Berhias Untuk Suami

1036 Kata
Rumaysha melirik ke arah Ardan yang kini tengah mengangkat telepon. Sesaat kemudian, dia mengembuskan napas tertahannya. Rasanya begitu mendebarkan saat menyadari kalau saat ini hanya tinggal dirinya dan Ardan. Umma, Papa, Zayn juga Aysar baru saja pulang. Suasana rumah yang awalnya ramai karena ributnya Zayn dan Aysar, berubah menjadi hening. Rumaysha jadi bingung, kalau hanya berdua seperti ini apa yang harus dia lakukan supaya suasananya tidak canggung? “Iya, saya baru masuk lusa nanti. Terima kasih atas doanya. Ya, wa’alaikumussalam.” Samar-samar Rumaysha mendengar perkataan Ardan. “May?” “Eh, i—iya, Kak?” Melihat raut terkejut Rumaysha, Ardan tertawa kecil. “Mau siapa dulu yang mandi?” “A-aku dulu, ya?” pinta Rumaysha. “Ya udah, aku mau lanjut ngerjain tugas dulu.” Rumaysha bergegas menuju kamar mereka. Berulang kali dia menarik napas berusaha menetralkan rasa gugup yang tak pernah pudar bila berdekatan dengan suaminya. Sesampainya di kamar, gadis itu menyalakan lilin aroma terapi varian rose untuk membuat kamar mereka lebih beraroma feminim. Sebab ketika pertama masuk ke dalam kamar ini, kentara sekali wangi Ardan yang maskulin tercium begitu kuat. Mungkin laki-laki itu menyemprotkan parfumnya di setiap sudut kamar sampai wanginya begitu membekas. Kakinya berjalan menuju wardrobe besar yang berisi pakaiannya dan Ardan. Pilihannya tertuju pada sebuah dress berwarna biru pastel. Dress ini sebenarnya iseng-iseng dia beli di online shop karena modelnya yang cantik dan dapat 2 model dengan harga yang terbilang terjangkau. Hanya saja karena terlalu pendek, jadi dia tidak pernah memakainya. Berhubung sekarang dia sudah tinggal bersama suaminya, Rumaysha memberanikan diri untuk memakainya. Dia ingat apa yang Umma bilang saat itu kepadanya. “Sebagai muslimah, kita wajib menutup aurat kita, yang boleh terlihat itu wajah sama telapak tangan, tapi bukan berarti kita gak boleh bersolek atau berhias. Kita boleh kok kalau mau pakai make up atau bahkan baju minimalis. Dengan catatan, pakai di hadapan suami, tidak buat diperlihatkan pada orang lain. Cukup suami kita yang lihat cantiknya kita. Nah kalau kita pakai semua ini dengan tujuan menyenangkan suami, insyaallah nilainya pahala buat kita. Dosa kalau kita pakai buat keluar rumah. Biar aja orang taunya kita kelihatan membosankan dengan gamis kita. Yang paling penting itu penilaian suami kita, jangan depan suami malah tampil buluk.“ Rumaysha mengambil dress berwarna biru pastel dengan motif bunga-bunga itu, lalu mulai membersihkan dirinya. Kemungkinan dia baru akan mandi wajib lusa, karena darah haidnya masih ada. Cukup 15 menit Rumaysha sudah selesai membersihkan diri dan berpakaian. Rambutnya yang masih basah dia gulung dengan handuk. Tak lupa dia membubuhkan minyak wangi secukupnya. Pokoknya kalau depan Ardan, dia harus selalu tampil fresh dan wangi. Tangannya tergerak membuka pouch make up-nya. Rumaysha berniat mengenakan sedikit make up supaya wajahnya terlihat lebih segar. Gadis itu mulai dengan mengenakan toner, lalu mengoleskan pelembab ke wajahnya. Sembari menunggu pelembab itu terserap, Rumaysha menggosokkan rambutnya dengan handuk supaya cepat kering. Setelah dirasa agak kering, dia menyisir rambutnya sampai terurai indah. “Kok aku jadi grogi sih?” keluhnya. Dia pun mulai mengenakan bedak tipis-tipis, karena kulitnya sendiri sudah putih. Berbeda dengan Maika yang punya kulit sawo matang, Rumaysha justru memiliki kulit putih persis seperti Papa. Rumaysha menatap ragu ke arah lipstik yang direkomendasikan Ardan untuknya. Pakai tidak, ya? Pada akhirnya Rumaysha memakainya walaupun dengan tangan yang agak gemetar. “Ya ampun,” keluhnya saat tangannya salah memoles. Gara-gara nggak pakai kacamata kali, ya? Mata rumaysha minus 2,5 kiri kanan. Ditambah silinder 0,75 membuat pandangannya jadi buram bila melepas kacamata. “Lagi ngapain, May?” Sontak saja Rumaysha menarik selimut, menutupi tubuhnya. Ardan menatap aneh ke arah istrinya yang tertutupi selimut. Niatnya ingin mengambil charger laptop, tetapi melihat pintu kamar terbuka dan Rumaysha yang tampak begitu sibuk, dia jadi penasaran dengan apa yang tengah istrinya itu lakukan. Tanpa banyak bicara, Ardan yang kepo sekaligus ingin mengisengi Rumaysha mendudukkan dirinya di sebelah istrinya itu. “Kamu meriang?” “Ih, Kak Ardan keluar dulu aja,” pinta Rumaysha dengan wajah memerah. “Emang kenapa, sih?” Bukannya keluar, Ardan malah sengaja mendekatkan dirinya pada Rumaysha. Kalau dibilang jangan, dia malah semakin merasa ditantang. “Itu mulut kenapa ditutup? Sariawan bukan?” Tanpa rasa bersalah, Ardan menyingkap selimut bermotif kotak-kotak itu. Rumaysha refleks menjerit ketika Ardan menyibak selimutnya. Hingga tampaklah dirinya yang mengenakan dress di atas lutut hingga memperlihatkan kakinya yang biasa tertutup gamis. Wajah keduanya sama-sama merah. Ya Allah, May, jangan mancing-mancing dong, batin Ardan. Laki-laki itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia melirik ke arah Rumaysha yang menutup wajahnya. Gue harus gimana coba? Dilihat dia malu, gak dilihat kan rezeki hehe. Eh astaghfirullah! batin Ardan merutuki dirinya yang mendadak bodoh menghadapi Rumaysha. “May?” panggil Ardan. “Aku malu tau!” kesal Rumaysha. “Eh gak apa-apa, gak usah malu. Santuy, kamu cantik kok. Eh gak deh, cantik banget.” Setelahnya Ardan menyesali perkataan yang terlontar dari mulutnya. “Kalem, May,” kata Ardan. Cowok itu berdeham saat matanya bergerak hendak melihat ke arah Rumaysha. Bukan apa-apa, ini matanya suka ngelunjak. Akhirnya Rumaysha memberanikan diri menatap Ardan yang juga menatapnya. Blush Wajah keduanya sama-sama merah karena salah tingkah. “A-aku mandi dulu,” putus Ardan saat mendengar suara shalawatan yang bersumber dari toak masjid dekat rumah mereka. Ini menandakan kalau waktu magrib akan segera tiba. Tidak hanya itu, kepalanya butuh diguyur air dingin supaya berpikir jernih. “Aku siapin bajunya,” balas Rumaysha cepat. Tangannya tergerak untuk menutupi pahanya. “Eh jangan ditutup!” kata Ardan membuat Rumaysha melongo mendengarnya. Ardan berubah pikiran, dia mau memberanikan diri. Supaya hubungan mereka berkembang pesat. “Kenapa?” “Aku suka hehe.” Melihat senyum itu, rasa kesal bercampur malu langsung muncul ke permukaan. Membuat Rumaysha ancang-ancang hendak melempar Ardan dengan bantal. “Kak Ardan!!!!” Ardan nyengir. “Bercanda, Sayang, peace.” “Mandi sana!” “Mandiin boleh?” tanya Ardan mulai berani. Rumaysha melotot. “Boleh, nanti aku sholatin sekalian,” ketus Rumaysha. “Huft diajak sunnah rasul malah gak mau,” kata Ardan dengan nada sok mengeluhnya. “Aku hitung sampai tiga, ya! Bilang yang gituan lagi tidurnya sendiri aja!” ancam Rumaysha membuat Ardan lari ke kamar mandi. Kalau sudah diancam begitu, dia tidak berani. Kan berabe urusannya kalau sampai tidur di luar. “Ya Allah, Umay malu,” rengek Rumaysha
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN