Part 4

1908 Kata
Semejak kejadian itu, Kana kecil semakin sering bermain di taman bermain sambil menununggu Fandy pangeran sekaligus malaikat penyelamatnya itu. Namun hari ini berbeda, Fandy tak datang ke taman itu. Tapi Kana tak pernah menyerah menunggu Fandy, sore ini walau anak-anak yang sedang bemain di taman mulai pulang satu persatu dan hari juga mulai gelap. Kana masih terduduk di atas ayunan tua yang lapuk, ia seolah-olah tak perduli dengan tenggelamnya matahari yang kini sudah mulai bergantikan cahaya dari sinar rembulan yang berhiaskan bintang. “Kak Fandy kemanya yah?” gumam Kana, “Kenyapa nggak ateng hali ini? apa Kak Fandy nggak mauh mayin baleng Ana agi?” Dan akhirnya Kana menangis, menangis karena kesal. Ternyata Fandy ingkar janji denganya. Fandy selalu berjanji akan bersama dan melindunginya, tapi hari ini? Fandy meninggalkannya. “Ana? Kamu kenapa masih disini?” tanya seseorang, Kana menghapus airmatanya. Di hadapanya kini berdiri sosok pria dewasa dengan rambut cokelat tuanya yang berantakan. “Papah?” Pria itu langsung mengedong Kana,dihapusnya airmata yang membasahi pipi chubby Kana. “Kamu kenapa nangis, Sayang?” “Ana atut, Pa,” isak Kana, “Ana nggak tayuh jayan punyang kayoh udah elap!” “Cup-cup anak Papa.” Pria itu menepuk punggung Kana lembut, “Papa disini, Sayang. Ana nggak usah takut lagi. Papa akan selalu melindungi kamu, Sayang.” ###### Kana sibuk merias dirinya siang ini. Ya, wanita itu sedang berusaha mempersiapkan penampilan terbaiknya untuk bertemu para sahabatnya daripada menjadi sasaran empuk cemooh dari keempat sahabatnya. Hampir satu bulan kepindahanya kembali di Indonesia Kana belum pernah bertemu dengan sahabat-sahabatnya semasa SMA dulu. Sambil memoles lipgloss dibibir tipisnya sebagai pemanis, medadak Kana mendengar ponselnya berdering dengan keras. Buru-buru Kana meraih ponsel yang berukuran lima setengah inci itu dari atas tempat tidurnya. Terlihat sebuah notifikasi pesan BBM di dalam ponselnya Alessandra Quenncy Hey bu dokter kita jadi ngumpul kan bareng Billy, Fauzan, Thalia? Jari jemari lentik Kana mulai menyentuh layar ponselnya demi membalas pesan BBM yang masuk di ponselnya itu. Kanaya Septiara P Hoi mommy mommy hitz and gaul tingkat jakarta Ofc! Jadi dong kita ngumpul. Gila bertahun2 gua ke negeri orang lo nggak kepengen ketemu sama gue? Alessandra Quenncy Elah anak gue baru sebiji dan baru setahun juga umurnya wei -_- gaul apaan -_- gue bukan mommy mommy yang doyang ngegosip sambil nungguin anak mereka di sekolah. Nggak ah ngampain ketemu ama lo yang rese/? Kanaya Septiara P Ale-ale -_- pliss sadar diri kalo lo skrng bukan anak muda lagi. Bhaye, Le! Jangan maksa minta lagu-lagu CNBLUE sama gue lagi! Kita ketemuan di? Alessandra Quenncy Elah loh mah parah blg gua tua -_- gue masih muda wei baru 25 thn Ya jgn kek, Na. Gue mau dengerin suara Jung Yong-hwa  oppa yang aw bgt itu *-* Biasa sbx GI  kaya biasa Kanaya Septiara P Oke fix Sbx Gi ya? Alessandra Quenncy Iya bu dokter -_- nggak caya banget si. Eh jangan lupa... Kanaya Septiara P Apa? Alessandra Q Kenalin gue sama cowok lo! Masa iya lama pergi ke negeri orang masih jomblo? Kanaya hanya menghela napas panjang memandangi pesan BBM yang tertera di ponselnya, apa pacar? Memikirin nikah aja boro-boro, pasien selalu membuatnya sibuk hingga Kana tak memiliki waktu untuk memikirkan hal yang tak penting seperti itu ###### Sejak satu jam yang lalu, Maurine asik mengobrol dengan Merry. Wanita itu berharapan Arka sudah bangun dan mau menemaninya belanja ke mall. Namun semua nihil hingga sebuah suara langkah kaki membuat pembicaraan Maurien dan Merry terhenti. “Eh, ada Nak Maurine!” seru seseorang, terlihat sosok rentan William berjalan menghampiri mereka berdua. Dengan refleks Maurine bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiri Wiliam. “Selamat siang, Om Will.” Maurine mencium punggung tangan Wiliam. “Kamu udah lama, Rine?” tanya Willam, “Pasti mau ketemu Fandy?” Maurine mengangguk malu-malu, William hanya tersenyum melihat kejujuran calon istri putranya ini. “Sepertinya Fandy masih tidur, semalam dia pulang jam tiga subuh.” “Ah, nggak apa-apa kok, Om!” tegas Maurine, “Aku akan nungguin Kak Arka sampai dia bangun.” Tak lama sosok Arka yang dinatikan pun berjalan menghampiri mereka semua, tubuh atletisnya kini hanya di balut dengan kemeja katun biru lautnya sudah tak beraturan rupanya dan celana jeans yang kusu dengan wajah terlihat masih baru bangun tidur. “Ini dia yang ditunggu-tunggu!” seru Wiliam, Arka melirik sejenak kearah Maurine lalu ia meleparkan pandangan tak suka dan ingin membunuh Maurine. “Dad, apaan si!” erang Arka “Kamu ada janji ya, sama Maurine?” tanya Merry. Arka memandang sinis kearah Merry. “Saya? Ada janji sama boneka Annabel ini? sejak kapan ya? Lebih baik kamu bangun gih dari mimpi indah kamu ya, Annabel.” “Fandy!” erang William, “Kamu harus bersikap sopan sama calon istri kamu!” “Tapi, Dad—” “Nggak ada tapi-tapian!” sela William, “Kamu harus temani Maurine. Dia itu calon istri kamu, Fandy.” Arka tersenyum kecut. Memang apa hebatnya si Maurine sampai-sampai wanita seperti boneka Annabel ini berhasil menaklukan hati Daddy-nya? ###### Kana turun dari taksi yang ia tumpangi di depan sebuah mall di bilang bundaran HI, setelah membayar ongkos taksi tersebut Kana langsung berlari memasuki mall ini. Hentakan sneakers yang ia kenakan menggema saat menentuh dinginya lantai mall ini, kedua mata cokelat Kana sibuk mencari-cari coffee shop tempat ia dan beberapa temanya akan bertemu. Selang beberapa saat ia mengeliling mall ini ia menemukan tempat yang di janjian. Kana langsung memasuk coffee shop ini, kedua matanya tak berhenti mengelingi setiap sudut coffee shop yang lumanyan ramai ini, tiba-tiba seorang wanita cantik berambut pirang keemasan melambaikan tanganya sambil meneriaki namanya. Kana langsung menghampiri wanita itu. “Akhirnya ketemu juga!” seru Kana riang, ia menarik kursi kosong yang berada di samping seorang pria berambut hitam yang nampak berantakan itu. “Darimana aja si, Bu Dokter? Kita udah satu jam lebih nungguin lo!” sindir pria itu. “Sorry, Zan.” Kana mengela napas panjang, “Tadi jalan macet tahu!” “Jalan macet... atau kesiangan?” cibir pria bertubu sedikit gempal. “BILLY!” erang Kana, “Gue itu udah pasang alarm pagi-pagi demi kalian semua. Lo tahu sendiri lah, gue masih belum dibolehin bawa mobil sendiri. Tadi mau minta anterin Mas gue tapi... gue nggak enak menganggu quality time-nya sama keluarganya.” Keheningan menghampiri mereka berenam, wanita berambut pendek mengedong seorang balita yang nampak mengemaskan kini memandangi Kana dengan pandangan penuh tanya. “Makin cantik aja lo semenjak dari Jerman,” ujar wanita itu, “Tapi sayang....” “Sayang kenapa, Ale?” sambung wanita berambut pirang itu. “Tomboy-nya nggak ilang-ilang!” sahut wanita yang dipanggil Ale – Alessandra– itu. “Ale! Thalia!” desis Kana, “Kalian kok... nggak pernah berubah untuk nyuruh gue untuk jadi feminim si!” “Gimana lo mau dapet cowo, Na... kalau gaya berpakaian lo kaya gini?” cibir wanita berambut pirang itu, “Dari kita bertiga... cuman lo doang dari jaman SMA nggak pernah punya cowo! Gimana Kak Fandy mau nembak lo, kalau lo sendiri nggak pernah mau merubah sikap dan gaya lo! Kemeja, celana jeans, sepatu kets. Ini gaya feminim?” “Thalia!” erang Kana, “Please... gue ya gue. Ini gue, gue nyaman dengan hidup gue.” “Mana cowo lo?” tanya Alessandra, “Kan tadi gue BBM gue minta lo tunjukin sama kita seperti apa rupa cowok lo!” Kana langsung salah tingkah, pacar? Boro-boro ia memikirkan masalah pacar, memiliki Fandy sebagai sahabatnya saja rasanya sudah cukup. Kana langsung bangkit dari kursi yang ia duduki demi menghindari pertanyaan berantai selanjutnya. “Kana, lo mau—” “Gue pesen minuman dulu,” potong Kana, “Haus gue, Le habis menerjang macet!” Kana berjalan menghampiri meja kasir yang dipenuhi beberapa orang yang sedang mengantri untuk memesan minuman atau makan yang ada di coffee shop ini. Selang beberapa lama ia menunggu, kini tiba giliran Kana untuk memesan. “Selamat siang, mau pesan apa Kak?” sapa kasir dengan ramah. “Iced Caramel Coffee Jelly Latte-nya satu ya Mbak,” sahut Kana. “Ada lagi tambahannya, Kak?” “Udah itu aja,” jawab Kana. Setelah memesan, Kana pun menunggu antrian untuk mengambil pesananya. Kedua tanganya begitu sibuk memainkan ponsel demi memeriksa sosial media idolnya. Selang beberapa menit kemudian pesanan Kana selesai, buru-buru Kana mengambil pesannya itu tanpa melihat jalan di hadapanya hingga Kana menabrak seseorang. “Ah, Miss anda punya mata nggak si?!” maki seseorang. Kana hanya merunduk memandangi Iced Caramel Coffee Jelly Latte yang tumpah di atas lantai. Lalu ia mendongak, di depannya sudah berdiri seorang wanita cantik, bahkan sama cantikmya dengan finalis American’s Next Top Model. Tubuhnya yang tinggi semapai di balut dengan blouse putih di padukan dengan rok mini terlihat jelas kaki putih langsing nan jejengnya terekspos ke khayalat luas. “Maaf,” “Kak Arka, Kakak nggak apa-apa kan?” tanya wanita itu. Kini Kana mulai melirik kearah pria yang ada di samping wanita itu, terlihat celana Jeans dan kemeja kotak-kotak yang ia kenakan saat ini terdapat noda tumpahan kopi. Bahkan sisa tumpahan kopi itu membasahi sepatu model loafers yang terbuat dari kulit. Kana semakin merunduk ketakutan ketika memandangi wajah pria ini. “Aku nggak apa-apa,” sahut pria ini. “Eh, pendek lo itu punya mata nggak si?!” sindir wanita ini, “Kalau jalan pakai mata dong!” Pria ini hanya diam membisu memandangi Kana yang merunduk ketakutan, sedangkan si wanita seolah-olah sudah bersiap untuk mencengram Kana sebagai santapan makan siangnya. “Gue ini nggak sengaja, Miss!” sahut Kana keras, “Dan... asal lo tahu, gue punya mata!” “Kalo lo punya mata...” Wanita ini menatap tajam kearah Kana, “Pakai mata lo! Oh iya, lupa si mana kelihatan ya... karena pendek.” “Gue minta maaf!” sahut Kana lagi, “Dan, please jangan menghina fisik gue, Miss!” “Wow... wow... si pendek nampaknya sudah mulai marah,” cibir wanita ini, “Adik kecil yang malang... kalau mau jajan di coffee shop yang mahal itu harus hati-hati ya? Kasihan kopinya tumpah. Si kasih uang jajan lebih nggak sama Mami kamu nggak buat beli kopi lagi? Kalau nggak biar Kakak aja yang beliin kamu kopi lagi.” Susana coffee shop yang semula sunyi kini mendadak ramai, beberapa pengunjung coffee shop menghampir Kana dan wanita ini. Mereka nampak asik melihat pertengkaran antara Kana dan wanita ini. “Dasar, nggak berpendidikan!” balas Kana ketus, “Sayangnya... uang gue masih berlebih untuk beli secangkir kopi yang gue tumpahin. Dan gue nggak sudi dibeliin kopi sama wanita nggak berpendidikan kaya lo, Miss!” “Dasar kur—” “Maurine, ayo kita pulang!” seru pria yang ada di hadapan Kana, “Jangan buat malu kamu disini!” “Tapi, Kak—” “Miss, maaf atas perkataan adik saya.” Pria itu tersenyum dengan Kana, terlihat lesung pipit menghiasi pipi tirusnya. Demi langit dan bumi, sumpah ini orang senyumnya lumer banget si kaya keju? Kok mirip Lee Jong-hyun oppa punya dimples? Aduh nggak kuat hayati! Teriak batin Kana. “M-m-maaf.” “Saya nggak apa-apa kok. Cuman... lain kali, kamu hati-hati ya Miss. Jangan bermain ponsel sambil berjalan. Berbahaya. Untung ini bukan di jalan raya, Miss kalau di jalan raya bisa-bisa kamu ketabrak mobil makin panjang deh urursannya.” Lalu pria itu langsung menyeret wanita menyebalkan itu menjauh dari Kana, Kana benar-benar masih mematung memandangi kepergian pria itu. Pikiranya mulai mencoba mengingat-ingat di mana ia pernah melihat pria itu. “Apa... aku pernah bertemu denganya?” gumam Kana. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN