2.

1179 Kata
Ran terus menyesap bibir manis Rania, hingga akhirnya Rania berhasil memukul Ran dengan kuat. Lagi Rania menampar pipi Ran, tapi yang di tampar justru tersenyum dan tertawa lucu. Membuat Rania mendelik tajam. "kenapa tertawa?!" pertanyaan ketus yang dilontarkan Rania. "Kamu itu lucu sekali! Kenapa harus marah? Toh sebulan lagi kamu jadi istri aku, benar bukan?" Rania terdiam, memang perjodohan ini sudah dia setujui tapi tidak untuk Ran. Saat Rania ingin bicara lagi, lift sudah sampai ke ruangan yang mereka tuju. Ting... Mereka berjalan bersisian, dan masuk ke dalam ruangan Masing-masing. Rania mengetuk pintu ruangan Ran, Masuk membawa beberapa berkas, berisi lembar-lembar kertas yang harus di tanda tangani. "Aku ingin kopi hitam di pagi hari!" Rania menatap Ran dengan tajam. "Nanti bisa suruh OB disini," "Tidak tidak, aku ingin kamu yang membuatnya?!" Rania memutar bola matanya jengah. "Maaf pak, saya sekretaris disini bukan office girl." "Tapi tetap saja aku ingin kamu yang membuatnya!" Rania mendengus dan berkacak pinggang. "Baiklah, tapi tanda tangani dulu berkas-berkas itu!" tunjuk Rania dan langsung saja dia keluar, demi membuatkan kopi pesanan sepupu gesreknya. Saat di dapur perusahaan, Rania dengan telaten membuat kopi hitam pesanan CEO baru itu. saat sedang menyeduh kopi, mbak Ina selaku office girl di sini kaget melihat kehadiran Rania di dapur. "Loh mbak Rania, kenapa enggak suruh saya saja." Rania tersenyum "ah gak apa-apa mbak Ina." "Tapi kan saya jadi gak enak mbak, seharusnya mbak bisa suruh saya ataupun mang Ucup," Ucup selaku OB di sini. Lagi-lagi Rania tersenyum menandakan tidak apa-apa, dan pamit pergi kembali ke ruangan Ran, dengan membawa secangkir kopi hitam. Rania masuk dan meletakkan kopinya di atas meja. "ini silahkan di minum pak kopinya!" Rania mengatakan dengan sengit, namun tetap memberikan senyuman yang manis. "ini kamu cicipi," perintah Ran setelah dia meneguk satu tegukan meminumnya. "Aku gak suka kopi hitam!!" Rania mendelik tajam pada Ran. Rania membuka lembar demi lembar berkas yang dia sodorkan tadi. "Loh kok belum di tanda tangani?!" ini yang sangat tidak dia sukai dari Ran yang membohonginya. "Ckck, tidak sabaran sekali! orang juga perlu membacanya bukan?" dengan cepat Ran meraih pena, dan mulai membubuhkan tanda tangannya. Rania melaporkan semua informasi jadwal meeting, dan segala aktivitas apapun mengenai perusahaan ini pada Ran. Rania tersenyum, berdiri dan keluar dari ruangan. mata Ran malah fokus memperhatikan gerakan berjalan Rania, apalagi memakai pakaian seperti itu membuat bokongnya sangat menggoda. Ran meringis melihatnya, dia kembali menyesap kopi hitam hangat buatan calon istrinya. sebenarnya kopinya sangat enak dan itu yang membuat Ran kaget, dia tersenyum sambil membayangkan Rania berada di bawah kungkungannya, dan mendesah menyebut namanya. Meski pun benci, tapi sebagai pria kalau melihat sasaran yang empuk dan hangat tidak salahkan? Ran tentu normal kan? Jam makan siang, para karyawan staf mulai berangsur keluar, untuk mengisi perut mereka yang sudah setengah hari bekerja. Ran memanggil Rania untuk masuk ke ruangannya, Rania mendengus sebal, dia yang niatnya ingin makan siang jadi tertunda. "Ada apa lagi pak yang bisa saya bantu?" Ran menatap Rania. "belikan aku makan siang, aku terlalu lelah berjalan. karena hanya duduk seharian dan terus bengong karena tidak ada yang bisa di kerjakan!" "Memang jadwal mu masih kosong, beberapa hari kedepan baru mulai sibuk pak," Rania berusaha bersikap Manis dan menahan amarahnya. "Ya sudah belikan aku makan siang!!" Perintahnya lagi. Rania menghela nafas "baiklah, bapak ingin makan siang apa?" "Terserah saja, yang penting enak dan bersih," Rania menganggukkan kepalanya. Rania gemas sendiri melihatnya, tapi tetep saja dia membelikan makan siang untuk Ran. 2 jus strawberry dan 2 porsi nasi goreng yang di beli di kantin kantor, karena kesusahan membawanya. Rania meminta tolong pada mang Ucup, dan mengantarkannya ke ruangan Ran. Makanan sudah tersedia, dan Rania pun bergegas ingin makan di ruangannya. "mau kemana?" Tanya Ran yang membuat langkahnya terhenti. "Mau ke ruangan saya lah pak," "Ngapain, udah makan bareng aja disini!" Rania pun mengiyakan keinginannya, "aku mau tukar dengan milikmu," ucap Ran saat suapan pertama makanan ke mulutnya. "Tapi ini sudah jorok, bekas ku!" Ran menggeleng tidak masalah, dan makanan pun berhasil di tukar, begitu pun dengan jus-nya. Hal ini membuat heran dirinya, padahal makanan dan minuman yang mereka pesan sama. Setelah beberapa suap Ran menghentikan gerakan makannya, "kenapa lagi?" tanya Rania lebih heran lagi. "Tidak enak makan sendiri," "Maksudnya?" Rania benar-benar heran melihat tingkah Ran, pasalnya saat ini mereka kan sedang makan bersama. "Suapi," Ran yang melihat kebingungan di wajah Rania, pun langsung menjawab keinginannya. "Jangan manja, ayo di makan!" Ran menggeleng seperti anak kecil, dan tetap tidak bergeming. Rania yang mulai geram pun, akhirnya mau juga menyuapi Ran, yang langsung tersenyum karena rencananya berhasil. Begitu telaten dan lembut Rania menyuapi Ran, Ran memperhatikan Rania dengan intens. Saat Rania ingin menyuapinya kembali, Ran menghentikan gerakan sendok Rania dengan menahan tangannya. Meletakkan sendoknya, sedikit menyingkirkan makanan ke samping meja, mulai meraih pinggang Rania dan mendekatkan wajahnya. Cup Rania melotot kaget dengan aksi Ran, Ran mencium dia kembali untuk yang kedua kalinya dalam satu hari. Awalnya hanya bibir yang menempel, namun saat gerakan bibir Ran yang melumatnya, perlahan mata Rania terpejam menikmatinya. Dan tanpa sadar dia mulai mengalungkan tangannya ke leher Ran, Ran pun semakin mendekap erat tubuhnya. Entah apa yang ada dipikiran Ran sampai nekat mencium Rania, dia tergoda saat melihat semua yang di lakukan sepupunya ini. "Emppphhh." erang Rania di sela ciumannya, ciuman semakin ganas. Ran menggendong Rania, dan meletakkannya lembut di sofa panjang ruangan ini. Rania seakan terpesona dengan Ran, Ran kembali merunduk bahkan menindih tubuh Rania, dan mulai menciumnya kembali. Bahkan kini kedua tangan nakal Ran sudah mulai bergerak, membuka kancing baju yang di kenakan Rania. Rania memeluk punggung Ran dan meremasnya, 3 kancing sudah terbuka menampakkan bra berenda berwarna merah menyala. Ran meneguk ludah, melihat dua gunung kembar lumayan besar, yang menyembul mengintip keluar dari bra Rania. Ran menaikkan bra itu keatas, dan ternyata p****g pink milik Rania sudah menegang. Tanpa aba-aba Ran langsung mengulum salah satu puncak p******a Rania, sementara sebelah tangannya yang lain meremas p******a yang sebelah. "Aaaahh," desahan Rania, yang tangannya kini mulai meremas rambut hitam milik Ran, dan semakin mendekatkan lebih dalam kepala Ran ke dadanya. Ran semakin bernafsu, dengan menyedot p****g Rania seperti bayi yang ke hausan. akal sehat mereka berdua memang sudah hilang, dan yang tersisa hanya kebutuhan saling memuaskan. Setelah puas dengan yang satunya, mulut Ran berpindah ke yang sebelahnya, Rania blingsatan dibuat Ran. "Ooouuggghh Ran," desahnya lagi sambil menyebut nama Ran. Ran sangat senang sekali karena Rania menyebut namanya, dalam desahan yang mengalun indah di telinganya. Saat tangan Ran ingin menyelinap masuk, ke celah rok yang di pakai Rania, namun harus terhenti karena suara ketukan pintu dari luar. Tok.. tok.. tok.. "Ah sial," umpat Ran, namun Ran tetap melanjutkan aksinya. Ketukan pintu kembali terdengar, membuat kesadaran Rania pulih sepenuhnya. mendorong kuat tubuh Ran, dan merapikan pakaian beserta rambutnya yang acak-acakan. "Shiiittt," umpatan kesal Ran pada si pengetuk pintu. Merapikan jas-nya yang sedikit kusut, dan berjalan menghampiri pintu. "Papa," ucap Ran kaget dan salah tingkah, untung saja Ran tidak mencaci maki duluan. Abi masuk dan kaget melihat Rania, yang tengah duduk dengan gugup dan gelisah. Seakan tau apa yang terjadi di antara anak dan keponakannya, diam-diam Abi tersenyum senang. Sepertinya dia salah datang ke ruangan ini, kalau tau begini dia tidak jadi masuk. Pantesan saja meja sekretaris kosong, ternyata...??
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN