BAB 42

1002 Kata
Melody menatap lelaki di hadapannya yang sedang fokus melahap makan siang. Pakaian yang dia pakai, sama dengan lelaki di hadapannya, berwarna oranye dengan tulisan Tahanan di belakang punggung setiap pemakai. Sesaat Melody menyapu kan pandangan ke sekeliling, semua sama, memakai seragam berwarna sama dengan santapan makan siang yang juga sama di setiap meja masing-masing. Melody kembali memusatkan pandangannya ke lelaki di hadapannya. Semenjak kedatangan Yoko ke penjara untuk mengunjunginya, Melody seakan membenci lelaki yang sudah bertahun-tahun menjadi suaminya. Melody sempat membayangkan jika dia tetap bersikeras memilih Yoko kala itu, saat dirinya mengetahui bahwa ada benih di dalam rahimnya, Melody bisa pastikan hidupnya tidak akan semenderita dan memalukan seperti ini. Walau pun bersama Yoko dia akan hidup miskin dan melarat, bahkan untuk makan saja susah, namun Melody bisa menjamin dirinya tidak akan menjadi salah satu tamu di penjara. Dia akan hidup bebas, walau utang melilit di mana-mana. Roszi yang merasa diperhatikan, langsng menghentikan gerakan tanganya memainkan sendok. Tatapannya tertuju ke Melody yang masih menopamg dagu menatapnya. Roszi mengalihkan tatapannya ke piring makan siang yang isinya masih itu, bahkan tidak tersentuh sama ssekali. "Gak selera lagi sama makanannya?" tanya Roszi yang sejak awal masuk ke penjara, selalu sama mendengar keluhan yang sama dari sang istri yang saat di kurung, harus terpisah darinya. Melody di penjara khusus wanita, sedangkan Roszi sebaliknya. "Aku malah lebih gak selera melihatmu di depanku," ucap Melody yang sesaat menarik ekspresi kaget di wajah Roszi, lantas sedetik kemudian, Roszi malah tertawa pelan, agar tidak merusak mood tahanan lainnya. "Salah apa lagi aku kali ini, sampai kamu membenciku?" tanya Roszi sembari melanjutkan makan siangnya yang sempat tertunda karena sikap aneh Melody. "Kalau soal uang bulanan atau bebas dari penjara, ya aku belum bisa kabulkan. Lagian mau tinggal di mana kita kalau dipaksa bebas, rumah juga udah di sita bank karena utang. Jadi, mah coba ngemis lagi sama anakmu itu! Setelah kamu sendiri yang buat masalah dan akhirnya dijebloskan ke sini?" tanya Roszi sembari tertawa merendahkan. "Kalau saja kamu tidak memainkan uang teman-teman arisan kamu sampai rumah kita harus disita oleh bank, aku gak bakalan jatuh miskin kayak gini. Bahkan untuk sekedar menyewa pengacara saja, aku udah gak bisa." "Kenapa malah nyalahin aku, kan kamu sendiri yang nyaranin aku buat ngelakuin permainan itu." "Tapi aku gak ada nyuruh kamu gadaikan sertipikat rumah." Roszi tampak kesal yang membuat Melody terdiam mengakui kesalahannya walau di dalam hati. "Aku cuma minta kamu bermain arisan dengan jumlah besar dengan kamu sebagai pemegangnya, agar kamu bisa pakai uang mereka buat ngebebasin aku, kenapa malah oertaruhkan sertipikat rumah segala buat jadi jaminan?! "Oke, aku salah, maaf!" ucap Melody yang tampak tidak ingin memperpanjang masalah, saat menyadari tatapan beberapa tahanan, tertuju ke arahnya dan Roszi. Roszi menghela napas panjang, melanjutkannya makan siangnya, namun sialnya rasa lapar yang sempat menghujam nya, hilang seketika akibat pembahasan yang itu-itu saja. Roszi membanting sendoknya ke piring, lantas berniat pergi dari tempatnya duduk. "Kemarin Yoko datang mengunjungi aku ke penjara," ucap Melody saat mendapati Roszi berdiri di hadapannya. Roszi menatap Melody tajam, kembali duduk. Dia ingat nama itu, satu nama yang benar-benar membuatnya kehilangan orang yang akan menyumbangkan sebagian harta kekayaannya demi terjalinnya kerja sama di bidang perkebunan. Dengan beraninya, lelaki itu membeberkan semua keburukan Roszi yang suka menyuruh istrinya melayani banyak lelaki demi uang. Alhasil pria pemilik perkebunan itu menolak kerja sama dengan alasan takut ditipu oleh Roszi. "Ngapain dia ke sini?" tanya Roszi geram. "Mau buat ulah lagi atau malah mau balikkan sama kamu!" "Jangan sembarangan kalau bicara, aku juga gak bakalan mau bersama dia lagi!" Roszi tertawa meledek. "Kalau dia sekarang sudah kaya dan punya gunung emas, apa kamu yakin gak mau balikan lagi?" goda Roszi yang sempat membuat Melody gelagaoan menjawab, namun sadar kalau Roszi hanya menjebaknya, Melody langsung menataonya tajam. "Aku gak semurahan itu!" bentak Melody membela dirinya sendiri. "Dia ke sini karena ingin melihatku terpuruk karena pria tidak bertanggung jawab di hadapankh sekarang." Roszi tertawa sinis. "Dia juga datang ke sini karena mau mencari di mana keberadaan Audy." Roszi menatap Melody tajam saat mendengarnya mengucapkan nama Audy, "dan kamu memberitahukannua?" tanya Roszi uang langsung dijawab Melody dengan gelengan kepala. "Dia memberikanku nomor handphone pemilik kosannya, dan aku memberikannya pada Audy saat dia datang menjengukku," jawab Melody santai yang malah membuat Roszi murka. Tanpa sadar dan tanpa bisa tertahankan, Roszi menggebrak meja yang membuat beberapa tahanann menjurus kan tatapan kaget ke arah keduanya. Ada yang tampak kesal meihat keduanya yang sejak tadi terlalu ribut di saat makan siang. Ada yang tampak kaget, dan ada yang malah yerlihat santai seakan tak peduli dengan sumber keributan. Salah satu penjaga malah mendatangi meja Roszi yang membuat Melody menghela napas melihat kelakuan suaminya yang selalu saja mengundang banyak orang untuk menjadikannya tontonan setiap kali ada kesempatan. "Kalian berdua ini, apa gak bisa sekali saja gak buat keributan?!" bentak penjaga penjara berjenis kelamin wanita itu. Dia tampak tegas, nama di dadanya tertulis Hilda yang memang sudah terkenal akan ketegasannya. "Maaf, Bu," ucap Melody menyerah. Mustahil mendapatkan kata maaf dari mulut Roszi yang sejak dulu, tak pernah mau merendahkan dirinya sendiri dengan mengucapkan kata itu. "Bukan cuma kalian yang berstatus suami istri di sini, masih banyak lagi. Tapi mereka tidak sebising kalian berdua!" bentak Hilda lagi, lantas pergi meninggalkan keduanya. Melody menatap Roszi yang masih mencoba menenangkan emosinya. Melody menyunggingkan senyuman tipis. "Santai aja, lagian dia gak sesukses pikiranmu sampai-sampai anak angkatmu itu bisa melawanmu. Dia masih miskin seperti dulu bahkan terlihat lebih parah." Melody beranjak dari kursinya dan berdiri di hadapan Roszi sembari menatap nya. "Yah ... Sama parahnya jugalah sama keadaanmu sekarang. Gak ada bedanya." Melody melangkah pergi meninggalkan Roszi yang tampak semakin kesal mendengar ucapannya. Berniat memakinya sekuat tenaga, namun sadar bahwa beberapa pasang mata masih tertuju padanya. "Dasar wanita jalang," umpat Roszi di tempatnya dududk sendiri. Menatap kepergian Melody yang sudah mulai tak sopan baginya. Melody tidak pernah sejak dulu berani mwlawannya, apa lagi meninggalkan nya saat makan siang atau pun selepaa kegiatan makan berakhir. Selalu Roszi yang lebih dulu pergi. Namun kini, semua tampak berbeda. Dan Roszo selalu benci dengan perubahan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN