‘Di tempat manapun para bijaksana bertempat tinggal,
Ia harus memberi makanan kepada para pemimpin kehidupan suci yang berbudi.
Para dewa di sana yang memberitakan persembahan ini,
Mereka akan menghormatinya untuk hal ini.
Mereka menjaganya seperti seorang ibu terhadap puteranya,
Dan ia yang dijaga oleh para dewa akan berbahagia selamanya.’
Kemudian Sang Bhagavā bangkit dari dudukNya dan pergi.
Sunidha dan Vassakāra mengikuti persis di belakang Sang Bhagavā, dan berkata: ‘Gerbang manapun yang dilalui oleh Petapa Gotama hari ini, gerbang itu akan dinamai Gerbang Gotama, dan pelabuhan manapun yang Beliau gunakan untuk menyeberangi Sungai Gangga, pelabuhan itu akan dinamai Pelabuhan Gotama.’ Dan demikianlah gerbang yang dilalui Sang Bhagavā untuk keluar dinamai Gerbang Gotama.
Dan kemudian Sang Bhagavā sampai di Sungai Gangga. Dan saat itu, Sungai Gangga sedang meluap hingga seekor burung gagak dapat meminum airnya. Dan beberapa orang sedang mencari perahu, dan beberapa sedang mencari rakit, dan beberapa sedang mengikat sebuah rakit untuk menyeberang ke tepi seberang. Tetapi Sang Bhagavā, secepat seorang kuat dapat merentangkan tangannya atau melipatnya lagi, lenyap dari tepi sebelah sini Sungai Gangga dan muncul kembali di tepi seberang bersama para bhikkhu.
Dan Sang Bhagavā melihat orang-orang itu yang sedang mencari perahu, mencari rakit, dan mengikat rakit untuk menyeberang ke tepi seberang. Dan mengetahui maksud mereka, Beliau mengucapkan syair berikut ini di tempat itu:
‘Ketika mereka ingin menyeberangi lautan, danau atau kolam,
Orang-orang membuat jembatan atau rakit—Sang Bijaksana telah sampai di seberang.’Akhir dari bagian pembacaan pertama
Sang Bhagavā berkata kepada Ānanda: ‘Mari kita pergi ke Koṭigāma.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama para bhikkhu menuju Koṭigāma, dan menetap di sana.
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Para bhikkhu, adalah karena tidak memahami, tidak menembus Empat Kebenaran Mulia maka Aku dan juga kalian sejak lama berlari dan berputar dalam lingkaran kelahiran-dan-kematian. Apakah itu? Karena tidak memahami Kebenaran Mulia Penderitaan kita telah mengembara, karena tidak memahami Kebenaran Mulia Asal-mula Penderitaan, Lenyapnya Penderitaan, dan Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan maka kita telah mengembara dalam lingkaran kelahiran-dan-kematian. Dan dengan pemahaman, penembusan terhadap Kebenaran Mulia Penderitaan, Asal-mula Penderitaan, Lenyapnya Penderitaan, dan Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan, maka keinginan akan penjelmaan telah terpotong, dukungan terhadap penjelmaan telah dihancurkan, tidak ada lagi penjelmaan kembali.’
Sang Bhagavā setelah mengatakan ini, Yang Sempurna menempuh Sang Jalan setelah berbicara, Sang Guru mengatakan:‘Tidak melihat Empat Kebenaran Mulia seperti apa adanya,
Setelah lama melintasi lingkaran kehidupan demi kehidupan,
Hal ini telah terlihat, pendukung penjelmaan tercabut,
Akar penderitaan terpotong, kelahiran kembali telah selesai.’
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Koṭigāma, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan. Konsentrasi, ketika disertai moralitas, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Kebijaksanaan, ketika disertai konsentrasi, akan menghasilkan buah dan manfaat besar. Pikiran yang disertai kebijaksanaan akan sepenuhnya terbebas dari kekotoran, yaitu, kekotoran indriawi, penjelmaan, pandangan salah dan ketidak-tahuan.’
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Koṭigāma selama yang Beliau inginkan, Beliau berkata: ‘Mari, Ānanda, kita pergi ke Nādikā.’ ‘Baik, Bhagavā’, jawab Ānanda, dan Sang Bhagavā pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Nādikā, dimana Beliau menetap di Rumah Bata.
Dan Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā, memberi hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: ‘Bhagavā, Bhikkhu Sāḷha dan Bhikkhunī Nandā telah meninggal dunia di Nādikā. Kelahiran kembali di manakah yang terjadi setelah kematian mereka? , umat-awam laki-laki Sudatta dan umat-awam perempuan Sujātā, umat-awam Kakudha, Kālinga, Nikaṭa, Kaṭissabha, Tuṭṭha, Santuṭṭha, Bhadda dan Subhadda semuanya telah meninggal dunia di Nādikā. Di manakah mereka terlahir kembali?’
‘Ānanda, Bhikkhu Sāḷha, setelah menghancurkan kekotoran-kekotoran, dalam kehidupan ini mencapai, melalui pengetahuan-super-nya sendiri, kebebasan pikiran yang tanpa kekotoran, kebebasan melalui kebijaksanaan. Bhikkhunī Nandā, dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, telah terlahir kembali secara spontan, dan akan mencapai Nibbāna dari sana tanpa kembali ke alam ini. Umat-awam laki-laki Sudatta, dengan hancurnya tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian dan delusi, adalah seorang Yang-Kembali-Sekali yang akan kembali sekali lagi ke alam ini, dan kemudian mengakhiri penderitaan. Umat-awam perempuan Sujātā, dengan hancurnya tiga belenggu, adalah seorang Pemenang-Arus, tidak mungkin lagi jatuh ke alam sengsara, pasti mencapai Nibbāna. Umat-awam Kakudha, dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, telah terlahir kembali secara spontan, dan akan mencapai Nibbāna dari sana tanpa kembali ke alam ini. Demikian pula dengan Kālinga, Nikaṭa, Kaṭissabha, Tuṭṭha, Santuṭṭha, Bhadda dan Subhadda. Ānanda, di Nādikā lebih dari lima puluh umat-awam yang dengan hancurnya lima belenggu yang lebih rendah, telah terlahir kembali secara spontan, dan akan mencapai Nibbāna dari sana tanpa kembali ke alam ini. Dan lebih dari sembilan puluh, yang dengan hancurnya tiga belenggu dan melemahnya keserakahan, kebencian dan delusi, adalah seorang Yang-Kembali-Sekali yang akan kembali sekali lagi ke alam ini, dan kemudian mengakhiri penderitaan. Dan lebih dari lima ratus, yang dengan hancurnya tiga belenggu, adalah seorang Pemenang-Arus, tidak mungkin lagi jatuh ke alam sengsara, pasti mencapai Nibbāna.
‘Ānanda, bukanlah hal yang luar biasa bahwa seseorang yang hidup meninggal dunia. Tetapi bahwa jika engkau harus datang menemui Sang Tathāgata untuk menanyakan takdir dari setiap orang yang meninggal dunia, itu akan sangat melelahkan Sang Tathāgata. Oleh karena itu, Ānanda, Aku akan mengajarkan engkau cara untuk mengetahui Dhamma, yang disebut Cermin Dhamma, yang dengannya seorang siswa Ariya, jika ia menginginkan, dapat melihat sendiri: “Aku telah menghancurkan neraka, kelahiran-kembali sebagai binatang, alam setan, semua kejatuhan, takdir buruk dan kondisi menderita. Aku adalah seorang Pemenang-Arus, tidak mungkin terjatuh ke alam sengsara, pasti mencapai Nibbāna.”
‘Dan apakah Cermin Dhamma yang dengannya ia dapat mengetahui hal ini? Di sini Ānanda, siswa Ariya ini memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan dalam Buddha sebagai berikut: “Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, Buddha yang telah mencapai penerangan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, telah menempuh Sang Jalan dengan sempurna, Pengenal seluruh alam, Penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Suci.” Ia memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan dalam Dhamma, sebagai berikut: “Dhamma telah diajarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā, terlihat di sini dan saat ini, tanpa batas waktu, mengundang untuk diselidiki, mengarah menuju kemajuan, untuk dipahami oleh para bijaksana untuk dirinya sendiri.” Ia memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan dalam Sangha, sebagai berikut: “Sangha, siswa Sang Bhagavā, terarah baik, berperilaku lurus, berada di jalan yang benar, berada di jalan yang sempurna; yaitu empat pasang individu, delapan jenis manusia. Sangha, siswa Sang Bhagavā layak menerima persembahan, layak menerima keramahan, layak menerima pemberian, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Dan ia memiliki moralitas yang disukai oleh Para Mulia, tidak rusak, tanpa cacat, tanda noda, tidak saling bertentangan, membebaskan, tidak kotor, dan mendukung konsentrasi.
‘Ini, Ānanda, adalah Cermin Dhamma, yang dengannya seorang Siswa Ariya … dapat melihat sendiri: “Aku telah menghancurkan neraka … Aku adalah seorang Pemenang-Arus, … pasti mencapai Nibbāna.” (seperti paragraf 8)
Dan kemudian Sang Bhagavā, selagi berada di Rumah Bata, membabarkan khotbah terperinci: ‘Ini adalah moralitas, ini adalah konsentrasi, ini adalah kebijaksanaan …’ (seperti paragraf 2.4)
Dan ketika Sang Bhagavā telah menetap di Nādikā selama yang Beliau inginkan, … Beliau pergi bersama sejumlah besar bhikkhu menuju Vesālī di mana Beliau menetap di hutan Ambapālī.
Dan di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, seorang bhikkhu harus penuh perhatian dan berkesadaran jernih, ini adalah tuntutan kami kepada kalian!
‘Dan bagaimanakah seorang bhikkhu penuh perhatian? Di sini seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, sadar jernih, penuh perhatian setelah menyingkirkan segala kerinduan dan kegelisahan terhadap dunia, dan demikian pula sehubungan dengan perasaan, pikiran dan objek-objek pikiran. Demikianlah seorang bhikkhu penuh perhatian.
‘Dan bagaimanakh seorang bhikkhu berkesadaran jernih? Di sini, seorang bhikkhu, ketika berjalan maju atau mundur, sadar atas apa yang ia lakukan; ketika melihat ke depan atau ke belakang ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika membungkuk dan menegakkan badan ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika membawa jubah dalam dan jubah luar dan mangkuknya ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika makan, minum, mengunyah dan menelan ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika buang air ia sadar atas apa yang ia lakukan; ketika berjalan, berdiri, duduk atau berbaring, ketika terjaga, ketika berbicara atau ketika berdiam diri, ia sadar atas apa yang ia lakukan. Demikianlah seorang bhikkhu berkesadaran jernih. Seorang bhikkhu harus penuh perhatian dan berkesadaran jernih, ini adalah tuntutan kami kepada kalian!’
Saat itu Ambapālī si p*****r mendengar bahwa Sang Bhagavā telah tiba di Vesālī dan sedang menetap di hutan mangga miliknya. Ia mempersiapkan kereta terbaiknya dan berkendara dari Vesālī menuju hutannya. Ia berkendara sejauh yang dimungkinkan, kemudian turun dan melanjutkan dengan berjalan kaki ke tempat di mana Sang Bhagavā berada. Ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi, dan saat ia duduk, Sang Bhagavā memberikan nasihat, menginspirasi, memicu semangat dan menggembirakannya dengan khotbah Dhamma. Dan karena gembira, Ambapālī berkata: “Bhagavā, sudilah Bhagavā menerima makanan dariku besok bersama para bhikkhu!’ Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri, dan Ambapālī, setelah memahami penerimaan Beliau, bangkit dari duduknya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan, berbalik dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.
Dan para Licchavi dari Vesālī mendengar bahwa Sang Bhagavā telah tiba di Vesālī dan sedang menetap di hutan Ambapālī. Maka mereka mempersiapkan kereta terbaik dan berkendara keluar dari Vesālī. Dan beberapa Licchavi muda berpakaian biru, dengan kosmetik biru, baju biru dan perhiasan biru, sedangkan beberapa lainnya berpakaian kuning, beberapa berpakaian merah, dan beberapa berpakaian putih, dengan kosmetik putih, baju putih dan perhiasan putih.
Dan Ambapālī bertemu dengan para Licchavi muda itu, kereta mereka bersinggungan, sumbu roda bertemu sumbu roda, roda bertemu roda, gandar bertemu gandar. Dan mereka berkata kepadanya: ‘Ambapālī, mengapa engkau berkendara menyerempet kami seperti ini?’ ‘Karena, tuan-tuan muda, Sang Bhagavā telah diundang olehku untuk makan bersama para bhikkhu.’
‘Ambapālī, lepaskanlah persembahan makanan itu untuk seratus ribu keping! ‘Tuan-tuan muda, jika engkau memberikan seluruh Vesālī bersama penghasilannya aku tetap tidak akan melepaskan persembahan makan yang penting ini!’
Kemudian para Licchavi menjentikkan jarinya dan berkata: ‘Kita telah dikalahkan oleh perempuan-mangga ini, kita telah ditipu oleh perempuan-mangga ini!’ Dan mereka melanjutkan perjalanan menuju hutan Ambapālī.
Dan Sang Bhagavā, setelah melihat para Licchavi dari jauh, berkata: ‘Para bhikkhu, siapa yang belum pernah melihat para Dewa Tiga-Puluh-Tiga, perhatikanlah para prajurit Licchavi ini! Perhatikanlah mereka baik-baik, dan kalian akan mendapatkan gambaran akan para Dewa