Eps 5 Buntung atau Beruntung?

1289 Kata
Sudah berulang kali akau mencoba untuk menghidupkan mesin mobilku tapi tidak berhasil. Beberapa teman kampus juga mencoba untuk membantu hasilnya tetap tidak bisa. "Rel, akinya nih. Lo harus ganti dengan yang baru." ujar Tony sok tahu. "Gue telepon bengkel aja deh, thanks ya Ton." "Sama sama...gue tinggal gak apa apa Rel? ada kelas lagi soalnya." Tony melirik jam dipergelangan tangannya. "Gak apa apa Tony, sebentar lagi orang bengkel akan datang kok. Thanks!" lalu Tony berlari meninggalkanku, sepertinya sudah terlambat. Sekitar lima belas menit kemudian terlihat seorang Bapak mendekatiku. "Mbak Aurel?" tanyanya ragu ragu. "Saya Pak, hmm..Bapak dari bengkel ya?" Si Bapak mengangguk. "Silahkan di cek Pak mobil saya, mendadak mati gak mau di start." kuserarhkan kunci mobilku padanya dan dia mulai mengutak katik mobilku. Sambil menunggu aku duduk di trotoar dekat parkiran mobil. "Eh..Aurel?" kudongakan kepalaku. "Alex?" "Kenapa duduk disini?" "Ohh..mobilku mogok, tuh lagi dibenerin sama Bapak dari bengkel." Alex pun menghampiri montir dan terlihat bercakap cakap dengannya lalu kembali mendekatiku. "Dia belum tahu masalahnya Rel, dan sepertinya mobil kamu harus di derek untuk dibawa ke bengkel agar dapat dicek dengan peralatan yang lebih komplit." kugaruk garukan kepalaku yang tidak gatal ini, bingung. "Sudah, kamu pulang sama aku saja. Biar mobilnya dibawa ke bengkel. Ini bengkelnya kenalan kamu bukan?" Aku menganggukan kepalaku. "Teman Tante." jawabku. "Kalau begitu aman." lalu Alex melambaikan tangannya kepada montir. "Pak, mobilnya di derek saja. Nanti Mbak Aurel akan ke bengkel. Sekarang kami tinggal dulu bisa?" "Bisa Pak, mobil dereknya juga sudah dekat kok." "Rel, ada barang dari mobil yang hendak dibawa?" "Tas saja, yang lain biar ditinggal." jawabku. "Yuk, mobilku disana dekat kok." kuikuti langkah Alex. "Hm..Lex aku nunggu Dewi saja deh. Gak enak ngerepotin kamu." kuhentikan langkahku, Alex pun membalikan tubuhnya. "Gak apa apa kok, aku juga tidak ada urusan lagi." Akhirnya aku pasrah dan mengikuti kehendaknya. Mobil Alex sangat rapih dan bersih, "Mobil kamu bersih amat Lex? Baru cuci ya?" tanyaku mencoba mencarikan suasana. Alex hanya mengangguk tersenyum. "Kita makan dulu ya? kamu belum makan siang bukan?" "Belum...ngg..gak apa apa nih kamu makan siang denganku? Nanti Tamara marah?" "Marah? Tidaklah...jangan khawatir." Alex memarkirkan mobilnya di halaman sebuah restoran Thailand yang terlihat cukup ramai. "Kamu suka masakan Thailand Rel?" "Boleh juga." jawabku. Setelah memasan makanan, Alex kembali menanyakan tentang lokasi yang menurutku bagus untuk menikmati pemandangan malam. Kaget dan sedikit senang ternyata dia mengingat percakapan kami yang terpotong beberapa hari lalu di cafenya. "Menurutku sih, dari sekian banyak tempat yang sudah aku kunjungi tetap tebing dekat rumahku is the best." "Rumahmu?" "Ya, tapi untuk mencapai tebing itu penuh perjuangan. Tapi benar benar worth." kuancungkan kedua jempolku. "Dimana rumahmu?" "Bali." Alex memiringkan kepalanya. "Kamu tinggal di Bali?" "Yup...papa dan mama masih tinggal disana sekarang, weekend ini aku mau pulang...hm....aku kangen rumah." Dering ponsel Alex mengganggu pembicaraan kami. "Sorry, meeting ku dimajukan. Yuk, aku antar kamu pulang dulu." ujarnya sambil memanggil waiters. *** Akhirnya pesawat yang membawaku ke kampung halamanku mendarat dengan sempurna di Bandara Ngurah Rai. "Tante....siapa yang jemput kita ya?" "Semuanya gak sempat, jadi kita naik taxi saja." Jawabnya sedikit cemberut, aku hanya tersenyum melihatnya. Tante Rina adalah adik Mama yang paling kecil dan tidak heran agak sedikit manja. Kubuka pintu taxi dan segera mengambil tasku dan Tante. Kutinggalkan Tante Rina yang sedang membayar ongkos taxi. Tak sabar aku ingin menemui papa dan mama. "Ma...Pa..." teriaku memanggil mereka. "Ehh.Non Nova sudah datang." sambut Mbok Pah, asisten rumah tangga yang sudah bekerja di rumah ini sejak aku masih kecil. "Mbok!!" Nova kangen...." kupeluk Mbok Pah yang sudah kuanggap sebagai keluargaku sendiri. "Ihh..Non Nova sekarang kok kurus sih?" Mbok Pah memandangi tubuhku sambil memutar mutarkannya seperti sedang berdansa. "Mbok...cantik kan? kalau gemuk jelek Mbok!" jawabku tertawa melihat kelakuannya. "Mama sama papa mana Mbok?" "Mereka belum pulang Non. Biasa sore baru kembali. Sini tas nya Mbok bawakan ke kamar. Ehh....Bu Rina...apa kabar Bu." Mpok Rina menghampiri Tante dan mencium tangannya. "Baik Mbok. Kamarku untukku sudah dibersihkan Mbok?" "Sudah Bu, mari saya bawakan tasnya." ujarnya sambil mengambil tas kami dan menaiki tangga menuju lantai dua. *** "Nova...." terdengar suara mamaku memanggil, segera aku keluar kamar. "Mama....." panggilku sambil berlari menuruni anak tangga dan memeluk dan menciumnya. "Ihh...Nova...kamu kok kurus sih?" "Lah..Mama kok komentarnya sama sih dengan Mbok Pah? Gak kurus Ma..mungkin bajunya kali yah?" "Seperti nenek nenek kalau kurus kamu. Ayo..makan. Mama sudah masakin menu favorit kamu." "Papa mana Ma?" "Masih meeting, sepertinya malam baru balik." Akhirnya kami hanya bertiga menghabiskan masakan Mama yang sedap itu. "Kenyang banget Ma...nih perut buncit deh." ujarku sambil menunjukkan perutku yang sudah lebih maju dibanding biasanya. "Bagus, kamu harus perbaikan gizi." Jawabnya sambil melirik Rina. "Mbak..aku kasih makan loh! Itu kalau dia di rumah. Dalam seminggu bisa dihitung dengan jari dia makan di rumah Mbak." Tamat sudah, Tante Rina melaporkan kelakuanku di Jakarta. Bisa bisa aku dipaksa kembali ke sini deh. "Sibuk kuliah Ma, kan sudah semester akhir jadi banyak tugas tugas." jawabku membela diri. "Setelah kuliah kamu kembali kesini saja Nova, bantuin Leo dan Papa." perintah Mama, aku hanya diam tak menanggapinya. "Sepertinya ada yang lagi ngomongin kita nih Leo." suara khas Papa ikut nimbrung percakapan kami. "Papa..." langsung kupeluk dan menghujani dengan ciuman di pipinya. "Huhuu...udah gede tau! masih manja manjaan aja." ledek Leo. "Ihh bilang aja ngiri. Sini gue cium." kukejar Leo yang mencoba menghindariku. Dapat!! kucium kedua pipinya kemudian mencubit lengannya. "Rasain! sakit kan?" Leo meringis dan hendak membalas perbuatanku. Tapi aku bersembunyi dibalik punggung Papa lalu menjulurkan lidahku. "Leo, adikmu baru pulang. Ayo..jangan diisengin." Papa menegur Leo seperti biasanya. Leo hanya tersenyum. "Nov, nanti ke kamarku. Ada yang mau aku bicarakan yah!" Tumben, ada apa yah..penasaran jadinya. Kuikuti langkah Leo dari belakang sampai ke dalam kamarnya. " Ada apa sih? Bikin penasaran aja" ucapku sambil menghempaskan tubuhku di ranjangnya. "Kapan kamu lulus?" nada bicaranya cukup serius sekarang. "Masih 6 bulan lagi kali...kenapa? Gue gak mau disuruh bantuin di Hotel ya..." "Kenapa gak mau?" "Ntar diomelin sama Lo atau Papa...males banget." "Kerja sama orang juga sama diomelin kalau salah." "Tetep...mening diomelin sama orang lain dibanding diomelin sama kakak sendiri atau sama orang tua. BT nya lama tau." "Tapi gue kekurangan orang yang bisa gue percaya Nova. Please deh, grow up lah." Leo terlihat sedikit kesal dengan pendirianku. "Liat aja nanti deh, masih lama juga. Lulus aja belum." "Eh..Ka, lo udah punya pacar belum?" aku berusaha mengalihkan perhatiannya. "Kenapa tanya tanya? Ada calon buat gue?" Kujulurkan lidah sekali lagi. "Ogah nyariin...cari aja sendiri ah. Gue aja belum dapat dapat." "Lo masih nunggu cowok tetangga kita dulu?" Aku hanya diam, gak nyangka dia masih ingat dengan perkataan ku dulu. Flash Back "Kak..temenin yuk ke tebing di belakang rumah." rengek ku. "Nova, disana berbahaya. Memang Lo pernah kesana? Sama Siapa?" Aku terdiam dan menyesal mengajak dia tadi, sekarang aku harus menceritakan tentang cowok yang sering mengajaku kesana. "Sama itu tuhh...cowok tetangga kita." Ucapku perlahan, takut dimarahi. "Siapa? tetangga yang mana?" Leo sudah mulai tidak sabar. "Itu, anaknya Om Wahyu..." cicitku. "Ohh..Lintang maksud lo? Memang kalian sering kesana? Ngapai aja disana?" kugigit bibirku ketakutan. "Liat sunset sama bintang bintang doang kok." jawabku "Beneran cuma itu doang?" tanyanya semakin menyelidik. "Suer Ka...cuma itu doang." kuangkat kedua jari telunjuk dan tengahku. "Kamu masih kecil, jangan mau kalau diajak berdua saja. Lain kali kalau diajak lagi kasih tau gue ya.! Awas loh pergi bedua lagi. Paham?" segera kuanggukan kepalaku "Kak..jangan kasih tau Papa Mama ya....gue janji deh lain kali gue info ke lo dulu. Please..." Leo menatapku dalam dalam lalu menghela napasnya. "Ok, kali ini gue gak kasih tau mereka. Gak ada kesempatan kedua loh." ancamnya. Huhhh...benar benar menyesal aku mengajaknya tadi, sekarang aku jadi tidak bisa lagi pergi berdua dengan Lintang. Tapi...sudah beberapa hari aku tidak melihat dia, padahal dia suka lewat di depan rumahku dengan sepeda hitamnya. Kemana ya? Flash Back End
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN