. “Iya, terima kasih.” “Sama-sama, Tuan.” Fiona membalasnya dengan hormat. Setelah menurunkan Kevin, Fiona pergi. Sudut bibirnya terangkat ketika membentuk senyuman yang sempurna. Dia tidak tahu mengapa bahwa pria yang bernama Kevin itu tampak lebih hangat dari pada Rafael. Namun, dia tidak ingin memikirkannya. Matanya kembali berfokus untuk mengemudi. Di sisi lain, Rafael dan para menejernya sedang meeting saat ini. Perusahaan ini bergerak di bidang arsitektur. Mereka baru saja selesai membuat rancangan baru dan seharusnya rancangan itu segera dirilis tetapi sepertinya akan tertunda mengingat ambassador perusahaan yang tiba-tiba tidak bisa dihubungi. Suasana ruangan itu menjadi hening, hanya terdengar suara seseorang, “Presdir, Selena tidak bisa dihubungi?” Rafael mengerutkan keningnya, “Dia berkata, “Kamu bisa mencobanya lagi. Kita membutuhknannya untuk promosi. Bagaimana bisa begitu?” “Saya sudah menelponnya berkali-kali tapi tidak ada jawaban.” Ruben menanggapinya saat dia berkata dengan ragu-ragu. Ruben menyeringai ketika dia menemukan idenya. Kemudian dia berkata, “Presdir, bagaimana jika kita mencari pengganti Selena? Kita tidak punya waktu lagi jika menunggu Selena.” Rafael memikirkannya ketika tiba-tiba seseorang berseru, “Itu ide yang bagus, Presdir.” Rafael mengalihkan tatapannya ke arah seseorang hingga membuat orang itu menunduk. Semua orang tahu bahwa Rafael sangat kejam. Dia akan marah pada siapaun yang menyelanya di meeting tetapi mengapa hari ini dia tidak marah. Orang itu mengelus dadanya sambil berdoa. Mungkin bosnya sedang tidak ingin marah. “Tapi siapa?” Suara Rafael terdengar kemudian. Pria itu menatap karyawannya sapu persatu. Semua orang terdiam sebelum Rafael bangkit dan berkata, “Kamu boleh mencari penggantinya dan besok penggantinya itu harus sudah ada.” Setelah mengatakan itu, Rafael pergi. Ruben mendesah tanpa daya. Dia pun pergi setelah itu. Di ruangan kerjanya, Rafael mengambil minuman dan menyesapnya perlahan. Tatapannya tertuju pada sebuah bingkai poto yang terpajang di atas mejanya. Di dalam foto itu ada seorang gadis dan dirinya. Gadis itu adalah kekasihnya. Gadis itu bernama Nadine. Meski mereka telah menjalin hubungan selama 2 tahun ini tetapi hubungan mereka ditentang oleh Willian, ayahnya Rafael. Willian memang mendesak Rafael untuk menikah tetapi tidak dengan Nadine, putri dari musuhnya. Sore harinya, Fiona menjalankan tugas seperti pagi tadi. Dia menjemput Rafael di kantor dan mengantarnya pulang. Tetapi, dia memberi intruksi di saat mereka hampir tiba di rumah. “Fiona, kita ke floris dulu.” “Baik, Tuan.” Fiona mengangguk dengan patuh. Seorang penjual bunga segera bergegas ke arahnya saat melihatnya datang, “Tuan. Apa yang bisa saya bantu?” “Tolong bungkus bunga mawar untukku.” Ucap Rafael. “Baik, Tuan. Sebentar, aku akan membungkusnya untukmu.” Setelah itu penjaga toko itu pergi. Di sisi lain, Fiona menunggunya ketika dia ingin ke toilet. Karena dia sudah tidak mampu menahan rasa sakitnya maka dia segera menemukan tempat itu. Begitu Rafael kembali, dia tidak menemukan Fiona di mobil. Oleh karena itu, wajahnya memerah karena marah ketika dia harus menunggu dengan lelah. Tidak lama kemudian, Fiona kembali dan berlari dengan tergesa-gesa ke arah Rafael. Pria itu melototinya. “Ke mana saja kamu tadi?” “Saya ke toilet, Tuan. Maaf,” sahutnya sambil membuka pintu dengan cemberut. Rafael menyerahkan sebuah alamat padanya. Setelah memasuki alamt yang dituju, Fiona menghidupkan mesin mobil dan meluncur kemudian. Di dalam mobil, Rafael menyeringai ketika dia menciumi bunga itu sesekali. Bunga itu dia beli untuk Nadine, kekasihnya. Dia ingin makan malam bersamanya malam ini jadi dia memberinya hadiah bunga. Sore ini, jalanan sangat ramai. Mereka terjebak dalam kemacetan tiba-tiba. Rafael meringgis dan Fiona melihat ekpresi bosnya yang kesal. Dia ingin turun untuk melihatnya tetapi pria itu menghentikannya. Pada akhirnya, Fiona hanya bisa menurut. Waktu berlalu, Rafael telah tiba di apartemen sang kekasih dan makan malam bersamanya. Sementara, Fiona menunggunya di parkiran dalam keadaan perut kosong. Di rumah, Keluarga Leonard sedang mengobrol santai pada saat ini. Willian berkata dengan serius, “Ma, apakah Rafael memberi tahu Mama bahwa dia sudah memiliki kekasih?” "Ya, Namanya Nadine.” Tante Sheryn menjawabnya. “Nadine anak keluarga Carderyck Algio?” Sheryn mengangguk Willian tercengang sebelum dia bereaksi, “Papa enggak setuju. Dia adalah saingan Papa.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN