Sebenarnya, sebagai teman dekat Altha, menurut aku semua hal bisa terlihat transparan hanya dengan mendengar cerita dari banyak orang, tapi untuk merampungkan cerita ini dan Altha meminta pendapatku, maka semua yang aku tahu akan kujelaskan disini. Dan menurut aku, semua orang yang sedang dibicarakan disini membingungkan. Mulai dari Qarin, Bian, atau bahkan Kanza yang segmennya belum muncul sama sekali tapi Altha menunjukkan bahwa dia sangat menyukainya.
Memang benar, aku sudah tahu kalau Altha menyukai Kanza, no debate. That’s the reality. Tapi yang bikin semua makin runyam adalah kehadiran Qarin dan hubungan ‘baru’-nya dengan Bian. Karena aku juga tahu kalau jauh sebelum Altha kenal dan jatuh cinta dengan Kanza, Altha lebih dulu akrab dengan Bian. Sejujurnya fakta bahwa Bian pernah bilang kalau dia serius menyukai Altha adalah suatu hal yang menggelikan karena aku sangat tidak menyetujui jika Altha benar-benar menjalani hubungan dengannya.
Kenapa?
Altha itu, bisa dibilang seorang calon wanita tangguh. Bukan calon, bahkan sudah menjadi sosok itu. Seseorang yang independen dan bergagasan mandiri, memiliki inovasi yang unik miliknya sendiri dan keras kepala, meski terkadang sifat kekanakan atau manjanya muncul. Dan karakternya yang bagaikan seorang Irene Adler pada masa kini sangat tidak cocok dengan Bian yang terlalu lugu meski memiliki otak yang cemerlang, dan emosi yang sulit dikendalikan.
Dan kepribadian Kanza menurutku cukup cocok dan unik jika disandingkan dengan Altha yang sedikit-banyak bicara. Kanza yang humoris meski jarang banyak bicara, dan memiliki aura misterius yang melekat sangat kuat. Jadi menurutku, wajar saja sosok Altha yang bagaikan Irene Adler sangat tertarik dengan sosok seperti Kanza, hingga tidak sempat melirik ke arah lain.
Jadi, aku berharap kisah Altha dengan Kanza dapat diselesaikan dengan bahagia seperti dongeng-dongeng princess disney yang diidam-idamkan banyak perempuan. Dan soal pesan yang terakhir kali dikirimkan Altha pada Kanza, itu adalah pesan paling manis dan serius menurutku. Makanya aku mendukungnya untuk mengirimkan meski membuat dia uring-uringan sendiri karena pesannya hanya dibaca, tanpa ada balasan satu katapun.
Dan aku akan menceritakan intinya disini. Bahwa sebenarnya, aku menanyakan langsung pada Kanza mengenai pendapatnya tentang pesan yang dikirimkan Altha.
“Kanza!” panggilanku menghentikan langkah si jagkung yang melintas dari arah kantin ke kelasnya. Lalu ia berbalik tanda merespon panggilanku. Aku yang awalnya akan ke kantin juga berhenti sejenak untuk bertanya soal itu.
“Apa?”
“Aku mau bicara sebentar dong, boleh?”
Kanza mengangguk.
“Soal foto-foto yang kemarin dikirim Altha, itu beneran Altha yang ngirimin. Bukan Bian atau aku yang iseng.”
Kanza terlihat speechless. Tapi raut wajahnya seperti sedang menahan senyum.
“Terus, gua harus apa?”
Hah?! Serius ini cowok nanya kayak gitu? Protesku dalam hati.
“Kamu gak mau respon apa gitu?” tanyaku.
“Gak tau. Hehehe…”
Yaelah dia malah cengengesan lagi!
“Tapi, Za, kalau setelah ini dia tetep suka sama kamu, kamu terganggu gak?” tanyaku.
“Nggak, kok.” Dia masih juga senyum-senyum.
“Oke, makasih, ya Kanza.”
“Sama-sama.”
Meskipun sudah menanyakannya, rasanya tetap masih terlalu janggal! Kenapa dia malah gak tau mau respon apa? Dia sebenarnya kenapa, sih?! Akhirnya aku memutuskan untuk menanyakannya lagi di jam aktualisasi pramuka. Karena dia anggota ekskul pramuka, dan pengisi materi aktualisasi di kelas-kelas yang mengisi adalah anak ekskul pramuka reguler secara otomatis dan disertai faktor kesempatan, Kanza mengisi aktualisasi di kelasku. Dan ketika kelas aktualisasi berakhir, aku sengaja mengekor Kanza ke depan pintu kelas dengan maksud menanyakan kembali mengenai responnya.
“Kanza! Tunggu sebentar!” panggilku.
Dia menoleh sambil berusaha memasang sepatunya di depan pintu kelas.
“Kenapa?” dia bertanya dengan ekspresi wajah sambil menggerakkan wajahnya ke depan.
“Masih soal…”
“Ohh itu,” dia memotong ucapanku seperti benar-benar tahu apa yang ingin aku bicarakan.
“Jangan disini, banyak orang.” Lanjutnya. Ekspresinya masih mencurigakan seperti sebelumnya, menahan senyum seperti seseorang yang sedang salah tingkah.
“Kenapa milih buat gak di respon sih? Kasian tau!” ujarku.
“Gak apa-apa kok. Yaudah, gue pergi dulu, ya.” Dia melemparkan senyum misterius yang sama. Benar-benar menyebalkan!
Dan jelas aja, aku cerita ke Altha pun yang aku dapat cuma cengirannya.
“Ya udahlah, aku juga udah pasrah soal kata-kata yang aku kirimin di foto itu.” Ucapnya.
“Tapi kan setidaknya, Al. dia bilang dia gak terganggu sama perasaan kamu!” ujarku.
“Iya sih, aku bersyukur banget soal itu. Karena katanya, yang pernah aku tau kalo dulu ada orang yang suka sama dia dan dia gak suka karena orang itu ngeganggu dia banget.”
Altha menghela napas.
“Lumayanlah, lega juga dia gak sampai merasa terganggu gara-gara aku. Makasih, ya udah nanyain.” Lanjutnya.
Aku membalasnya dengan anggukan dan senyum.
“Oiya, Galih juga kan pernah cerita,”
“Cerita apa?” tanya Altha.
“Itu, waktu kita foto bareng berempat pas pensi tahun lalu. Galih ngeledekin Kanza,” Altha mulai memperhatikan ceritaku. Aku melanjutkan kata-kataku.
“Galih bilang, ‘Asik dah, Kanza punya banyak fans nih,’ terus katanya Kanza bales, ‘Apaan, gak ada. Ngasal aja lu, Gal,’ tapi Galih gak mau berenti ngeledekin Kanza tuh, Galih bilang lagi, ‘Gak ada darimana… Tadi waktu lu tampil banyak yang neriakin nama lu, terus ada yang minta foto juga. Darimana gak ada coba?’ eh, gak taunya Kanza jawab gini, ‘Gak ada, Altha doang.’ Gituuu!” aku jadi ribut sendiri waktu nyeritain ini ke Altha. Sebenernya Galih udah lama cerita ke aku, tapi baru inget aja buat nyeritain ulang ke Altha.
“Hehehe… Baguslah kalo gitu. Setidaknya aku dianggap.”
Altha jadi nyengir-nyengir sendiri. Kasian banget dah ini temen gue. Kesel juga jadinya sama Kanza yang kayaknya sesusah itu buat ngasih respon. Sekedar respon aja, gak perlu jawaban. Emoticon kek, atau apa gitu? Orang kayak gitu tuh yang mestinya nyesel karena udah nolak Altha secara sukarela. Tapi ya secara visual Kanza emang termasuk salah satu dari deretan cogan yang ada di sekolah kita karena sekolah ini gak banyak anak-anak hits yang bener-bener cakep kalo menurut Altha. Menurut aku juga biasa aja sih. Faktor keberuntungan aja kayaknya Altha bisa sampai kenal sama Kanza.
Jadi kalo menurut aku, daripada Altha berhasil sama hubungannya dengan Bian, lebih baik dia berusaha keras untuk membangun hubungannya dengan Kanza. Karena ya, se-worth itu dan Kanza bukan tipikal cowok yang bakal langsung ngungkapin amarahnya kalau masalah yang dihadapi cuma masalah kecil. Karena sebesar apapun masalah yang dia hadapi, menurut aku Kanza bakal mandang masalah itu dari sudut pandang yang jauh lebih simpel supaya penyelesaiannya juga mudah bagi dia tanpa ada drama memperbesar masalahnya dan memperburuk keadaan.
Tapi sebenernya, aku sendiri agak bingung sama reaksi Kanza sendiri yang senyum-senyum saat aku menyebut nama Altha cukup janggal di pikiran. Benar-benar aneh! Sejauh ini aku memang tidak mengetahui perempuan lain yang menyukai Kanza seperti Altha, tapi apakah respon Kanza akan sama seperti responnya kepada Altha?
Ayolah, Bil… Positive thinking, yuk! Mungkin aja Kanza sebenernya suka sama Altha, batinku.
Cowok yang udah dari awal sikapnya sedingin es balok dan susah buat didapatkan, sekalinya kita berhasil sama dia, kemungkinan kita bakal longlast lebih besar. Dan gua setuju dengan gagasan gua sendiri ini. Jadi semoga aja, Altha berhasil menemukan jalan pulangnya tanpa harus tersesat lagi kayak gini.