BAB 5: KEKHAWATIRAN ARJUNA

1188 Kata
SELAMAT MEMBACA *** Armaya langsung membaringkan tubuhnya di atas sofa. Saat mendengar suara mobil Arjuna datang. Buku yang awalnya tertutup langsung dia buka seolah-olah baru dia baca. Langkah kaki Arjuna terdengar memasuki rumah, Armaya langsung memejamkan matanya. Arjuna yang baru pulang dari rumah sakit, melihat Armaya tidur di sofa dengan buku yang berantakan. Sejenak dia menatap Armaya lalu menggelengkan kepalanya tidak habis fikir. Bisa-bisa tidur dengan posisi seperti itu. Namun, Arjuna hanya membiarkannya. Mungkin Armaya kelelahan, dia tidak mengganggu pemuda itu. Arjuna langsung pergi begitu saja, untuk masuk kedalam kamar. Armaya yang mendengar suara langkah Arjuna, kemudian membuka matanya dengan pelan. Keningnya mengkerut, memikirkan sesuatu. Matanya manatap nanar selimut tipis di ujung sofa. "Arma jangan tidur, sudah mau magrib." Mendengar teguran ibunya, Armaya langsung bangun. Dia juga sebenarnya tidak tidur, hanya pura-pura tidur. "Iya Bu, sudah bangun." Jawab Aramaya sekenanya. "Cepat mandi, nanti keburu malam dingin." "Iya," Armaya segera bangun dari duduknya dan berjalan pelan menuju kamar mandi. *** Arjuna langsung menutup jendela saat mendengar suara guntur dari luar. Angin mulai berhembus dengan sedikit kencang di ikuti gerimis yang mulai turun. Melihat langit yang gelap, sepertinya akan turun hujan. Arjuna melihat jam di pergelangan tangannya, sudah hampir setengah tujuh malam. Lebih baik dia turun untuk makan malam, lalu istirahat. "Arma kemana Bi?" tanya Arjuna saat hanya melihat Sarni di ruang makan. Biasanya baik Armaya ataupun Aruna akan membantu Sarni menyiapkan makan malam. "Di kamar Mas, kenapa?" jawab Sarni. "Tidak papa, cuma tanya Bi. Kalau Runa kemana?" "Runa belum pulang. Tadi katanya mau belajar bareng di rumahnya Santi, tapi tidak tau kok jam segini belum pulang." Ucap Sarni dengan sedikit cemasnya. Apalagi melihat langit yang akan turun hujan. Arjuna langsung merogoh ponsel di saku celananya. Berusaha menghubungi Aruna. Jujur saja dia mulai cemas. Apalagi setelah mencoba menghubungi beberapa kali ponsel Aruna selalu diluar jangkauan. Semakin membuat Arjuna tidak tenang. "Rumah Santi di mana Bi?" tanya Arjuna pada Sarni. Sarni yang melihat kecemasan Arjuna, jadi ikut-ikut cemas. "Di perumnas bawah katanya Mas." Arjuna langsung kembali kekamarnya. Dia akan mencari Aruna, hatinya benar-benar cemas. Setelah kembali dari kamar, Arjuna membawa jaket dan kunci mobilnya. Berpamitan untuk pergi pada Sarni. "Aku pergi dulu Bi, mau jemput Aruna. Kasihan, kalau kehujanan," hanya itu yang di katakan Arjuna. Sarni pun hanya mengangguk dan mengatakan hati-hati. Armaya keluar dan mencari Arjuna. Tadi sepertinya dia mendengar suara Arjuna. Tapi ternyata di ruang makan hanya ada ibunya. "Bang Juna mana Bu?" tanya Armaya pada Sarni. "Pergi, katanya jemput Mbak Runa." Jawab Sarni pada Armaya. Armaya mengerutkan keningnya. Merasa bingung, kenapa kakaknya di jemput. "Memang kenapa Mbak Bu, kok di jemput biasanya juga pulang sendiri." "Tidak tau Ibu, Mas Juna pergi buru-buru. Katanya takut Mbak mu kehujanan makanya dia mau jemput." Armaya tidak lagi mengatakan apapun, dia hanya diam sambil kepalanya terus memikirkan sesuatu yang sedikit mengganggu fikirannya. *** Dengan tubuh menggigil, Aruna berjalan dengan pelan. Dia benar-benar merutuki nasib buruknya. Kenapa harus sesial ini nasibnya. Dia yang terlalu asik membedah soal kisi-kisi UN bersama Santi sampai lupa waktu. Setelah sadar waktu sudah malam, dia langsung buru-buru pamitan untuk pulang pada Santi. Sampai di luar gerbang, tidak tau jika ternyata ponselnya habis daya. Dia tidak bisa memanggil ojek online seperti biasanya. Dia juga sungkan untuk kembali masuk kerunah Santi. Ingat ketika keluar dari perumnas, di dekat selokan mataran ada pangkalan ojek. Aruna tanpa berfikir lagi, untuk jalan sebentar ke depan sampai di pangkalan ojek. Tidak terlalu jauh, mungkin 10 menit jalan kaki akan sampai. Tapi lagi-lagi keberuntungan belum berpihak padanya. Baru berjalan beberapa rumah dari rumah Santi, tiba-tiba hujan deras turun. Aruna tidak membawa payung, juga tidak bisa berteduh. Karena kebanyakan rumah di sana memiliki gerbang dan di tutup. Dengan nekat akhirnya Aruna memaksakan diri untuk menerobos hujan, berjalan ke pangkalan ojek. "Pasti besok demam," Guman Aruna lirih sambil tangannya terus saja menutupi kepalanya. Dari arah berlawnaan, Aruna melihat sorot lampu mobil yang menyilaukan mata. Aruna menghalau silau lampu dengan tangannya. Tapi sepertinya mobil itu berhenti di seberang jalan. "Aruna..." Mendengar seseorang memanggilnya, Aruna langsung menoleh. Dari dalam mobil dengan kaca yang di buka setengah Arjuna melambaikan tangannya pada Aruna. Aruna langsung tersenyum sumringah, merasa dewa penolongnya datang. "Bang Juna," ucap Aruna dengan senang. Dia langsung berlari kearah mobil Arjuna dan masuk kedalamnya. Sampai di dalam mobil, Aruna mengibaskan baju seragamnya beberapa kali berharap mengurangi sedikit saja kadar air yang terserap di dalamnya. Arjuna melihat kondisi Aruna dengan prihatin. Tubuh basah kuyup, jalan malam-malam sendirian. Bagaimana nasib gadis itu jika dia tidak datang menjemput tadi. "Bang Juna dari mana, kok bisa ketemu Runa disini?" "Dari rumah teman. Kamu ngapain malam-malam jalan kaki kehujanan begini. Coba lihat penampilanmu, sudah kaya tikus masuk got." Ucap Arjuna dengan santainya. "Pulang dari rumah Santi, belajar bareng. Ponsel mati, tidak bisa pesan ojek online. Rencananya mau jalan kedepan, ke pangkalan ojek. Eh malah kehujanan." Aruna menjelaskan panjang lebar pada Arjuna. Namun, Arjuna justru menatap Aruna dengan tatapan penuh selidiknya. "Betul kan belajar bareng Santi, bukan pacaran sama Arif?" tanya Arjuna dengan curiga. Aruna merasa kesal karena di curigai yang tidak-tidak oleh Arjuna. "Kalau Abang tidak percaya ayo kerumah Santi. Tanya sendiri sama orangnya. Rumahnya disana," Aruna menunjuk jalan arah kerumah Santi. Arjuna tidak mengatakan apapun. Dia justru kembali menatap Aruna dengan lekat. Sepertinya gadis itu kedinginan. Tangannya seidikit bergetar. Arjuna langsung mematikan Ac mobilnya, dia juga melepaskan jaket yang dia pakai. Memberikannya pada Aruna. "Pakai, dari pada besok demam." Ucap Arjuna lalu mulai menjalankan mobilnya. Tanpa di minta dua kali, Aruna langsung mengenakan jaket pemberian Arjuna. "Terimakasih Abang ganteng," ucap Aruna lagi dengan senyun manisnya. Arjuna tidak menjawab, dia pura-pura fokus pada kemudinya. Yang sebenarnya dia hanya berusaha, untuk tetap menjaga kewarasannya. Otaknya selalu berkhianat, jika dia berdekatan dengan Aruna. Apalagi mereka hanya berdua di dalam mobil, Arjuna benar-benar takut kehilangan kendali dirinya sendiri. "Abang ngapain kerumah teman hujan-hujan?" tanya Aruna di tengah keheningan. "Urusan kerjaan." Jawab Arjuna dengan singkat. "Abang mau beli martabak," Aruna menunjuk kedai penjual martabak yang sangat ramai di pinggir jalan itu. Meski cuaca sedang hujan, tapi masih banyak pembeli rela antri dan hujan-hujanan. "Besok saja. Antrinya lama itu, kamu keburu masuk angin nanti." Jawab Arjuna lagi. Dia sebenarnya tidak keberatan mengantri martabak itu, tapi bagaimana dengan Aruna yang sudah menggigil kedinginan itu. Mendengar jawaban Arjuna, Aruna hanya cemberut diam. Tidak berani membantah, dia juga sudah kedinginan sekarang. Sampai di rumah, Armaya dan Sarni sudah menunggu mereka di ruang tamu. Melihat Arjuna dan Aruna datang Sarni langsung menyambut mereka berdua. "Ya ampun Runa kamu itu kemana aja, kenapa bisa basah kuyup begini." Tanya Sarni saat melihat putrinya pulang dengan keadaan basah kuyup. "Suruh ganti baju dulu Bi, nanti demam." pinta Arjuna. Sarni pun mengangguk. Lalu membawa Aruna untuk membersihkan diri dan berganti baju. Arjuna sendiri langsung pamitan pada Armaya untuk kekamar. Dia juga ingin mengganti bajunya. Meski dia tidak kehujanan, tapi tetap saja bajunya terasa sedikit lembab dan tidak nyaman. Mungkin tanpa sadar tekena percikan air hujan tadi. Setelah kepergian semua orang, kini di ruang tamu hanya tersisa Armaya seorang. Lagi-lagi, entah kenapa otak pemuda itu terus saja memikirkan sesuatu yang bahkan tidak berani dia fikirkan sebelumnya. Armaya langsung mengusap wajahnya dengan frutasi, merasa kesal dengan fikirannya sendiri. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN