Mobil jeep Javier sudah parkir di depan hostel—tepat ketika Alexa keluar dari lobinya. Pria itu membuka bagasi mobilnya untuk memasukkan tas kecil Alexa yang hanya berisi dua setel pakaian ganti. “Aku enggak menyangka wanita seperti kamu hanya membawa tas kecil seperti ini untuk bepergian, Lex,” ledeknya.
“Seperti aku itu seperti apa maksudnya, Jav?”
Mata Javier memperhatikan Alexa dari ujung kepala sampai kakinya, “Maksudku, kamu—cantik, biasanya wanita cantik itu memerlukan beberapa baju ganti, sepatu cadangan, bahkan tas cadangan untuk berganti-ganti,” ujarnya.
“Aku kabur kalau kamu ingat, jadi enggak sempat memikirkan itu semua,” sungut Alexa.
Javier mengangguk cepat, seraya membukakan pintu untuk Alexa masuk dan ia memutari mobilnya untuk masuk di kursi pengemudi. Kepalanya menoleh pada wanita cantik di sebelahnya, “Kamu siap?”
“Mau tidak mau ... aku harus siap, bukan begitu?” jawabnya sambil mengangguk.
Javier menyeringai tersenyum miring. Beberapa kali mata Javier mencuri pandang melihat ke arah Alexa dari balik bulu matanya. Ia pernah menyukai wanita ini beberapa tahun lalu dan rasa itu masih ada sampai sekarang. Namun ia sadar Alexa sedang memulihkan diri dari hubungannya yang baru saja kandas dengan mantan kekasihnya—David.
Sekarang wanita ini ada di kota yang sama dengannya, bahkan bekerja di perusahaan yang dipimpinnya. Ditambah saat ini Alexa akan berperan menjadi calon istrinya di depan ibunya nanti. Perut Javier terasa geli membayangkan betapa syok nanti ibunya mendapati dirinya tiba-tiba membawa calon menantu untuknya.
Dahi Alexa berkerut memperhatikan Javier dari balik bulu matanya yang lentik, “Kamu kenapa senyum-senyum?”
“Huh?”
“Jav?”
“Aku sedang membayangkan ibuku pasti senang sekali mendengar aku sedang dalam perjalanan menuju ke Valencia dengan calon istriku,” ujar Javier sambil terkekeh.
Alexa berdecak pelan, “Calon istri palsu...,” selanya. “Memangnya selama ini kamu enggak pernah ngenalin pacar kamu ke ibu kamu, Jav?” tanya Alexa sambil menatap ke depan.
Javier menggeleng. “Selain aku tidak punya hubungan yang serius, aku juga terlalu sibuk untuk hal itu,” kelitnya.
Alexa menelan ludahnya, mungkin saja ini yang dirasakan David—pria itu memang tidak serius dalam menjalani hubungan dengannya—dan parahnya Alexa baru menyadarinya ketika dirinya sudah berbadan dua. Ia mendengkus pelan sambil terkekeh. “Apa ibumu tahu kalau ‘pacar anaknya’ yang sekarang adalah orang Indonesia?”
“Ayahku keturunan Indonesia, Lex,” sahutnya cepat.
“Ah ya, aku bahkan lupa kita sedang bicara dengan bahasaku saat ini,” ujar Alexa sambil memiringkan senyumnya.
“Ibuku juga berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia denganku—lebih seringnya—ini untuk mengenang ayahku,” ujar Javier dengan ekspresi sendu.
Alexa menoleh sambil menganggukkan kepalanya, “Sepertinya ibumu adalah wanita yang mempunyai toleransi tinggi ya Jav—tidak heran kamu juga seperti itu,” cetusnya.
Kedua alis Javier berkerut sambil memandang ke arah Alexa, “Kamu memujiku?”
“Kamu pria yang baik, Jav. Pegawaimu menyukaimu, aku belum melihat kamu marah-marah pada pegawaimu seperti bos-bos lain yang pernah kutemui,” puji Alexa lagi.
Javier tertawa pendek, “Tapi aku bisa marah juga, Lex,” katanya.
“Aku belum bisa membayangkan kalau kamu marah akan seperti apa,” cetus Alexa.
Dalam menit berikutnya Javier dan Alexa sibuk menyepakati bagaimana cara dan di mana mereka bertemu, sejak kapan mereka menjalin hubungan dan alasan Alexa ada di Spanyol saat ini. Pembahasan berlanjut tentang warna favorit, makanan kesukaan, juga binatang peliharaan.
Pembicaraan ini membuat Alexa gugup, terlebih ketika mobil sudah mendekati rumah ibu Javier. “Kenapa kamu enggak bilang sebelumnya kalau ibumu orang yang detail, Jav!” sergah Alexa sambil memasang wajah bersungut-sungut.
“Tenang saja, selain detail ibuku itu orang yang sangat ramah dan suka memaksa,” goda Javier dan mendapati mata Alexa yang membesar.
***
Mobil Javier memasuki pekarangan sebuah rumah dengan halaman yang luas, mungkin kira-kira bisa menampung sepuluh mobil di tempat itu. Seorang pria paruh baya menghampiri mobil dan menyapa Javier dengan ramah.
“Javier! Senang bertemu Anda lagi,” ujarnya sambil membukakan pintu.
“Ernesto! Senang melihatmu tetap bugar man!” sahutnya dengan antusias yang sama.
Javier meloncat dari mobilnya yang tinggi dan memeluk pria tersebut. Kemudian ia melihat ke arah Alexa yang mengikutinya turun dari mobil dan menghampiri mereka, “Kenalkan, ini Alexa ... ehm Lex, ini Ernesto, dia pengurus rumah ini,” ujarnya.
Alexa menyambut pria berkumis yang menyodorkan tangannya itu. Sambil tersenyum ia berujar, “Alexa.”
Ernesto membuka topinya dengan tangan yang satunya, “Ernesto,” sahutnya membalas senyum Alexa sambil setengah membungkuk. “Anda lebih cantik dari yang saya bayangkan,” balas Ernesto melirik ke arah Javier. “Saya tidak pernah meragukan pilihan Javier—tentu saja,” selorohnya. “Biar saya bawakan barang-barang Anda, Mrs. Esmy sudah tidak sabar menunggu kedatangan kalian berdua,” imbuhnya lagi.
Javier tertawa pendek, “Hh—yeah, tentu saja,” gumamnya pelan.
Alexa memandangnya curiga sembari mengikuti langkah Javier menuju ke dalam rumahnya.
Satu meter lagi mencapai pintu masuk, dua orang wanita keluar dari sana sambil berteriak, “JAVIER!” Dan berdua menubruk tubuh Javier untuk dipeluknya. Sepertinya mereka memang sudah lama tidak bertemu. “Oh nak, Mom sangat rindu kamu,” ujar wanita yang satunya. Kemudian keduanya melepaskan Javier dan mengarahkan pandangannya ke wanita yang ada di sebelah Javier.
Alexa memperhatikan kedua wanita yang terlihat mirip tersebut. “Hai...,” sapanya gugup sambil menggoyangkan tangannya.
“Kamu Alexa??” tanya keduanya hampir bersamaan, dan wanita yang satunya memeluk Alexa setelah kepala Alexa mengangguk pelan dengan ekspresi aneh. Wanita itu menjauhkan sedikit dirinya, namun masih memegang tangan Alexa, ia memandang ke arah anak lelakinya dengan ekspresi marah, “Javier! Kamu punya pacar cantik begini enggak pernah bilang Mom sih!” makinya dalam bahasa Inggris. “Is she Indonesian?”
Javier mengangguk sambil tersenyum bangga, ia memandang Alexa. “Aku mau kasih Mom kejutan,” kelitnya. “Lex, ini ibuku, Esmy ... dan ini....” Ia beralih pada wanita yang satunya, “ini Shila, tanteku,” ujar Javier dalam bahasa Indonesia—memperkenalkan dua wanita yang sedang memperhatikan Alexa itu.
“Halo Alexa ... Shila,” ujar Shila sambil menyodorkan tangannya. “And English, please...” cetusnya dengan nada protes.
Lalu Esmy menarik tangan Alexa masuk ke dalam rumah. Ia memerintahkan Ernesto agar memberitahu orang dapur untuk membawakan makanan ke meja di taman belakang. Sementara itu Alexa dengan pandangan kebingungan menatap Javier yang berjalan di sampingnya.
Setelah mempersilakan Alexa untuk duduk barulah Esmy melepaskan tangannya. Wanita paruh baya itu masih tetap terlihat cantik, bahkan tidak terlihat kalau ia adalah wanita yang berusia lima puluhan. Esmy adalah wanita asli Valencia, ia lahir dan besar di kota ini. Bertemu dengan ayah Javier juga di kota ini, karena ayah Javier yang bekerja dan menetap di Spanyol. Suaminya berdarah campuran Spanyol-Indonesia. Maka ketika Javier mengatakan bahwa Alexa adalah orang Indonesia, Esmy malah makin bersemangat.
“Neneknya Javier orang Indonesia,” ujarnya memulai pembicaraan. “And I love Indonesia, just so you know,” tambahnya.
Alexa mengangguk sambil memandang Javier yang duduk di sebelah ibunya—bukan di sebelahnya. Sedangkan sang tante, Shila duduk di sebelah Alexa.
“Keluarga kamu pindah ke Spanyol juga Alexa?” tanya Esmy.
Alexa menggeleng pelan sambil tersenyum kecil, “Hanya saya saja,” jawabnya singkat.
“Kapan kalian bertemu?” tanyanya lagi, diikuti dengan anggukan kepala dari Shila sambil memandangnya ingin tahu.
Sekilas Alexa memandang ke arah Javier yang mengulum bibirnya, “Kami bertemu tiga tahun lalu, tapi menjadi lebih dekat kurang dari satu tahun ini,” sahutnya.
Esmy dan Shila mengangguk bersamaan, mata Esmy memandang anak lelakinya, lalu ia memukul bahu Javier, “Dasar anak ini! Itu kan cukup lama! Kenapa kamu tidak bilang apapun sama Mom?!” tukasnya marah.
Javier memegangi bahunya yang dipukul, “Karena itu sekarang aku bawa Alexa untuk bertemu Mom ... karena belakangan Mom sangat cerewet sekali soal pasanganku,” ujarnya sambil melirik Alexa.
Esmy menghela napasnya, “Ya sudah, jadi kapan kalian akan menikah?”
Mendadak tenggorokan Alexa terasa gatal, ia terbatuk berkali-kali mendengar pertanyaan ibu Javier. Tidak mungkin, batinnya. Tidak mungkin ia menikah dengan Javier, karena ia tidak sendirian dan ia merasa belum siap untuk mengatakannya pada Javier. “M-menikah??” tanyanya dengan ekspresi syok.
Javier berdeham beberapa kali berusaha untuk tenang, karena ia tidak menduga ibunya akan begitu saja menerima Alexa sebagai calon menantunya. “Mom, please jangan membuat Alexa takut. Kita belum pernah membahas rencana itu secara serius,” ujarnya dalam bahasa Spanyol, “lagipula, kami masih dalam tahap untuk lebih saling mengenal, karena Alexa juga belum lama berada di Spanyol. Selama ini kami kan berhubungan jarak jauh,” ujarnya mengarang dengan bumbu kebohongan yang dikemas masuk akal. Alexa hanya memandang manik mata Javier yang ia artikan sebagai ekspresi ‘kamu tenang saja, ibuku tidak akan membicarakan masalah pernikahan lagi’, semoga saja aku tidak salah mengartikan raut muka pria itu, batinnya.
“Jadi setahun ini kalian pacaran jarak jauh?” sambar Shila, tantenya.
Keduanya mengangguk bersamaan sambil saling berpandangan. Alexa merasa jantungnya acak-acakkan saat ini. Ia harus berbohong dan merasa tidak enak karena ibu Javier terlihat sangat baik dan sudah menyambutnya dengan hangat.
Esmy menggeleng seraya mengibaskan tangannya, “Tidak masalah hubungan jarak jauh sekalipun, kalian terlihat saling mencintai dan yang pasti kalian berdua sangatlah cocok! Bukan begitu, Shila?” tanyanya meminta dukungan adiknya.
“Ya ya itu benar! Aku dan Esmy yang akan mengurus pernikahan kalian berdua,” sahut Shila.
Mata Alexa membulat, dan tenggorokannya benar-benar tercekat sekarang, ia merasa terjebak dalam situasi rumit dan kemungkinan akan sulit untuk menghindar lagi. Ini gara-gara Javier, batinnya.
“Aunt Shila—.”
“Ssh tenang saja Jav, aku tahu kamu kan orang yang sibuk, aku dan ibumu yang akan mengurus segalanya, bukankah begitu Esmy?” Giliran Shila meminta dukungan kakaknya.
“Of course!”
Dengkusan napas terdengar dari mulut dan hidung Javier. Mata cokelatnya memandang Alexa yang kebingungan, tidak tahu harus melakukan apa. Ibu dan tantenya adalah pasangan yang kompak dalam memaksa atau mendesak seseorang melakukan sesuatu sesuai keinginan mereka.
“Kalau kalian belum membicarakannya, maka bicarakan saja sekarang juga. Keluarga Phillo harus punya keturunan Jav! Kamu tahu itu kan?”
Javier menghela napasnya panjang sambil bergumam pelan, “Oh please don't say that again, Mom,” keluhnya.
Esmy meraih lagi tangan Alexa dan digenggamnya, “Mom ingin kalian menikah secepatnya dan berikan Mom cucu, sebelum Mom mati,” ujarnya serius.
“Mom!” tegur Javier tidak suka.
***
Mata Alexa mengedar mengamati kamar Javier. Kamarnya di d******i dengan warna hitam putih. Dindingnya semua bercat hitam, perabot dan tempat tidurnya berwarna putih, demikian juga dengan pintu-pintu yang ada pada ruangan ini.
“Wow, untuk kamar pria, ini sangat rapi, Jav.”
“Tapi aku enggak tidur di sini, Lex. Pasti mom menyuruh seseorang untuk merapikan kamarku,” sahutnya.
Alexa mengangguk. “Ya kau benar juga.”
Dengan tetap melangkah masuk lebih dalam ke kamar Javier, Alexa menyahut, “Aku benar-benar merasa enggak enak harus berbohong Jav.” Ia menghela napasnya panjang sambil merebahkan bokongnya di tepi tempat tidur dan memandang ke arah Javier. “Lagi pula, ibu kamu pasti mempunyai calon yang cocok untuk kamu, kenapa enggak dicoba dulu, sih?” tanya Alexa penasaran.
Javier berdecak sambil tersenyum, “Kamu pikir aku belum pernah bertemu dengan calon-calon yang mom sodorkan untukku? Enggak ada yang menarik perhatianku, Lex dan aku enggak mau menghabiskan sisa hidupku dengan wanita yang enggak aku kenal....”
“Lalu sekarang kita harus gimana?”
Javier tiba-tiba berlutut dan menyentuh kaki Alexa, ia menelan ludahnya, seakan sulit untuk bicara. “Pertama aku minta maaf karena desakan ibuku dan Aunt Shila tadi. Tapi aku jadi berpikir hal lain untuk membuat mereka tidak mendesak kita lagi...,” katanya setengah berbisik dan menggantung.
Kening Alexa berkerut.
“Lex, bantu aku lagi ya. Menikahlah denganku—.“ Javier berhenti bicara karena terkejut melihat Alexa yang tiba-tiba beranjak dari duduknya dengan gusar.
“Kumohon jangan melewati batas, Jav. Aku enggak bisa!” potong Alexa dengan jantung berdebar.
Javier ikut berdiri dan meraih kedua tangan Alexa. “Maaf, Lex. Aku janji ini hanya pernikahan pura-pura, aku tidak akan menyentuhmu kalau kau tidak mau....”
“Maksud kamu?”
“Lex, bukankah akan lebih menguntungkan untukmu—menikah denganku? Kalau kamu berniat tinggal dalam jangka waktu yang lama di negara ini, menikah denganku adalah solusi. Ditambah kamu enggak perlu susah-susah mencari tempat tinggal. Ayo pikirkanlah Lex,” ujarnya masuk akal
“Maksud kamu apa Jav?”
“Kita menikah tiga bulan, dalam waktu itu aku tidak akan menuntut apapun darimu. Kamu bisa pegang kata-kataku,” sambung Javier.
Mata Alexa membesar, kali ini Javier keterlaluan. Ia menghela napasnya berat, membalikkan tubuhnya membelakangi pria itu. Ia sedang berpikir keras. Ia memang membutuhkan dana untuk persalinannya nanti dan perlu tempat tinggal. Jika ia menikah dengan pria ini, artinya ia akan tinggal di rumah Javier selama perjanjian berlangsung—lumayan menghemat. Sedangkan gaji yang ia dapat akan ia tabung untuk biaya lain yang pasti akan ia perlukan untuk menghidupi anaknya nanti.
Tiga bulan adalah waktu yang cukup untuk tetap menyembunyikan perutnya yang akan semakin membesar.
"Bagaimana?" tuntut Javier.