BAB 9

1133 Kata
                Nisa tampak senang bukan main saat melihat Audy kembali ke rumah. Diantarkan Rasya, Audy, Yura dan juga Arum, pembantu Audy yang terus ikut dengannya semenjak kematian Oma Uty ketiganya tampak bergantian memeluk Nisa dan juga Ameliya yang saat itu, masih berada di rumah. Nina yang baru ke luar dari kamar pun ikut menyambut ketiganya. Sedangkan Aden, tidak terlihat di sana.                 Nisa melepaskan pelukannya, menyentuh kedua pipi Audy saat Adit melangkah mendekatinya. Nisa mengalihkan sesaat pandangannya ke Adit, seolah mengucapkan terima kasih, Nisa kembali menatap Audy yang tersenyum padanya.                 Ameliya sendiri, langsung merangkul Nina yang berdiri di sampingnya. Anak kecil yang kini mulai beranjak remaja itu kini tidak lagi secengeng dulu. Bahkan sering kali Nina ikut nimbrung di pembicaraan dewasa antara Ameliya dan Nisa saat keduanya bersama. Dan Nisa tidak keberatan tentang hal itu. Kehadiran Nina malah semakin mempermudah keduanya berbicara. Karena Nina bisa menjaga kedua anak Ameliya yang begitu dekat dengannya.                 “Akhirnya kamu kembali, Dy,” ucap Nisa yang merasakan keharuan luar biasa. Sudah terlalu capek dia meminta Audy untuk kembali ke rumah, hidup bersamanya seperti dulu namun tetap saja, Audy menolaknya. Namun kini dia kembali, kembali bersama sang adik dan Arum yang sangat dia jaga dan sayangi selama ini.                 “Sebenarnya aku malu balik lagi ke sini, Nis, dulu aku hampir merusak keluarga ini,” ucap Audy sembari tertunduk mengingat semua perlakukan Melody dulu. “Mami hampir memecah belah kita, sampai-sampai aku bertengkar sama kalian semua. Dan kini, aku malah kembali.”                 “Buat apa harus malu, Dy,” ucap Adit sembari meletakkan kepalanya di atas kepala Audy. “kamu itu bagian dari keluarga ini, kamu itu sepupuku dan Ameliya, kamu itu adikku dan kakak Ameliya. Jadi kamu bagian dari keluarga ini.” Adit tersenyum, menurunkan tangan kanannya dari kepala Audy. “Kapan pun kamu mau kembali, pintu rumah ini bakalan selalu terbuka untuk kamu.”                 Audy langsung memeluk Adit. Air matanya mengalir melintasi pipi, Nisa yang melihatnya, langsung menghapusnya dengan jemari tangan kanannya lantas mengusap kepala Audy sesaat.                 Audy benar-benar merasa kehangatan yang selama ini hilang dari hidupnya. Sejak kecil dia bersama Adit dan Ameliya. Tumbuh bersama, bermain bersama, suka duka dilewati bersama dan hanya karena sang mami, Audy harus kehilangan semua itu. Dan kini, dia kembali. Kembali ke rumah yang selama ini menjadi tempatnya berlindung dari apa pun, termasuk kejahatan keluarganya sendiri.                 Audy melepaskan pelukannya, berbalik menatap Yura dan Arum yang masih berdiri di belakangnya. Sedangkan Rasya berdiri tidak jauh di samping kanannya dekat dengan tangga menuju lantai atas. Audy kembali mengarahkan tatapannya ke Adit dan Nisa.                 “Kamarku masih yang lama, kan?” tanya Audy sembari tertawa kecil yang membuat Nisa mengangguk cepat.                 “Aku belum bereskan kamar satu lagi buat Yura, jadi untuk beberapa malam, kalian berdua dulu ya. Besok kita bereskan pelan-pelan untuk kamar Yura. Dan kalau untuk Bik Arum, kamarnya di belakang sama Bik Sumi dan yang lainnya.”                 “Gak usah repot, Kak Nisa,” ucap Yura yang merasa tidak enak. “Yura tidur sama Kak Audy aja, gak usah tidur sendirian. Yura udah terbiasa tidur ramai-ramai di penjara sama tahanan wanita lainnya, jadi Yura belum terbiasa tidur sendirian.”                 “Tapi kan gak nyaman kalau tidurnya berduaan, Yura,” ucap Nisa. “Jangan segan-segan, gak apa-apa kok,” tambah Nisa lagi yang berharap Yura bisa menganggapnya kakak kandung sendiri, sama halnya seperti Audy.                 “Gak apa-apa, Kak, Yura sama Kak Audy aja.”                 Nisa mengarahkan tatapan ke Audy yang masih berdiri di hadapannya. Audy mengangguk pelan yang membuat Nisa menyerah. Dia tidak ingin terus memaksa Yura yang akibatnya, malah membuat Yura tidak nyaman tinggal di rumahnya. Nisa mengangguk, tersenyum lebar yang membuat Yura membalas senyumannya  dengan senyuman tulus.                 “Kalau gitu, aku antarkan mereka ke kamar dulu ya,” ucap Audy. “Kamu nginap di sin ikan, Mel?” tanya Audy.                 “Aku belum tau, masih nunggu Dimas dulu. Dia masih di rumah sakit,” ucap Ameliya yang membuat Audy menghela napas.                 Audy langsung mengajak Yura dan Arum ke kamar. Adit sendiri mengajak Rasya untuk duduk dan meminta Sumi yang datang mendekat, untuk menyiapkan minuman. Sumi berlalu pergi, Nisa dan Ameliya duduk satu sofa dengan Adit, sedangkan Nina duduk di sofa di seberang sofa tempat Rasya duduk. Ada meja persegi panjang yang menghalangi dirinya dan Rasya. Hawa dingin ke luar dari pendingin ruangan yang membuat suasana ruang tv itu semakin sejuk terasa. Tv yang menempel di dinding, terlihat tidak menyala. Ameliya menghela napas pelan, sembari mengecek handphonenya saat suara pesan masuk hadir di handphonenya.                 “Dimas?” tanya Adit yang langsung dijawab Ameliya dengan anggukan.                 “Tadi aku ngasih tau Dimas kalau hari ini Audy balik, dia bilang kami tidur di sini aja mala mini. Dan sekarang, dia pulang dulu ke rumah buat ambil pakaian.” Ameliya tersenyum tipis, kembali menyimpan handphonenya ke dalam saku celana. Adit sendiri mengangguk pelan sembari menarik tatapan ke Sumi yang datang membawakan beberapa gelas minuman. Dan kembali pergi meninggalkan keluarga inti itu berkumpul.                 “Sebentar lagi Jordi bebas, kamu sudah dengar itu, Sya?” tanya Adit memulai pembicaraan yang diawal Rasya dengan anggukan menjawab pertanyaan Adit.                 “Iya, Dit, aku udah dengar kabar itu,” jawab Rasya.                 “Jadi, apa yang kamu persiapkan untuk kebebasannya?” tanya Adit yang sebenarnya sangat berharap Rasya sudah Berniat mengambil jalan ke depan untuk menikahi Audy. Sudah cukup lama keduanya bersama. Dan Adit tidak ingin perasaan Audy kembali goyah dan akhirnya menjadi boomerang untuk hubungan keduanya. Apa lagi jika kemballi dipertemukan dengan Jordi yang tidak lain adalah mantannya.                 “Kamu belum berani juga buat nikah?” tanya Adit lagi yang membuat Nisa memegang tangannya seakan memintanya untuk tidak terus menerus menekan Rasya dengan pertanyaan itu.                 Ameliya sendiri sebenarnya setuju jika Adit melontarkan pertanyaan itu pada Rasya. Ameliya sendiri mulai jengah dengan semua curhatan Audy tentang keinginannya menikah dengan Rasya. Namun sayangnya, Rasya malah tidak juga sadar keinginan Audy itu. Entah apa yang membuatnya takut. Entah apa yang membuatnya bingung. Padahal Ameliya sendiri bisa melihat dan merasakan, bahwa keduanya benar-benar saling cinta. Apa lagi Rasya yang tampak jelas sangat mencintai Audy lebih dari dirinya sendiri.                 “Nikah itu tidak semenakutkan itu, Sya,” lanjut Adit lagi. “Aku tau, kamu benar-benar trauma dengan perceraian kedua orang tuamu. Tapi biarkan itu jadi pelajaran agar kamu dan Audy tidak mengalami hal yang serupa, bukan malah menjadikannya ketakutan sampai membuatmu takut melangkah untuk menikah.”                 “Aku tau, Dit. Aku salah. Aku akan coba beranikan diriku lagi.”                 “Aku gak mau, kamu terus ngegantungi Audy. Biar gimana pun, dia adikku yang harus aku jaga dan wujudkan keinginannya. Dan saat ini ekinginannya adalah menikah denganmu.”                 Rasya menunduk. Audy yang diam-diam mendengar hal itu di balik tangga, tertunduk sedih. Dia benar-benar berharap kali Rasya bisa sedikit lebih berani untuk mengajaknya ke hubungan yang lebih serius dari sekedar pacarana yang saat ini dia dan Rasya jalani. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN