2. Sebuah Formalitas

1464 Kata
"Bangun!" Erwin menyingkap tirai yang ada di kamar hingga sinar matahari dapat masuk dengan sempurna. Sementara Velove yang sebelumnya tertidur di sofa, langsung mengerjap berulang kali. Masih mengenakan gaun pengantin, wanita itu menegakkan tubuh. Bersusah payah sekali mengumpulkan seluruh kesadarannya yang masih tercerai berai. "Cepat berkemas!" perintah pria itu kemudian. Nada dingin masih saja Erwin pertahankan. "Berkemas?" Velove bertanya dengan ragu-ragu. Ini masih pagi sekali. Untuk apa ia diminta berkemas. "Kamu mau ngusir aku?" Ada nada khawatir terselip dalam kalimat yang ia lontarkan. Dalam hati menebak-nebak apakah suaminya itu akan mengusir atau menceraikannya sekarang juga? Ayahnya bisa saja terkena serangan jantung kalau dirinya benar-benar bercerai padahal belum 24 jam menjalani pernikahan. "Ck!" Erwin berdecak. Sebenarnya malas sekali terlalu banyak berbicara dengan wanita di depannya. Tapi, kalau tidak dijelaskan juga susah. "Satu jam lagi kita berangkat ke bandara," jawab pria itu dengan raut wajah datar. Erwin terus saja memasang ekspresi yang sulit sekali untuk ditebak. Padahal, Velove sudah berpikir setelah kejadian semalam, Erwin tidak akan pernah mau lagi berbicara dengannya. "Bandara?" ulang Velove. "Kita mau ke mana? "Astaga. Nggak usah banyak tanya!" ketus Erwin tidak suka. Ia paling benci mendengar orang yang cerewet seperti ini. Lagi pula, apa susahnya untuk langsung mengerjakan yang ia perintahkan barusan. "Cepat berkemas. Aku nggak suka buang-buang waktu nunggu orang nggak penting macam kamu!" Pria itu lantas berlalu begitu saja. Sementara Velove langsung bangkit kemudian gegas membersihkan diri lalu menuruti perintah sang suami untuk segera berkemas. Dari sini, ia sepertinya sedikit paham kalau Erwin adalah tipikal pria tempramental yang tidak suka ucapannya dibantah. Mengenakan t-shirt dipadukan dengan celana jeans, Velove pelan-pelan menuruni anak tangga dengan membawa koper kecil di tangan kanannya. Begitu sampai di ruang tengah, ia bisa melihat bagaimana Erwin yang tampak menunggu sembari berbincang dengan seseorang dari balik ponsel miliknya. Menyadari Velove yang sudah siap, Erwin lantas bangkit lalu berjalan dengan cuek menuju mobil yang sudah tersedia di pelataran rumah. Keduanya langsung bergegas menuju bandara, bersiap untuk melakukan perjalan jauh. "Sebenarnya kita mau ke mana?" Memasuki terminal keberangkatan, Velove memberanikan diri untuk sekali lagi bertanya kepada Erwin. Ia hanya penasaran ke mana pria itu akan membawanya pergi sebentar lagi. Ia punya hak untuk tahu, kan? "Bulan madu." Dua kata itu berhasil membuat kening Velove langsung berkerut dalam. Ini kupingnya tidak salah dengar, kan? Setelah kejadian semalam, sekarang Erwin malah mengajaknya berbulan madu? Yang benar saja! "Nggak usah bingung," ucap Erwin kemudian. Ia seolah bisa membaca apa yang sedang Velove pikirkan sekarang. "Aku pastikan kamu nggak salah dengar. Lagi pula, bukannya pasangan yang baru menikah pasti menjalani yang namanya bulan madu?" Sindiran itu Erwin ucapkan seraya menoleh. Tatapan matanya yang begitu sinis membuat Velove semakin cemas sekaligus bergidik ngeri. "Tapi ... " Kali ini Erwin mendekatkan wajah. Pria itu berbisik pelan sekali. "Jangan kamu anggap bulan madu ini akan sama seperti apa yang pasangan-pasangan bahagia lakukan pada umumnya. Jangan mimpi! Aku nggak akan pernah biarin kamu hidup bahagia selama berada di sampingku." Velove menghela napas berat. Berusaha meyakinkan diri kalau ia akan baik-baik saja walaupun Erwin sudah berulang kali mengancam bahkan mengintimidasinya. Velove, Kamu harus kuat. Kamu pasti bisa melewati ini semua dengan baik. Kamu nggak boleh sedikit pun menyerah. Kalimat penyemangat itu terus saja Velove rapalkan dalam hati. Sebagai penghiburan diri kalau ia tidak boleh menyerah begitu saja. Sungguh, ia tidak ingin sedikit pun mengecewakan permintaan sang Ayah. Entah memang naif atau terlalu polos, Velove menganggap, apa yang sudah dipilihkan sang ayah adalah yang terbaik untuknya. Lantas, sepanjang perjalanan udara, waktu Velove habiskan begitu saja dengan tidur atau melamun. Sedang Erwin sendiri tampak sibuk membaca sesuatu entah pekerjaan atau apa pun itu dari balik tablet yang ia bawa. Pun begitu mereka sampai di tujuan, Velove tidak banyak bersuara. Ia memilih mengekori langkah Erwin kemana pun pria itu membawanya. Sampai akhirnya mereka sampai di hotel Edge yang berada di daerah Uluwatu, Bali. "Selamat atas pernikahannya, Pak Erwin dan Bu Velove," ucap salah satu petugas Hotel. Ia secara khusus mengantarkan keduanya hingga sampai ke kamar yang sudah disiapkan. "Semoga kalian berdua betah selama berada di Bali. Jika butuh sesuatu, bisa langsung hubungi saya, Keenan selaku pemandu tamu prioritas." Erwin mengangguk saja. Ketika petugas hotel sudah pergi dari kamar, gegas pria itu langsung meraih koper miliknya. Berjalan keluar tanpa berucap sepatah kata pun meninggalkan sang istri begitu saja. Lagi pula, Velove sudah menduga, mana mungkin juga Erwin sudi tinggal sekamar dengan dirinya. Malas mengambil pusing. Velove memilih untuk merapikan barang-barang miliknya ke dalam lemari. Setelah semuanya tersusun rapi, ia lantas merebahkan diri di kasur. Memejamkan mata sejenak sambil menunggu jam makan malam tiba. **** Velove terbangun tepat pukul enam sore ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Sedikit malas ia meraih benda pintar tersebut. Tepi, ketika mendapati nama Deasy yang tertulis di layar. Buru-buru dirinya bangkit lalu menerima panggilan tersebut. Ia yakin kalau sahabatnya itu pasti sedang kebingungan menunggu kabar. "Veee, kamu ke mana aja? Mentang-mentang pengantin baru, tau-tau hilang dari peredaran." Velove terkekeh pelan mendengar omelan Deasy. Sudah berteman sedari kecil, ia hapal benar tabiat sahabatnya yang satu itu. Mana bisa Deasy tidak mendengar suara atau ocehan dari dirinya. Pun begitu sebaliknya. Seperti ada yang kurang dalam hidup mereka kalau sehari saja tidak bertukar kabar atau cerita. "Sorry. Tadi aku emang sibuk diperjalanan. Ini juga baru sampai dan aku langsung istirahat," ungkap Velove. "Emangnya kamu ke mana? Honeymoon?" "Bisa di bilang begitu. Aku lagi di Bali sekarang. Dan nggak tau kapan bakalan balik ke Jakarta." Jangankan jadwal pulang, tujuan keberangkatan saja Velove baru tahu setelah sampai di bandara. Lagi pula, ia malas untuk banyak bertanya pada Erwin. Pria itu terlalu menyeramkan dan tidak bisa sedikit pun diajak untuk berkompromi. "Erwin ngajak kamu honeymoon beneran atau gimana?" tanya Deasy rada sangsi. Ia tahu sekali kalau pernikahan yang sahabatnya jalani sekarang ini hanyalah keterpaksaan belaka. Ini juga yang membuatnya khawatirkan sedari awal. Deasy takut Erwin melakukan hal-hal yang dapat menyakiti hati dan perasaan Velove. "Aku nggak mau kalau kamu sampai kenapa-kenapa," lanjut wanita itu kemudian. "Doain aja yang baik-baik, Des. Mau gimana pun, sekarang statusku udah jadi istri Erwin." Terdengar helaan napas pelan dari seberang sana. Tak berapa lama dilanjut dengan suara Deasy yang kembali bersemangat. "Ya udah, kalau begitu enjoy your party aja selama di Bali. Jangan lupa buat terus keep in touch. Paling nggak, kirim pesan biar aku nggak kepikiran kamu di sini. Kalau ada apa-apa, jangan lupa untuk hubungi aku." "Tenang aja. Aku pasti selalu kasih kabar ke kamu." Selepas menerima telpon dari Deasy, Velove memutuskan untuk membersihkan diri. Setelah berpakaian rapi, tadinya Velove memutuskan untuk jalan-jalan sore terlebih dahulu sembari menunggu sunset. Akan tetapi, baru saja hendak keluar, pintu kamarnya terdengar diketuk. Begitu dibuka, ada Keenan di sana yang mungkin ingin menyampaikan sesuatu kepadanya. "Permisi Bu Velove, maaf sebelumnya kalau saya mengganggu. Saya hanya ingin bertanya, apakah makan malam Bu Velove ingin di nikmati di kamar atau langsung di restoran saja. Kebetulan restoran di hotel kami memiliki banyak spot yang menarik. Ada indoor dan juga outdoor. Bahkan, Bu Velove bisa menikmati makan malam sembari melihat sunset sekaligus," jelas Keenan. Pembawaan pria itu yang begitu sopan membuat Velove sangat nyaman dilayani oleh pria yang umurnya mungkin sepantaran dengan Erwin tersebut. "Kalau begitu, biar makan malam langsung saja di restoran. Sekalian saya mau jalan-jalan dulu liat pemandangan sekitar." Keenan mengangguk. Pria itu bersiap untuk pamit. "Kalau begitu, kami tunggu keadatangan Bu Velove di restoran." Sepeninggalan Keenan, Velove langsung berjalan menyusuri setiap sudut hotel. Berkeliling hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengambil posisi duduk tepat di pinggir kolam renang sembari menikmati pemandangan sunset secara langsung. Lama Velove berada di sana. Bahkan tak sedikit juga makanan berat dan ringan ia pesan demi menemani malamnya yang semakin larut. Hingga tepat pada pukul 9.30, Velove beranjak. Pikirnya, ia harus kembali ke kamar sekarang juga. Namun, ketika dalam perjalanan menuju kamar, netra Velove jelas-jelas menangkap keberadaan sang suami. Tapi yang membuatnya terkejut, saat itu Erwin tidak sendiri. Pria itu jelas-jelas berjalan memasuki sebuah kamar resort dengan seorang wanita lain. Bahkan mereka berdua tampak saling berpelukan dengan mesra. Penasaran, Velove diam-diam mengikuti hingga sampai tepat di depan kamar yang Erwin masuki sebelumnya. Mengumpulkan seluruh keberanian, Velove mencoba untuk mengetuk pintu. Lama ia menunggu di luar hingga tak berapa lama, pintu tersebut akhirnya terbuka. Ada sosok wanita cantik dengan berapakaian minim melempar senyum ke arahnya. "Cari siapa?" Velove sempat terbengong sejenak. Malahan ia sempat mengagumi sosok wanita cantik yang berdiri tepat di depannya. Rambut yang panjang, kulit putih yang mulus, serta postur tubuh yang proporsional membuat wanita itu terlihat bagai maha karya sempurna yang Tuhan ciptakan. Ketika dirinya tersadar dari lamunan, buru-buru Velove menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya. "Maaf sebelumnya saya mengganggu. Kalau boleh saya tau, apa Erwin ada di dalam?" "Erwin?" ulang wanita itu. Namun, belum lagi sempat Velove menanggapi, sosok yang dicari tiba-tiba muncul dari arah belakang. Mendekati Velove, lalu melempar tatapan tidak suka. "Mau apa kamu kemari?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN