PART 2

1803 Kata
Pagi ini, jalanan sangat ramai sekali. Seperti ini pagi di Kota Surabaya, tempat asing yang akan ditinggali beberapa tahun ke depan. Mobil Helma berhenti di parkiran yang cukup luas, dari dalam mobil ia bisa melihat-lihat teman-teman nya nanti. Nadira menghela napasnya, ia belum siap untuk hari ini. "Nad, ini sekolah kamu." Helma menengok ke belakang, sedangkan Nadira tak menggubris apa yang Helma katakan. "Nad?" Nadira menoleh, tanpa mengatakan sepatah kata pun. "Udah siap?" "Mungkin." Jawabnya sambil membuang pandangan ke arah yang lain. "Inget kamu harus belajar yang bener. Supaya bisa mengejar semua yang sudah ketinggalan, Mama berharap kamu bisa masuk SMP yang Mama harapkan." Helma menahan Nadira beberapa saat di dalam mobil. "Iya, Mama." Nadira meyakinkan mama dengan senyum khasnya, meskipun dengan sangat terpaksa. Lalu dia pamit dan masuk sekolah baru nya.  Helma menatap punggung Nadira yang menghilang dari penglihatannya, Nadira terlalu dikhawatirkan dibandingkan Anira. Karna, Nadira tidak semudah itu berkomunikasi dengan orang asing. Dia terkesan lebih diam, dan hanya terbuka untuk orang-orang yang dia kenal dekat. Nadira berdiri di dekat lapangan, dia bingung harus berjalan ke arah mana. Sekolah ini ukurannya sangat besar untuk sekolah dasar, sungguh luar dugaannya tempat baru yang sangat luar biasa. "Hei!" Seseorang menghampirinya. Nadira hanya menoleh tanpa menjawab sepatah kata pun. "Anak baru ya?" Nadira masih saja bungkam, dia hanya menganggukkan kepala nya. "Aku Alika Maurani, panggil aja Maura." Anak itu tampak mengulurkan tanganya ke Arah Nadira. Nadira dengan ragu membalas uluran tangan itu. "Nadira." Sesekali dia memaksakan untuk tersenyum. "Pasti kamu nyari ruang kepala sekolah ya? Aku antar yaa, ruangan nya ada disebelah sana. Ayo!" Tanpa menunggu jawaban Nadira, Maura menarik Nadira dan membawa nya melangkah.  "Kamu pendiam ya?" Nadira menoleh tanpa menjawab. Belum sempat Nadira menjawab, seorang Guru perempuan sudah menghampirinya terlebih dahulu. "Maura bawa siapa?" Tanya Seorang Guru yang terlihat manis dengan rambut sebahu-nya. "Dia siswi baru ibu." Jawabnya antusias. "Kamu Nadira kan? Nadira Amanda?" Nadira hanya mengangguk sembari menatap guru yang bertanya pada nya. "Yaudah, biar Nadira sama ibu ya. Kamu kembali lagi ke kelas ya, Terima kasih Maura." "Sama-sama ibu." Maura melempar pandangannya ke Arah Nadira "Ohiya, jika kamu butuh teman aku di Kelas 6C yaa." Maura menepuk bahu nya lalu meninggalkan Nadira. Nadira hanya mengangguk kecil dan memberikan senyuman yang lebih lebar dari biasanya. "Kapan kamu sampai Surabaya?" Tanya Nisa. "Kemarin." "Sebentar ya, ibu buka data kelas dulu. Ibu lupa kamu di kelas mana." Nadira hanya mengangguk, dia tidak senang berbicara. "Iya." "Kamu dikelas 6C ya." * "Kamu kenapa pindah kesini?" Di samping Nadira kini adalah Maura, gadis kecil yang tadi sempat mengantarnya kembali ke Bu Nisa. "Ayah sama ibu ada pekerjaan." "Enak ya, jika keluarga kamu suka pergi keluar kota gini. Kamu sudah bisa kenal kota yang sebelumnya kamu gatau." Nadira hanya diam, dia tidak setuju sedikitpun apa yang dikatakan Maura tadi. "Aku tau kamu itu pendiam, tapi percaya sama aku. Aku akan jadi teman baik kamu dulu satu tahun terakhir di sini. Kelas kamu sama aku cuma bisa dipisah sama satu dinding kan." "Aku belum bisa beradaptasi, maaf." Nadira sedikit merasa tidak enak jika hanya menerima tanpa menjawab. "Aku ngerti kok, Nad. Tapi kalau kamu mau cerita, aku siap ada buat kamu." "Makasih." Selain tersenyum tidak ada lagi yang diberikan Nadira kepada Maura. "Oh ya, kamu sudah punya tujuan lanjut kemana?" Nadira hanya menggelengkan kepalanya, sambil memakan bekal yang dia bawa dari rumah. "Aku mau masuk Spensa, siapa tau kamu mau sekolah bareng sama aku." Nadira hanya menoleh dan sesekali mengangguk. "Sekolahnya keren, siswa nya banyak menorehkan prestasi. Masuk kesana harus punya nilai besar, kalau engga ya seenggaknya punya prestasi." Jelas Maura. "Prestasi?" "Iya, jika kamu punya prestasi seperti juara gitu pasti diterima di sana." "Di mana?" Belum sempat Maura menjawab pertanyaan Nadira, bel sekola berbunyi bertanda mereka harus kembali ke kelas masing-masing. ---------- "Ma? Spensa itu dimana?" Tanya Nadira di sela-sela makan malamnya. "SMP Excellent Satu, Smp favorit loh sayang. Kamu harus masuk kesana ya." Helma menuangkan air ke gelas Nadira, "Kamu tau darimana soal Spensa?" "Spensa itu dimana, Mama?" Tanya nya ulang, jawab karna Helma dari yang lain Nadira tanyakan. "Sebelah kiri Lampu merah kedua setelah sekolah kamu." Nadira hanya diam setelah mendengar jawaban dari Helma. "Kamu mau masuk ke sana?" "Aku ga sehebat itu buat dapet nilai besar." "Lho, apa ada sertifikat prestasi kamu tahun ini." Itu suara Adnan, dia menambahkan ini karna memang ingin anak masuk sekolah terbaik. "Mama denger, Karate di sana bagus kok. Siapa tau kamu bisa ngembangin bakat lebih banyak di sana." "Mama urus aja, aku terserah Mama dan Papa." Jawabnya pasrah. "Kalau gitu, nanti Mama urus sertifikat kamu. Sebentar lagi kan ujian sekolah, pendaftaran jalur prestasi pasti akan dibuka lebih awal." Nadira tidak banyak berkomentar, dia serahkan apa pun kepada Mama dan Papa nya. Jika Anira bisa berprestasi dengan Tariannya, Nadira tidak bisa membuat keluarga malu karna prestasinya yang nihil. Suasana semakin malam, namun rasa nya Nadira belum juga mengantuk. Besok hari minggu, anggap saja Nadira bisa lebih bebas dari jadwal pagi. Meskipun ada latihan, tapi a bisa lebih banyak santai. Nadira masih ingat cerita dari Kaka nya tentang Aska, sampai saat ini. Lalu, bagaimana dia akan membantu kaka nya. "Nama nya, Alaska. Dia jago basket, setiap kaka liat dia rasa nyaman itu mengalir begitu saja. Meski kami masih terbilang muda, Kaka tau kalau rasa sahabat tidak bisa di rasakan sesuai umur orang, semua sama." Nadira masih ingat kalimat dari Anira, kakaknya. Suatu saat, Nadira pasti akan menemukan Aska dan dia berjanji untuk itu. Demi kakak tersayang nya, Nadira pasti akan melakukan nya. * "Nad, nanti sakit Mama antar jemput ya." Ucapnya sebelum Nadira turun dari mobil. "Ada apa, Ma?" Nadira terkejut, sebelum hari ini Nadira biasanya dijemput oleh seorang supir. "Kita ke Spensa." Nadira mengerutkan dahi nya, "Spensa? Mau apa?" "Oh iya Mama lupa, kita cari informasi soal jalur prestasi ke sana. Sekalian cari tahu juga tentang karate di sana." Nadira sudah tahu soal sekolah itu, namun memang dia tidak membicarakannya lagi dengan Helma. "Yaudah iya." "Yaudah, nanti Mama jemput ya. Kamu semangat sekolahnya." Senyum yang biasa ia lihat kala Anira berhasil memberikan tampilan terbaik pada pentas tari nya, kini ia melihat Helma memberikan senyum untuknya. "Iya Mama." Nadira mencium tangan Helma, lalu berjalan meninggalkan Helma yang masih memandang kembali nya yang kian pergi. Setelah tak terlihat lagi, Helma melanjutkan perjalanannya. Ada yang perlu ia selesaikan dengan cepat, agar tepat waktu menjemput Nadira. * Bel sekolah pulang berbunyi, Nadira tidak langsung siap pulang. Ia mengubah posisi menghadapnya Maura. "Ra?" "Kenapa, Nad?" Maura masih sibuk membereskan buku-bukunya yang masih berada di atas meja. "Aku mau tanya." Maura terdiam, lalu menatap Nadira dengan teliti. "Tanya apa? Tumben banget kamu nanya sama aku." Jawabnya antusias. "Kegiatan di Spensa banyak ya?" "Ekstrakurikuler nya?" Maura mulai mengambil posisi dengan kembali duduk. Nadira mengganguk. "Iya, banyak banget. Ada bela diri, ada olahraga bola, menari, seni, gitu-gitu deh." "Olahraga nya apa aja?" "Sedenger aku sih, ada futsal, keranjang, voly-" "Oh oke, makasih ya, Ra." Ia memberhentikan Maura yang belum selesai berbicara. "Ada apa kamu tanyain itu?" Maura kembali berdiri, lalu memakai tasnya. "Hari ini aku diajak ke Spensa sama Mama." Maura duduk kembali, lalu memegang bahu Nadira. "Wah, kamu jangan lupa ya lihat-lihat di sana. Apalagi olahraga bola nya. Kamu harus perhatiin, banyak yang ganteng ga di sana." Nadira memutar bola matanya malas, "Aku kira kamu mau bilang apa." "Kan siapa tau informasi yang ga tau soal Spensa nyampe nya ke kamu, nanti cerita ya pulang dari sana kaya gimana." Nadira mengangguk cepat, "Iya, Ra." "Yaudah, cepet beresin buku-nya. Kita ke parkiran sekarang." Nadira langsung merapihkan buku-nya, lalu setelahnya keluar kelas bersama Maura. Mobil hitam sudah terparkir di sana, Helma pasti sudah datang untuk menjemputnya. Ada rasa tak sabar untuk datang kesana, entah karna apa. Ia hanya ingin memulai pencariannya tentang Aska, orang yang ingin ia pertemukan dengan Anira. "Ra, aku duluan ya." Nadira berpisah di parkiran, sebab Maura hanya tinggal belok ke kiri setelah sekolah untuk menuju rumahnya. "Mama." Nadira mencium tangan Helma. "Gimana sayang sekolahnya?" Senang sekali rasa nya setiap hari ia suka ini, diterima oleh Mama nya, dengar tanya yang ia butuhkan setiap hari. "Baik kok, kita jadi ke Spensa kan?" "Iya jadi, ayo kamu masuk dulu ke mobil." Nadira duduk di belakang, sambil membuka tas di sebelahnya. "Mama, kira-kira aku bisa masuk Spensa?" "Bisa dong, kamu kan punya prestasi." Nadira menggangguk-anggukan kepala nya. Ia kembali melihat keluar, jalanan Surabaya cukup ramai hari ini. Meskipun tidak se nyaman Bandung. Pertama kali ia melihat Surabaya, cukup membuatnya tertarik. Semoga saja, Alam berbaik hati kepadanya  untuk menemukan apa yang ia cari. Jalanan ramai tiba-tiba mulai menghilang melalui mobil yang berbelok ke tempat dengan membuka gerbang hitam di sana. "Spensa?" Gumam nya, lalu tersadar kemudian. Ia sadar sekolah ini ia tuju. Mata nya lepas dari gedung besar di tempat ini. Kenapa Surabaya begitu menyuguhkan sekolah-sekolah yang mewah seperti ini. "Nad, udah sampe." Nadira menoleh, "Iya." "Turun ayo!" Nadira turun dari mobil, lalu mengambil Mama nya dari belakang. Melangkah masuk melewati gerbang, ia melihat lobi sekolah yang sangat luas. Piala-piala disiapkan rapih di sana, belum lagi keadaan sekolah ini bersih. Tulisan-tulisan motivasi terpampang di mana-mana. Tepat, Nadira Suka sekolah ini. Saat melewati lobi, ia melihat lapangan yang sangat luas. Ada beberapa orang yang berkumpul di sana, ada juga bola yang tergeletak di sekitaran mereka. "Kemungkinan kita akan berubah kapten itu saat tahun ajaran baru, mungkin akan lebih banyak dari calon mulai dari yang jalur prestasi atau pindahan. Desas-desus nya ada anak pindahan yang  jago, mungkin bisa kita lihat nanti. Hari ini latihan cukup, boleh pulang . " Nadira jelas mendengarkan nya, ia semakin penasaran dengan ekstrakurikuler ini. Juga dengan siapa yang meminta izin, meskipun sedikit jika itu adalah Aska. Tapi sekecil apapun jika perlu tetap akan membawa hasil. "Nad, kamu ngapain di luar? Ayo masuk." Nadira lupa kalau ia baru saja berangkat tadi dipinggir lapangan, laki-laki yang baru saja selesai berbicara tadi menoleh memperhatikan Nadira dari lapangan. Nadira malu setengah mati, pasti ia mengira kalau Nadira memperhatikannya. Nadira langsung menerima Mama-nya, masuk ke dalam ruang tata usaha. "Lucu banget." Gumam nya. Tanpa sadar ada senyum yang terukir di wajah laki-laki itu sesaat Nadira masuk ke dalam ruang tata usaha. Nadira kini duduk di sebelah Helma, mendengarkan apa saja yang dibicarakan oleh Helma dan wanita di depan sekarang. Yang besar tahu, besar sekali di sini. Terlebih setelah tahu beberapa sertifikat yang dimiliki Nadira. "Ditunggu ya kehadirannya." Wanita itu berjabat tangan dengan Helma, lalu Nadira pun mencium tangan wanita itu. Helma pamit setelah itu, dan mengajak Nadira pulang. Keadaan lapangan berbeda, sepi sekali. Memang seharusnya begitu agar ia tidak malu, karna terjadi tadi. "Gimana? Suka sama sekolahnya?" Tanya Helma. "Suka banget." "Nanti kamu di tes dua minggu lagi. Jangan lupa latihan terus ya, Nad." Ada yang ikut tersenyum. Lobi yang mereka lewati di luar ruangan alat-alat olahraga, tanpa disadari ada orang di dalam sana. Yang tidak sengaja mendengarkan pembicaraan mereka. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN