8. 1st N I G H T

1745 Kata
Alexa menutup layar ponselnya sambil menghela napas dan membuat Javier yang berada di sudut kamar menoleh padanya. Alexa meraih satu bantal dan berjalan menghampiri Javier yang berdiri di dekat sofa, “Karena kamu laki-laki, aku yang tidur di kasur dan kamu di sofa, okey?” cetusnya seraya meletakkan bantal pada posisi nyaman. “Apa kamu perlu selimut?” tanyanya. Javier menggeleng sambil duduk di sofa putih yang panjang, kira-kira cukup untuk dirinya merebah di sana dengan nyaman. “Kamu terlihat kesal ... ada apa?” “Duh, kamu benar-benar pengamat gerak-gerik ya,” sahut Alexa bermaksud kembali lagi ke tempat tidurnya. Namun niatnya tertunda ketika pintu kamar mereka berbunyi, ‘tok-tok’, seseorang mengetuknya cukup keras. Padahal ini sudah jam 11 malam, “Javier!” Suara Esmy begitu jelas terdengar. Sontak saja Javier meraih bantalnya dan berlari menuju tempat tidur dan merebahkan dirinya di sana, tidak lupa ia membuka kausnya dan menyembunyikannya di bawah bantal dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya sebagian. Giliran Alexa yang kebingungan melihat tingkah Javier yang spontan seperti itu, belum sempat ia menyusul Javier ke tempat tidur, pintu kamar terbuka dan wajah Esmy yang sumringah muncul di sana. “Aw maaf kalau Mom menggangu ... Mom hanya bermaksud memberikan ini,” ujarnya seraya menyodorkan sebuah botol kecil berisi cairan berwarna hitam pada Alexa, “buat stamina kalian berdua dalam usaha memberikan Mom cucu,” katanya sambil terkekeh dan melirik ke arah Javier yang bertelanjang d**a di belakang Alexa. “Selamat kerja keras anakku!” ujarnya seolah memberi semangat dengan memberikan acungan jempol pada Javier. Alexa menaikkan kedua alisnya dengan mulut yang terkatup rapat. Dalam hati ia merasa tidak enak sudah berbohong pada ibu mertuanya ini, namun di sisi lain ia ngin tertawa melihatnya begitu semangat untuk mendapatkan cucu dari Javier. Alexa hanya bisa mengangguk ketika Esmy berbisik padanya sebelum keluar dan menutup pintunya, “Sebaiknya kamu kunci pintunya, Alexa. Kalau aku terlambat sebentar saja tadi ... eh sudahlah, yang pasti jangan lupa minum dulu cairan yang aku berikan,” tukasnya. Alexa mendorong pintunya perlahan sambil menguncinya, lalu ia menoleh ke arah Javier yang sudah mengenakan lagi kausnya dan kembali ke sofa sambil mengacak-acak rambutnya. Dan tawa Alexa tidak tertahankan lagi, ia tertawa terbahak sambil melangkah mendekati Javier. “Minum ini!” katanya seraya memberikan botol kecil yang ia pegang pada Javier. Mata Javier membesar sambil berdesak, “Ck! Kamu tahu ini cairan apa?!” “Kata ibu kamu, itu untuk membuat stamina kamu kuat.” Alexa terkekeh pendek, “selamat bekerja keras ya!” goda Alexa seraya kembali ke tempat tidurnya. Javier memandangi punggung Alexa sambil menggerutu yang dibuat-buat. Ia juga merasa lucu dengan hal yang baru saja terjadi. Matanya mengarah pada istrinya, ya Alexa sudah menjadi istrinya yang sah—walau ada perjanjian kontrak antara mereka—tetap saja Alexa adalah istrinya. Ia melihat wanita itu mulai merebahkan tubuhnya di atas kasur. “Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi,” ujarnya. “Kekesalanku enggak ada hubungannya sama kamu, Jav,” sahut Alexa sambil menarik selimutnya. “Lalu berhubungan dengan siapa?” Alexa terdiam sejenak, “Ehm ... David—dia mengajukan pertemanan lagi di i********:,” ungkap Alexa. Javier memutar posisi duduknya menghadap ke arah Alexa, “David?” Alexa mengangguk sambil memejamkan matanya sebentar, “Iya....” Javier merasa ada yang aneh di dadanya. Untuk apa David mengajukan pertemanan lagi pada Alexa, apa David bermaksud ingin kembali lagi pada wanita—yang sekarang menjadi istrinya—itu? Benaknya berkecamuk gelisah. “Lalu?” “Ya aku abaikan lah!” Bagus, batin Javier lega. “Kira-kira kalau aku membagikan foto pernikahan kita di i********:, enggak masalah kan ya?” tanya Javier. Alexa menggeleng, “Untuk apa Jav? Toh kita cuma menikah bohongan,” sahutnya mulai resah, karena ia tahu bahwa Katrina mengikuti akun Javier. “Tapi aku sudah mem-posting foto cincin pernikahan kita,” ujarnya seraya menyentuh dan menggerakkan layar ponsel dengan jarinya. Alexa merubah posisi tidurnya menjadi duduk seketika, “APA?!” “Ya ampun, reaksi kamu berlebihan deh, Lex,” ujar Javier yang terkejut karena tiba-tiba Alexa datang untuk merebut ponselnya. Mata Alexa mengamati beberapa komentar yang masuk, sekilas tidak ada satu namapun yang ia kenal. Namun seketika pandangannya terpaku pada sebuah komentar dari nama Katrina di laman i********: Javier. Katrina mengomentari gambar dua cincin platinum dengan berlian Blue Diamond yang tidak terlalu besar—ini jelas permintaannya yang ditambah dengan ancaman bahwa ia tidak akan mau memakainya kalau berliannya begitu mencolok—yang di-posting Javier. Baru seminggu jadi tunangan pria itu sudah dua cincin berlian ia dapatkan, Alexa berdecak dalam hatinya sembari menggeleng samar.   ‘Congratulation ya Javier’ Bunyi komentar Katrina dengan keterangan tertulis di sana, ‘10 minutes ago’. Kira-kira apa yang membuat anak itu masih membuka matanya pada jam tengah malam begini—dan menjelang pagi di Jakarta? Walau hatinya ragu, tapi ia setengah yakin bahwa sahabatnya itu akan menghubunginya sebentar lagi demi menanyakan soal postingan Javier itu. Keyakinannya menjadi seratus persen ketika ia mendengar bunyi notifikasi pada ponselnya. Dan masuklah pesan pribadi dari Katrina. [Xa! Sorry ganggu malam pengantin kamu.] [Kamu masih ingat Javier kan? Yang pernah naksir kamu dulu itu, dan dia tinggal di Spanyol?] [Dia sudah tunangan Xa, enggak tahu juga sama siapa—enggak ada gambar orangnya. Tunangan atau menikah enggak tahu juga deh. Tapi dia posting foto cincin pernikahan gitu di i********:. Kok bisa barengan ya sama pernikahan kamu ya Xa?] Rentetan pesan Katrina masuk beruntun, sama persis ketika berbicara langsung dengannya, saat ia nyerocos panjang lebar tidak tentu  arah. Sambil menghela napas pendek Alexa menjawab pesan sahabatnya itu. Jelas saja dia ingat, orang yang sedang dibicarakannya sekarang kan sedang bersamanya dalam satu kamar. Pesan Katrina masuk lagi, [By the way ini kan malam pengantin kamu ya, lagi sibuk enggak?] Pertanyaan konyol, mana ada orang bertanya begini pada pengantin baru, coba? [Xa, ck kamu pasti lagi sibuk sih ya. Jangan lupa besok cerita dan share foto pernikahan kamu ke aku ya ... ya sudah selamat melayani suami ya.] Gendeng, batin Alexa sambil terkikik dalam hati. Alexa merasa tidak enak hati tidak membalas pesan temannya. Namun ia terpaksa mengabaikannya dan akan meneleponnya besok pagi waktu Spanyol. Matanya kembali ke arah Javier yang sudah meletakkan ponselnya, tapi malah berdiri dan mengambil mac book-nya dan menghidupkannya. “Kamu ngapain?” “Cek email,” jawabnya tanpa menoleh ke arah Alexa. “Kamu bekerja?” “Bukan juga, hanya saja aku belum ngantuk dan ini untuk mengalihkan pikiran ... kamu tidur saja,” ujarnya. Alexa menelan ludahnya, maksud Javier dengan mengalihkan pikiran itu apakah sama dengan apa yang ada di kepalanya? Tapi ia urung menanyakan hal tersebut karena takut berkepanjangan. Alih-alih menanggapi lagi jawaban Javier ia memilih memejamkan matanya dan tertidur dengan pulas. *** Mata Alexa terbuka sepenuhnya dan mendapati kamarnya masih dengan cahaya remang-remang. Ia menolehkan kepalanya ke arah sofa dan mendapati Javier yang masih tertidur pulas dengan kaki memeluk sandaran sofa. Bibirnya tidak bisa menahan senyumnya. Ia bangkit dan menghampiri pria itu dan mengamatinya. Bisa-bisanya ia membiarkan pria tampan ini tidur dengan posisi mengenaskan seperti ini—kaki dan tangannya berada di sandaran sofa. Alexa buru-buru mengambil ponselnya dan mengabadikan momen tersebut. Dalam hati ia berniat untuk menceritakan tentang kondisi dirinya dan lebih membuka diri terhadap Javier. Setidaknya ia bertekad untuk tidak lagi berbohong pada pria itu. Dan juga kepada sahabatnya, Katrina. Seolah ada hubungan telepati, tidak lama setelah ia memikirkan hal itu, ponsel Alexa berbunyi, kali ini adalah panggilan video call dari sahabatnya yang ada di belahan dunia lain itu, Katrina. Mata Alexa beralih ke Javier yang masih terlelap dengan posisi tidurnya yang kurang nyaman. Alexa menarik napas panjang sambil memandangi ponselnya yang masih terus bergetar karena panggilan Katrina. Dengan satu tarikan helaan napas sekali lagi, ia menjawab panggilan tersebut setelah sebelumnya ia mencari posisi yang aman dan menggunakan ear-phone—ponsel membelakangi Javier—Alexa menggeser layar dan muncullah wajah Katrina pada layar ponselnya. “Xaxa!” “Hai,” jawabnya. “Pengantin baruuuu ... gimana rasanya?” “Serius nanya rasanya?” Katrina berdecak, “Xa, kamu sudah baca DM (Direct Message) tadi pagi kan?” “Pagi di sana, di sini tengah malam Kat!” Mata Katrina membesar, “Hah?” “Eh! Ups!” Alexa mengatupkan bibirnya merasa sudah keceplosan bicara. “Maksudnya di sana tengah malam? Kamu ada di negara bagian mana Xa?” desak Katrina ingin tahu. “Ya ampun ternyata kamu di luar negeri ya....” Alexa menelan ludahnya sambil mengangguk pelan dan melirik sebentar ke arah Javier yang masih pulas. “Iya Kat,” jawabnya sambil memutar ponselnya dengan perlahan ke arah Javier. “Itu suami aku,” akunya. “Suami kamu tidur di sofa?” Alexa memutar lagi ponselnya ke arahnya dan mengangguk pelan. Giliran mata Katrina syok di seberang sana sambil menutup mulutnya dengan satu tangan. “Kamu di kamar kan Kat?” Kepala Katrina mengangguk cepat, “Xa, kenapa jantung aku berdebar ya?” “Itu tandanya kamu mau ciuman sama cowok yang kamu suka,” sahut Alexa menggoda sahabatnya. “Hiish!” balas Katrina. “Cepat cerita kenapa bisa suami kamu tidur di sofa? Apa dia enggak mau nyentuh kamu, karena kamu hamil Xa?” Alexa menggeleng dengan lesu, “Kat, sebenarnya dia enggak tahu....” Mata Katrina kembali membesar, sampai Alexa berpikir mata sahabatnya itu akan lepas. “Kamu ... Xa ... duh ... terus??” “Kamu sudah lihat suamiku tadi kan? Kamu kira-kira tahu enggak siapa dia?” “Heh! Aku enggak lihat muka, cuma punggung sama bokongnya aja, mukanya menghadap ke badan sofa, mana kelihatan bambaaaang!” “Eh iya,” Alexa cengar cengir sendiri sembari melihat ke arah Javier yang bergerak dan memutar tubuhnya. “Sebentar Kat, suami aku bangun,” katanya seraya menghampiri Javier. “Pagi....” sapa Alexa. Mata Javier terbuka dan memandang ke arah Alexa, “Hai ... pagi...,” balasnya sembari mengusap matanya. “Dia bisa bahasa Indonesia, Xa? Aku pikir kamu menikah sama bule.” Suara Katrina terdengar di telinga Alexa. “Kamu lagi telepon?” tanya Javier. “Aku mau kenalin kamu sama seseorang,” cetus Alexa seraya mengambil posisi duduk di sebelah Javier yang sudah merubah posisinya—duduk di sofa—sambil meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. “Owh, oke....” Alexa mengarahkan kamera ponselnya kepada Javier sambil membuka ear-phone-nya, di mana pada layarnya ada wajah Katrina. Dengan santainya Javier melambaikan tangan pada Katrina yang ada di layar. “Hai Kat,” sapanya. Mata Katrina lagi-lagi membelalak tidak percaya pada apa yang dilihatnya. “ASTAGANAGA!! JAVIER??!!” Javier terkekeh melihat reaksi Katrina, lalu Alexa menjauhkan ponselnya dan memasukkan dirinya juga dalam kamera, ia melirik ke arah Javier, “Ini suami aku, Kat. Sudah kenal ya,” ujarnya. “Ya Tuhaaaaan!” Suara Katrina menggema di ruangan. Alexa terpaksa harus mengecilkan volume-nya demi tidak menimbulkan kecurigaan di luar sana. ”Jadi ... kamu menikah sama Javier, Xa?!!” pekiknya masih tidak percaya. “Kamu di Spanyol?” Alexa mengangguk pasrah. Tampak Katrina menghela napasnya panjang, “Memang jodoh enggak kemana ya?!” sahut Katrina dari ujung sana. “Jadi cincin di posting-an Javier itu cincin kalian berdua?” simpulnya. Spontan Alexa dan Javier memamerkan cincin yang tersemat pada jari mereka masing-masing sambil tertawa ringan. “Tuhaaaan....” Katrina di seberang sana menggelengkan kepalanya. “Aku enggak sangka kalau kamu bakalan nyusul Javier ke Spanyol, Xa,” ujarnya. “Kat, informasi ini hanya untuk kamu ya, please,” ujar Alexa memohon. Katrina mengangguk, “Walau mungkin ini kabar bahagia juga buat keluarga kamu Xa?” “Aku belum siap, tapi aku akan memberitahu mereka secepatnya,” sahut Alexa sambil melirik Javier yang mengangguk ke arahnya. “Ya ampun, entah kenapa aku melihat kalian berdua cocok deh. Semoga bisa saling membahagiakan yaa, menerima apa adanya, kekurangan masing-masing, kesalahan di masa lalu—.” Alexa memotong, “Kat nanti kita lanjutin ya, bye!” Dengan cepat ia menyentuh tombol merah, untuk memutuskan panggilan video call tersebut setelah ia juga mengucapkan, “Terima kasih Katkat sayang.” Dan panggilan pun berakhir. Alexa menelan ludahnya sambil menatap Javier di sebelahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN