Bab 6 : TERPAKSA

1004 Kata
"Kok lo bisa berfikir kayak gitu?" Tanya Gemma ketika kalimat terakhir milik Venya membuat tanda tanya besar di kepala Gemma. Pasalnya, Gemma melihat bunda Kori adalah sosok yang baik yang selama ini adalah bunda bagi seluruh anak-anak di panti asuhan itu. Bunda Kori sendiri tidak pernah terlihat jahat ketika Gemma datang dan sampai sekarang, Gemma tidak melihat sisi buruk milik bunda Kori. Semuanya masih okay dan normal. Venya menarik nafasnya lalu menggeleng, "ga tau juga kenapa gue ngerasa gitu." Ucap Venya. "Yang pasti, bunda Kori seakan maksa gue buat kuliah padahal gue udah punya kerjaan dan bisa ngehidupin diri gue sendiri sama panti asuhan." Tambah Venya. Gemma diam, jika berbicara tentang 'uang' mungkin tidak akan ada habisnya. Kata yang satu itu cukup sensitif untuk di bahas apalagi ketika Venya sudah keluar dari salah satu masalah yang berhubungan dengan benda itu. Gemma sendiri juga cukup bisa dikatakan sensitif jika berbicara tentang hal itu. Gemma tidak cukup berani untuk sekarang membahas masalah itu. Tidak cukup baik untuk membawa satu masalah ke dalam masalah itu. "Mungkin, bunda Kori udah nganggap lo anak dan pengen lo lebih maju daripada ini, Ven." Kata Gemma kemudian setelah cukup lama berfikir dan cukup sulit untuk merangkai kata sebaik mungkin. Walaupun setelah dikatakan, Gemma merasa ada yang salah dengan kalimatnya barusan. "Tapi kan ga gitu juga." Kata Venya sedikit menaikkan intonasinya. Benar bukan? Ada yang salah dengan kalimat yang dikeluarkan oleh Gemma. Gemma diam. Dia tidak ingin menambah masalah lagi dengan 'mendebat' ucapan Venya. "Kalau emang bunda Kori menganggap gue sebagai anaknya, setidaknya dia harus menghargai keputusan gue yang menurut gue untuk sekarang, gue ga perlu kuliah." Kata Venya lagi meneruskan kalimatnya beberapa detik yang lalu. "Dia seperti yang mau memajukan panti asuhan dengan ngebuat gue sebagai 'contoh' yang baik untuk adik-adik gue." Kata Venya, "ga salah sih. Tapi gue punya masalah sendiri. Lo ngerti kan, Gem?" Tanya Venya tiba-tiba. Ingin sekali Gemma menggeleng setelah mendengar perkataan dari Venya. Dia benar-benar tidak mengerti apa-apa. Tapi, Gemma fikir jika dia menggeleng sekarang, kemungkinan Venya akan lebih menaikkan intonasi bicaranya daripada sebelumnya. Jadi, Gemma mengangguk ragu. "Di paksa itu ga enak tau." Ucap Venya dengan niatan monolog tapi terdengar oleh telinga Gemma. Gemma kemudian menggenggam tangan Venya lalu mengelusnya pelan dan lembut, "iya, jalanin dulu aja. Lo punya pendirian lo dan orang luar ga bisa terus bergantung pada semua yang lo buat." Kata Gemma lalu memberhentikan mobilnya di depan sekolah Venya. Venya menarik nafasnya, "tetep jadi lo yang kayak gini, ya, Gem? Jangan berubah." Kata Venya pelan. Gemma diam dan hanya membalas dengan senyuman kepada Venya dan anggukan kecil. *** "Gue ga bisa jemput lo, Ven." Kata Gemma ketika Venya mengangkat telepon darinya. Gemma mendengar helaan nafas dari Venya. Sedangkan, Venya dari sebrang telepon berdiam diri di depan gerbang sekolahnya. Dirinya sedari tadi menunggu Gemma untuk menjemputnya. Tadi, sebelum Venya keluar dari mobil Gemma saat akan memasuki sekolah menengah atasnya ini, Gemma sudah berjanji untuk menjemputnya. Namun, sekarang keadaannya berbeda. Dia benar-benar berharap agar dirinya sampai ke kamarnya, tapi malah digagalkan terlebih dahulu oleh Gemma yang meneleponnya dan menyampaikan berita cukup buruk untuknya. Tentu saja, Venya berharap dirinya sedari tadi sudah duduk di depan laptopnya dan merangkai kata-kata untuk disalurkan menjadi kalimat dan dibukukan menjadi novel. "Gapapa." Kata Venya, "gue pesen ojol aja." Kata Venya lagi. Gemma disebrang sana mengangguk, "maaf." Ucap Gemma. "Hmm gapapa. Ya udah, gue pesen ojol dulu." Kata Venya lalu kemudian mematikan teleponnya setelah Gemma memberi pesan untuk dirinya agar berhati-hati saat perjalanan pulangnya. Sebenarnya ada yang perlu di ketahui oleh Gemma adalah ketika Venya saat ini tidak bisa lagi mempercayai ojol. Yaitu, saat Venya tidak bisa untuk naik motor saat ini. Dia kedatangan tamu bulanan dan itu membuatnya tidak bisa berjalan atau tidak bisa naik ke mobil atau motor milik orang lain. Selanjutnya yang dilakukan Venya adalah pergi ke minimarket dan membeli pembalut. Untung saja dia membawa jaket sebelum berangkat ke sini. Walaupun jaket tipis, setidaknya bisa menutupi hal yang 'tembus' di belakang bawah seragam milik Venya. Dia meminta ijin juga ke toilet di minimarket itu. Walaupun dia tahu hal itu tidak diperbolehkan, tapi tetap saja, Venya dengan malu-malu menanyakan apakah dia bisa memakai toilet di sana karena dirinya tidak mungkin untuk berjalan lagi menyebrangi jalan dan kembali ke sekolahnya saat itu. Apalagi ketika dirasakan keluaran dari dalamnya semakin deras. Setelah memakai pembalut berkat izin dari pegawai minimarket itu, Venya berterima kasih kemudian dia menunggu di halte dekat sekolahnya. Dia tidak ingin 'mengotori' ojol-ojol yang mungkin saja sedang sial jika mendapatkan dirinya. Lantas, dia memakai angkutan umum saja. Setidaknya jika kotor, nanti, tidak akan ada yang menyangka bahwa dirinyalah yang membuat jok di sana kotor. Apalagi di jam-jam seperti ini, angkutan umum akan terlihat penuh. "Aku pulang." Kata Venya setelah sampai di panti. Anak-anak panti lainnya ada di ruang belajar saat Venya datang. Bunda Kori sepertinya tidak ada di panti ketika Venya datang. Venya segera ke kamarnya dan mengganti pakaian juga membersihkan diri. Lalu dia duduk sebentar di depan laptop lusuhnya kemudian dia menatap kasur tempat tidurnya. Perutnya sakit tidak tertahan, dia memegang perutnya kemudian melompat ke tempat tidur. Meredam teriakan tertahannya di dalam bantal. Setelah teriakannya terlontarkan, ponselnya berdering menandakan ada notifikasi di ponselnya yang masuk. Sekuat tenaga, Venya membawa ponselnya dengan susah payah karena tidak bisa menahan sakit di perutnya. Selanjutnya dia terkesiap melihat siapa yang mengirim notifikasi di ponselnya. Gemma. Sebenarnya, dia tidak perlu sekaget itu jika menerima pesan dari Gemma. Namun, pesannya ini sedikit membuat Venya terkejut karena sepertinya pesan yang di baca Venya bukanlah dari Gemma atau bahkan bukan seperti Gemma pada dirinya seperti biasa. Perkataan singkat di pesan yang diterima oleh Venya berisikan, 'gue bakal punya bank berjalan nanti. Tenang aja, ay.' Pesan seperti itu tidak pernah Venya terima. Bank berjalan apa maksudnya? Ay? Siapa ay? Aya? Ayo? Kerutan keningnya tidak bisa tertahankan di wajah Venya. Dia lantas bergumam, "ay? Ayang? Sayang?" Ucapnya untuk dirinya sendiri. Venya menggelengkan kepalanya. Daripada dibuat penasaran, dia meng-screen shoot pesan itu untuk nanti ditunjukkan secara langsung pada Gemma. Selanjutnya dia membalas pesan singkat Gemma. "Itu buat gue?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN