Jordi hadir di hadapan Rachel. Sesuai janjinya, dia datang ke rumah sakit jiwa untuk melihat kondisi Alea yang terkini. Rachel yang sudah menantinya bersama Alea di taman rumah sakit, langsung tersenyum tipis, mengarahkan kursi roda Alea ke Jordi lantas berjongkok di samping Alea yang sama sekali tidak mengarahkan tatapannya ke Jordi. Jordi sendiri masih berdiri terpaku menatap Alea yang sama sepertinya dulu.
"Kak, lihat siapa yang datang," ucap Rachel yang langsung menarik bola matanya agar bisa terarah ke Jordi. Rachel yang mendapati kemajuan di diri Alea itu, sedikit merasa lega. Tidak seperti biasanya, Alea selalu enggan melakukan hal itu setiap kali Rachel memintanya.
"Kakak ingat?" tanya Rachel yang tetap saja tidak ada respon apa pun dari Alea.
Perlahan Jordi mendekat. Ingatannya kembali tertarik ke belakang, saat dirinya berada di posisi Alea, walau saat itu hanya sekedar berpura-pura untuk bisa terlepas dari cengkraman Alea. Dan yang membuat Jordi merasa sedih bukan main hingga saat ini, adalah di saat dirinya dijauhin semua orang, hanya Audy yang hadir dan membantunya untuk bangkit. Jordi benar-benar tidak menyangka, kalau harapannya akan datangnya keluarganya, malah Audylah yang hadir dan selalu ada untuknya. Dan kini Jordi menyesali semuanya. Sikapnya yang menyia-nyiakan Audy, membuatnya menyesal hingga kini. Andai saja dia tidak menyia-nyiakan Audy, pasti hingga detik ini Audy masih menantinya dan selalu setia padanya. Namun sayangnya, Audy kini sudah menikah dengan orang lain.
Jordi berhenti tepat di hadapan Alea yang masih saja menatapnya tanpa ekspresi. Rasanya, melihat kondisi Alea seperti ini, membuat Jordi ingin menertawakannya, menghinanya yang kini seolah terkena karma dari semua perbuatannya terdahulu. Namun Jordi tidak ingin melakukan hal itu, mengingat kondisi Mikha yang kini terpuruk akibat ulahnya sendiri yang selalu menyakiti wanita.
"Loe masih ingat gue?" tanya Jordi yang memilih berdiri di hadapan Alea yang masih menatapnya dengan ekspresi datar. Awalnya, tidak ada respon apa pun dari Alea. Dia hanya menatap Jordi yang masih menanti jawaban. Rachel sendiri tampak sedikit kesal melihat respon Alea yang tidak sesuai yang dia harapkan.
Namun tiba-tiba, Alea tertawa terbahak-bahak. Rachel dan Jordi kaget bukan main mendengarnya. Jordi malah sempat menganggap kalau selama ini, Alea sama sepertinya dulu, hanya berpura-pura gila agar memuluskan rencananya. Tapi lama kelamaan, Jordi mulai merasa bahwa Alea tidak sama sepertinya. Dia hanya teetawa sembari mengarahkan telunjuk tangan kanannya ke Jordi tanpa henti.
Rachel berdiri, menatap Jordi bingung lantas membungkukkan tubuhnya ke Alea yang msih saja tertawa.
"Kakak ingat dia?" tanya Rachel lagi.
"Dia tamu miskin gue yang dulu," ucap Alea yang membuat Rachel kembali mengarahkan tatapan ke arah Jordi. "Loe tau, dia mau gue, tapi gak pernah mau bayar!"
Jordi tersenyum sinis. Alea menang ada benarnya. Dulu, Jordi memang selalu meminta lebih pada Alea tapi tidak mau menambahkan uang lebih untuknya. Lebih tepatnya bukan tidak membayar, hanya saja tidak menambahkan uang tambahan atas pekerjaan yang dilakukan Alea yang di luar dari waktu kerjanya seharusnya.
"Memalukan," umpat Rachel yang sempat terdengar Jordi.
"Loe kalau mau percaya sama orang gila, silakan," ucap Jordi yang langsung melesatkan tatapan tajam dari Rachel ke arahnya.
"Dia kakak gue!" bentak Rachel yang tidak Terima dengan ucapan Jordi, walau apa yang dikatakan Jordi memang ada benarnya. Alea memang gila, namun ucapan dan nada suaranya Seakan-akan menghina. Rachel benci mendengar suara dan senyuman sinisnya.
"Gue gak bisa bantu banyak," ucap Jordi tiba-tiba yang membuat Rachel menatapnya tajam kembali.
"Apa maksudnya?" yang Rachel kaget. "Lle udah janji sama gue bakalan bantu gue, kenapa sekarang malah berubah pikiran?"
"Gue gak mau lagi ngelakuin hal yang buat keluarga gue sengsara."
Rachel meludah sesaat, dia terlihat jijik mendengar ucapan Jordi barusan. Dia tahu siapa Jordi, dua tahu bejatnya Jordi seperti apa. Rasanya mustahil jika Jordi tobat akan semua yang pernah dia lakukan dulu.
"Emangnya kalau loe gak bantuin gue, keluarga loe tetap selamat, gitu?" tanya Rachel yang membuat Jordi tersenyum tipis. "Keluarga loe bisa lebih sengsara dari yang loe takutkan sekarang."
"Gue gak punya alasan lain untuk ngebantuin loe," ucap Jordi sembari mengarahkan tatapannya ke arah lain. Tampak seorang suster mendorong kursi roda seorang pasien rumah sakit jiwa yang sedang memeluk boneka. Ingatan Jordi langsung tertuju ke Mikha yang ditakufkan akan hamil akibat perbuatan lelaki tidak tahu diri yang sudah merusaknya.
"Audy sudah milik orang lain, dia sudah menikah, dan gue gak ingin ngerusak hubungan orang lain," ucap Jordi mencoba menyembunyikan perasaan sedihnya akan ingatannya tentang Mikha. "Gue pengen jadi orang benar sekarang. Gue gak mau jadi Jordi yang dulu."
"Audy?" tanya Alea yang langsung menarik kembali kedua pasang mata itu ke arahnya. "Audy?" tanya Alea lagi.
"Loe ingat sesuatu, Kak?" tanya Rachel penuh harap. Rachel tidka pernah terpikir bahwa hanya menyebutkan nama Audy, bisa mendapatkan respon dari Alea. Selama ini yang ada di pikiran Rachel hanya nama Nisa, Adit fna juga Raymond saja.
Alea menarik tatapannya ke Jordi, lantas mengarahkan telunjuknya lagi, "Loe berhasil gue rebut dari dia. Loe hancur, gue senang," ucap Alea lantas kembali tertawa.
Jordi terdiam. Semua terbongkar. Dia tidak mengangkat, Alea yang dulu bersedia bersamanya hingga membuatnya meninggalkan Audy begitu saja, ternyata hanya ingin membuat hubungannya dengan Audy hancur begitu saja. Jordi yang emosi, langsung mencengkram kedua pegangan tangan kursi roda yang sempat membuat Rachel berusaha menjauhkannya dari Alea yang masih tertawa.
"Dasar wanita jalang!" bentak Jordi yang lansgung membuat Alea terdiam. Dia tampak ketakutan, bahkan menangis. Respon Alea membuat Rachel panik bukan main, lantas menarik tubuh Jordi menjauh. Jordi terlempar namun masih bisa berdiri tegak, Rachel berusaha melindungi Alea dengan berdiri di depannya.
"Pergi loe dari sini!" bentak Rachel yang membuat Jordi berbalik lantas pergi. Namun sesaat dia kembali berbalik dan menatao Alea dari kejauhan.
"Loe pantas dapatin ini semua Alea, loe pantas kehilangan semua akal sehat loe!" teriak Jordi lantas kembali melangkah pergi meninggalkan Rachel yang langsung memeluk Alea erat. Berusaha menenangkan Alea yang menangis histeris karena ketakutan akan bentakan Jordi padanya barusan.
***
Metta baru saja ke luar dari kelas, berniat langsung mencari angkutan umum di depan sekolah, namun tiba-tiba seruan Nina membuatnya terhenti. Metta berbalik, tersenyum tipis menanti Nina yang berlari mengejarnya.
Nina menghentikan lariannya saat sudah berada di depan Metta, mengatur napasnya yang terengah-engah akibat berlari, lantas menarik napas panjang, lantas mengembuskannya perlahan.
"Kakak mau ke rumah Kak Ameliya, kan?" tanya Nina.
"Iya, mau kerja," jawab Metta. "Ada apa, Nin?"
"Nina mau bareng, males kalau harus kejebak lagi sama Bryan." Nina mengajak Metta mulai berjalan menuju gerbang sekolah dengan bibir manyun.
Metta tertawa mendengar keluhan Nina, "Seharusnya loe bersyukur di dekatin sama cowok sebaik Bryan. Banyak yang suka saman dia, ngantri, tapi yang dipilih Bryan malahan elo." Metta melirik ke Nina yang masih tampak manyun namun terlihat jelas dia tidak menolak ucapan Metta.
"Gue belum mau pacaran, Kak," ucap Nina. "Gue udah janji sama Kak Nisa, buat belajar yang serius dulu. Kak Nisa memang gak ngelarang gue buat pacaran, tapi rasanya gue gak mau ngebebani pikiran gue sama hal-hal kayak gitu."
Metta berhenti, mengarahkan tubuhnya ke Nina yang ikut berhenti menghadapnya.
"Kalau gitu, jangan bersikap cuek. Cowok kalau dicuekin mulu malah ngerasa kesal dan ujung-ujungnya gak ngehargai kita lagi."
Nina terdiam. Ucapan Metta terasa menusuk hatinya. Dia tidak menyangka bisa mendapatkan nasihat dari orang yaNg sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri di sekolah. Ditambah lagi, ucapan Metta berhasil membuatnya menyesal karena sudah mengabaikan Bryan selama ini. Seharusnya dia bisa bersikap baik saja pada Bryan yang sudah menjaganya sejak awal. Bahkan ketika penjagaan Aden tidak memeluknya.
Belum selesai Nina memikirkan penyesalannys, secara tiba-tiba Metta berseru memanggil nama Bryan. Walau tidak terlalu kuat, namun suara Metta berhasil mengagetkan Nina yang spontan, langsung mengarahkan tatapannya ke depan. Tampak Bryan berlalu menaiki motornya tanpa mengarahkan pandangan pada Nina. Namun bukan itu yang kini menjadi pusat mata Nina dan Metta tertuju, melainkan seorang cewek yang dibonceng Bryan dengan pakaian sekolah. Dia tampak cantik, berkulit putih bersih. Rambutnya menari diterpa angin. Dia duduk di belakang sembari melingkarkan tangannya di pinggang Bryan.
Nina cemburu. Pasti. Ada rasa sakit di hatinya melihat pemandangan itu. Metta yang mendpatinya kembali manyun dan bersedih, langsung mwngusap punggung Nina yang berhasil membuat Nina berpura-pura tersenyum menutupi rasa sakit hatinya.
"Yang sabar ya?" ucap Metta.
"Apaan sih, Kak. Ya udah yuk balik," ajak Nina yang langsung melangkah meninggalkan Metta yang menatapnya tak tega.