Rania tersenyum memandangi wajah sahabatnya yang sangat bahagia dia tidak tahu lagi bagaimana mengungkapkannya, Renata begitu sangat beruntung mendapatkan pria yang ingin selalu membuatnya nyaman. “Huft ... aku harus bersyukur apa yang tuhan berikan kepadaku, Renata memiliki suami yang menyayanginya tanpa kekurangan pada Renata, sedangkan aku memiliki keluarga yang mencintaiku apa adanya. Jadi jangan merasa hidup tidak ada gunanya.
Rania memandangi jam yang melingkar di tangan setelah pertemuan mereka itu begitu bahagia. Rania harus segera pulang,
“Renanta, sepertinya sudah malam. Aku harus pulang, sampai ketemu lagi Renata. ” Ucap Rania.
Renata tersenyum dan memandangi wajah Rania, “Sampai ketemu di lain hari harinya Rania, rasanya baru saja aku bertemu denganmu.”
“Iya sampai bertemu lagi, pokoknya sekarang kita akan terus bertemu ya, asalkan Tuan Fajar mau menyuruhmu bertemu dengaku hehee ...”
“Pastinya hehe…” Jawab Renata kepada Rania.
Ternyata Tuan Fajar sudah menunggu Renata terlebih dahulu. Fajar hanya tersenyum tanpa berbicara apa-apa, begitulah dia untuk pertama kalinya bertemu dengan seseorang yang baru di kenalnya. Akhirnya mereka pulang ke rumah masing-masing.
Sesampainya Rania di rumah, melihat ibunya sedang tertidur di sofanya. “Ibu ... kenapa tidur di sini?”
“Hm ... kamu sudah pulang, saya hanya ingin duduk sambil menonton tahunya ibu tertidur di sini. Kamu istirahat dan pergi sana langsung makan ada makanan kesukaanmu ibu buat, lain kali bawa Renata bermain di sini, ibu sudah lama tidak bertemu dengannya.
“Hm ... baiklah ibu, kalau dia ada waktu akan aku bawa ke rumah.”
Mereka berdua berbincang, Rania yang sudah berada di kamar telah selesai dia mulai merebahkan Setelah tubuhnya dan membayangkan wajah Renata dan Tuan Fajar, Hmm ... mereka memang terlihat sangat serasi, nikah di umur muda tidak menghalang Renata mendapatkan kebahagiaan dari suaminya. Dia tidak pernah merasa kesusahan selama ini, jauh dari kata KURANG. Aku harap Renata bisa mendapatkan momongan yang di idamkan selama ini.
Di tempat lain Renata yang memang memasangkan wajah yang sangat murung, Fajar istrinya dan mendekap tubuh Renata, “Sayang, apa yang kau pikirkan ...? Ayo ... cerita kepadaku jangan menganggap semuanya terbeban di hidupmu. ”
“Iya, aku terbeban, kenapa harus aku! Aku ingin membahagiakan kamu Mas. ”
“Sayang jangan begitu, apa yang telah membuatmu terbebani? Kita masih usaha sampai sekarang jangan cepat menyerah sampai kau mendapatkan yang terbaik untuk dirimu. ”Renata tersenyum kepada suaminya dan mengatakan“ Terimakasih mas, sudah mau menerima aku apa adanya. Tetapi aku akan terus menjadi yang terbaik untuk suamiku yang aku cintai. ”
Fajar mengecup bibir Renata, perlahahan tangan itu mendarat di bagian gunung kembarnya Renata. “Ehm ... mas ...”
“Aku rindu.” Bisikkan Fajar ke telinga Renata.
Wajah wanita itu langsung tertunduk dan dia berkata dengan tenang, “Mas, itu percuma.”
“Yang terpenting kita usaha dulu jangan menyerah saja.” Ucap Fajar untuk meyakinkan istrinya yang merasa sedih.
Renata tertunduk dan langsung merebahkan tubuh Renata dengan lembut, dia membuka lingerie istrinya menampakkan bagian gunung kembarnya yang besar dan kenyal itu, mata Fajar terbelalak melihatnya semakin hari istrinya semakin membuat dia tergoda. “Sayang... aku lihat kau semakin cantik saja.”
“Berhentilah mas menggoda aku, sampai kapan pun aku akan terus menjadi wanita tercantik di matamu.”
“Iya, kau memang wanita tercantik di mataku. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi kau Renata.”
Fajar melumat lembut buah d**a itu sampai dia menggeliat, tangan menggesekkan ujung area sensitif Renata, begitu mahir jari-jari Fajar memainkannya. Terasa basah dan licin di kedua cari Fajar dan akhirnya batangan itu sudah menegang dan ingin di lumat dengan nikmat oleh lubang milik istrinya.
“Sayang, aku mencintaimu.”
“Aku juga.”
Mereka berdua melepaskan hasrat yang beberapa minggu tidak bertemu. Renata dengan sigap mendekap tubuh Fajar yang berada di atasnya.
“Aah...” desahan itu keluar dari mulut Renata membuat hasrat Fajar semakin b*******h tidak ada yang bisa dia lakukan lagi saat ini. Yang terpenting kebutuhan dia setelah menikah terpenuhi.
Fajar memandang wajah Renata yang memerah, di dalam hatinya berkata “Aku ingin membahagiakanmu Renata, aku tidak pernah menutut apa-apa. Semua yang telah terjadi pada kita itu akan selalu aku terima, rutuknya di dalam hati itu.
“Sayang aku ingin memuntahkan itu sekarang juga.”
Fajar memandang wajah Renata yang memerah, di dalam hatinya berkata “Aku ingin membahagiakanmu Renata, aku tidak pernah menutut apa-apa. Semua yang telah terjadi pada kita itu akan selalu aku terima, rutuknya di dalam hati itu.
“Sayang aku ingin memuntahkan itu sekarang juga.”
Renata menganggukkan kepala dan dia merasa ada cairan yang panas masuk ke dalam lubang kenikmatannya. Tubuh mereka telah basahi oleh keringat yang begitu banyak, napas fajar yang sudah tidak beraturan, wajah Renata memerah dan yubuh semakin lemas.
“Mas ... jangan pernah tinggalkan aku, apa pun terjadi mas.”
“Iya, aku tidak pernah meninggalkan kamu sampai kapan pun, aku hanya mencintaimu yang selalu ada untukku. Kau bersamaku saat aku tidak memiliki apa-apa, aku harus membalas semua kebaikkanmu dan mencintaimu. ”
“Walaupun kita tidak memiliki anak yang akan membuat kita semakin bahagia.”
“Tidak! Aku bersamamu sudah cukup bahagia. Tidak ada yang membuat aku bahagia selain dirimu Renata. ”
Fajar mendekap tubuh Renata, air mata terus mengalir sampai mereka tertidur pulas.
Keesokkan paginya, Renata yang sudah menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya tercinta.
”Selamat pagi sayang.”
“Pagi sayang.”
“Kenapa kamu tidak membangunkan aku dengan cepat?” Tanya Fajar yang langsung duduk mengambil selembar roti yang telah di siapkan Renata.
“Hm ... kau terlalu nyenyak, pikirku akan membangunkanmu sebentar lagi, eh ... tahunya aku kelupaan membangunkannya. Maaf ya sayang ... ”
“Tidak apa-apa, yang penting aku masih ada waktu untuk memandangi wajah istriku saat ini.” ucap Fajar sambil berdoa Renata.
“Kau ini bisa saja mas.” sambil tersenyum manisnya dia menatap wajah Fajar yang begitu tampan.
Dalam menyatap makanan itu, Renata mengajak Fajar mengobrol dengan tenang lalu dia berkata “Mas... seandainya, aku masih tidak di nyatakan hamil juga, aku rela kau mencari wanita lain dan memiliki anak dengan wanita itu.”
Fajar langsung memberhentikan suapannya dan dia berkata dengan wajah bingung, “Sayang apa kau sadar yang telah kau ucapkan sekarang? Aku tidak mau mendengarkan leluconmu itu.”
“Aku lagi tidak bercanda mas.”
“Dengar ya... Renata istriku yang aku cintai. Di dalam hati aku hanya tertulis nama Renata tidak ada wanita lain di hati ini, paham? Jika kau ingin memiliki anak besok kita akan mengadopsi anak.” Ucap Fajar yang dari tadi menolak dengan ucapan Renata.
“Huft... mas aku tidak ingin memiliki itu, hanya ingin kau bahagia mas mendapatkan anak darimu.”