Pov dini
Mendapat usapan yang begitu lembut aku pun mulai sedikit tenang, air mata perlahan mulai surut, ada ketenangan yang mengalir dari usapan ibu, dirasa aku mulai tenang ibu merapihkan baju ku yang belinsatan.
"Kamu makan dulu ya din, sejak kemarin ibu tidak melihat kamu makan apapun, pasti sekarang kamu sangat lapar, tunggu sebentar ibu ambilkan dulu" ucap ibu lirih seraya beranjak pergi keluar kamar, namun tak lama, ibu kembali membawa nampan berisi penuh makanan.
"Ayo ibu suapin, biar makan nya banyak" ujar ibu sambil menjulurkan sendok ke bibirku.
Aku yang sangat lapar, setelah banyak emosi yang menguras tenagaku, perlahan ku buka mulutku, lalu mengunyah nya secara pelan, terasa sangat hambar seperti prasaan yang ku alami sekarang.
Ibu dengan sabar menyuapi ku, merasa tidak mampu lagi untuk mengunyah aku meminta ibu untuk menghentikanya.
Ibu pun bangkit buat mengambil air dan obat yang udah ibu siapak sedari tadi.
"Minum dulu obat nya, tadi malam menurut dokter sulistyo kamu tidak apa apa, hanya butuh istirahaat yang cukup dan banyak makan, makanan yang bergizi supaya cepat pulih dia juga berpesan kamu harus minum obat, setalah kamu sadar" ujar ibu sambari menyobek bungkus obat lalu menyerahkanya pada ku.
Aku menerimanya kemudaian meminum obat itu.
"Cepat sembuh ya, kamu kan sebentar lagi mau menikah" ucap ibu enteng tanpa memperdulikan perasaan ku yang hancur gara gara ulahnya.
Degggg
Hati yang mulai mau sembuh, seketika menganga kembali, terasa perih mendenger ucapan semacam tadi, apa ibu tidak berpikir aku sampai pingsan seperti semalam , gara gara mengikuti kemaun mereka.
"Ibu, boleh gak kita batalin saja pernikahan ini, aku gak mau hidup sama aki aki seperti pak wahyu?" Ucapku Lirih mengiba.
"Ibu juga sebenarnya tidak rela jika kamu menikah sama bandot tua itu, tapi bagaimana lagi bapak udah menerimanya sebagai calon suami mu ibu tidak bisa berbuat apa apa kamu yang sabar ya, lagian nak wahyu itu sangat baik, kamu bayangkan saja dia rela memberikan ruko dan memodali usaha bapak mu, dan itu semua atas nama kamu" ucap ibu plin plan bak orang yang tidak punya pendirian.
"Maksud ibu, jadi ibu setuju aku di nikahi bandot tua itu" tanyaku menerka nerka kemana arah tujuan ibu.
"Iya ibu setuju din, tidak ada pilihan lain mengingat keadan keluarga kita yang susah cuma kamu yang ibu harapkan, menjadi penolong keluarga kita, lagian kan nak wahyu udah sangat tua paling berapa tahun lagi dia akan meninggal, kamu nikah secara resmi, jadi akan sangat mudah mendapat harta warisannya, kamu harus tau dini dengan harta kamu bisa melanjutkan kuliahmu, bisa beresenang senang sesuka hati, tanpa mikirin besok makan apa" ucap ibu, terlihat jelas ujung bibirnya melebar kesamping,
Mendengar perkataan ibu, aku merasa syok, ternyata pikiran ibu sejahat itu, sampai sampai dia menginginkan pak wahyu segera meningal lalu merebut hartanya.
Aku termenung lama mencerna perkataan ibu, sebenarnya kemana arah dan tujuanya.
"Ya udah istirahat lagi, calon pengantin harus banyak istrahat, minggu depan kamu udah syah jadi istri nak wahyu" kemudian membaringkan ku di atas kasur terlihat senyum merkah menghiasi bibirnya, lantas pergi meningalkan kamarku.
Kenapa kelakuan ibu sangat aneh sekali awalnya dia geram sama yang namanya pak wahyu tapi barusan dia memaksaku menikahinya, terlihat pula ibu senyum senyum seperti orang kesenengan, apa jangan jangan ibu sudah tidak waras, tapi prasaan kemarin ibu baik baik saja.
Memikirkan ibu yang tiba tiba sipatnya sangat aneh, mataku pun mulai mangtup, mungkin obat yang kuminum tadi ada obat tidurnya.
*****
Sore hari aku terbangun dari tidur lelapku, walaupun males, pengennya tetap tidur agar terus bermipi dan tidak harus menerima kenyataan ini, namun hajatku memaksa untuk bangkit.
Aku dengan sempoyongan membuka pintu kamar, lalu berjalan perlahan menuju kamar mandi yang terletak di dekat dapur, setibanya dikamar mandi aku pun jongkok menunaikan hajatku, yang tertahan beberapa hari ini.
"Nanti kita beli mobil ya, lalu kita pindah dari kota ini, biar kita bisa menikmati masa tua, dengan tenang" sahut seseorang di balik tembok,
Kamar mandi rumahku bersebelahan dengan teras dapur hanya terhalang tembok, tapi suara yang ngobrol di luar, akan terdengar sangat jelas, karena ada pentilasi kamar mandi.
"Iya coba si tari tetap mengirim kita uang, kita tidak harus repot mendekati si wahyu, yang mata keranjang itu" ujar suara ibu membalas.
"Iya dia menghilang begitu saja, padahal dari si dini masih bayi dia tidak pernah telat mengirimi kita uang, sekarang udah setahun tidak ada kabar sama sekali, jangan kan uang, dihubungin aja susah, apa jangan jangan dia udah mampus" geretu suara bapak.
"Ngapain sih repot repot mikirin dia, sekarang udah ada si wahyu, yang siap nanggung hidup kita, tingal gimana kitanya, bisa gk maksa sidini nikah sama dia" ujar suara ibu mengingatkan.
"Sidini pasti mau lah bu, dan kalau pun menolak kita tinggal memaksanya, lagian kalau perempuan akad nikah dia tidak harus hadir, cukup bapa sama si wahyu saja yang harus hadir" balas suara bapak meyakinkan
"Kita berutungn yah di titipi sidini, gara gara dia kita tidak harus susah susah cari duit" ujar ibu.
Aku yang mendangar nama ku dibsebut sebut merasa heran, mengapa aku di bilang mereka titipan, terus tari itu siapa, pikiran ku bertanya tanya.
"Bapak bingung sama si tari kenapa dia menitipkan anaknya ke kita, kalau si dini anaknya ngapain tidak di urus sendri, kalau bukan ngapain juga dia repot repot nembiayayi dia sampai dewasa" ungkap suara bapak
"Ngapain sih masih mikirin dia pak, dia aja udah gak perduli lagi sama keluarga kita" timpal suara ibu
"Harus di pikirin lah bu, kan dia yang ngasih anaknya ke kita, nanti bisa repot kalau dia tau anaknya udah diikahkan, mana nikahnya sama aki aki, pasti dia akan menyalahkan kita" ujar suara bapak ketakutan
"Iya makanya setelah si dini menikah, kita harus buru buru pindah dari sini, jika dia mencari kita, dia tidak mugkin menumukan kita" saran ibu
"Iya, makanya kita harus paksa si dini supaya mau menikah, ibu awasi dia terus jangan sampai dia berbuat aneh aneh, nanti kita yang repot" saran bapak.
"Bapak tenang aja, kemrin ibu udah memasukan obat penenang agar dia tidak berontak sampai pernikahaan itu terjadi, makanya bapak lihatkan dia kerjaanya molor terus" ujar ibu merasa bangga
"Ibu memang hebat, bila perlu si dini kita kurung, samapai akadnya selesai" ujar bapak
Aku yang sedari tadi menyimak perkataan mereka, tak menyangka mereka punya niat seperti itu, rasanya ingin segera menghampiri, buat menanyakan kebenaran perkataan mereka, tapi mau bagai mana lagi perutku tidak bisa di ajak kompromi.
Setelah selesai aku bergegas menuju pintu untuk menghampiri mereka, tapi langkah ku seketika terhenti, otak waras ku mulai berjalan, kalau bertanya sekarng mungkin aku akan di anggap berontak, pasti mereka akan mengurungku, aku harus berpikir jernih untuk menyikapi masalah ini.