BAB 2: PACAR ARUNA

1368 Kata
SELAMAT MEMBACA *** Saat memasuki ruangannya Arjuna langsung mengistirahatkan tubuhnya yang terasa begitu lelah. Setelah seharian memeriksa pasien yang tidak ada habisnya, akhirnya sekarang dia bisa istirahat dengan tenang. Melihat jam di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan pukul empat sore. Pantas saja sejak tadi perutnya terasa lapar, dia ingat tadi hanya makan sepotong roti dan sebotol air mineral saking sibuknya. Tok... Tok...Tok... Arjuna menoleh kearah pintu, ingin tau siapa yang mengetuknya. Saat di lihat, ternyata Marina. Salah satu dokter perempuan, yang dekat dengannya sejak lama. Bahkan sebelum dia pindah ke rumah sakit yang sekarang, Arjuna sudah mengenal Marina lebih dulu karena mereka adalah teman kuliah. Bahkan Marina juga mengenal Rinjani. "Capek ya?" tanya perempuan itu dengan lembut, senyumannya sangat manis. Siapa saja yang melihatnya pasti akan mengatakan hal yang sama. Arjuna hanya mengangguk pelan. Dia benar-benar lelah hari ini. "Pasti belum makan siang kan?" tanya Marina lagi pada Arjuna. "Belum sempat." Jawab Arjuna sekenanya. "Ayo ku temani makan. Aku juga belum makan siang, tadi ada operasi. Sekarang lapar." Mendengar ucapan Marina, Arjuna pun bergegas berdiri dari duduknya. Dia melepas jas putihnya, menyisakan kemeja berwarna abu-abu yang di gulung sesiku. Setelah mengambil dompet dan kunci mobilnya Arjuna langsung bergegas untuk pergi. "Mau makan dimana?" tanya Arjuna saat berjalan menghampiri Marina. "Makan Mie ayam enak kali ya. Yang di lapangan itu." Arjuna mengangguk, menyetujui ucapan Marina. Baiklah, mereka akan makan mie ayam sore itu. *** Sampai di penjual mie ayam yang di maksud, Arjuna langsung berdecah kesal. Karena melihat banyaknya pembeli disana. Bahkan sampai- sampai tidak ada lagi meja kosong yang bisa mereka tempati. Bahkan lesehanpun penuh. Marina yang duduk di sebelah Arjuna, tau jika laki-laki itu sedang kesal. "Kita pindah aja ya, tidak ada tempat kosong. Makan nasi padang aja gimana," Ucap Marina berusaha menghibur Arjuna. Arjuna pun mengangguk setuju, namun saat hendak kembali menjalankan mobilnya tidak sengaja matanya menangkap satu manusia berseragam yang tengah duduk sambil tertawa bersama temannya. "Aruna ..." Desis Arjuna dengan lirih. "Kenapa Jun?" Tanya Marina saat tidak mendengar dengan jelas apa yang Arjuna katakan. "Kita makan disini." Hanya itu yang Arjuna katakan. Setelahnya dia turun dari mobil untuk menghampiri Aruna yang sudah lebih dulu duduk di sana. "Bagus, pulang sekolah bukannya langsung pulang. Malah ngapain kamu Runa?" ucap Arjuna langsung saat sampai di dekat Aruna dan temannya itu. Bahkan Arjuna tidak peduli jika suaranya terlalu nyaring dan bisa menarik perhatian orang di sekitarnya. Aruna yang melihat kedatangan Arjuna yang tiba-tiba merasa terkejut. Dari banyaknya tempat, kenapa bisa kepergok oleh Arjuna di sana, pasti laki-laki itu akan mengomel seperti biasanya. "Bang Juna ngapain disini?" tanya Aruna dengan gugupnya. "Harusnya Abang yang tanya, kamu itu ngapain disini. Bukannya pulang." Jawab Arjuna dengan ketusnya jangan lupakan tatapan matanya yang seolah-olah siap menelan Aruna detik itu juga. "Aku lagi makan Bang," jawab Aruna lirih. Arjuna kemudian melirik laki-laki yang duduk di seberang Aruna. Sepertinya mereka teman sekolah, karena seragam yang mereka kenakan sama. "Kamu siapa?" tanya Arjuna langsung pada pemuda itu. Teman Aruna yang merasa di tanya oleh Arjuna, kemudian berdiri. Dan mengulurkan tangannya dengan sopan. "Saya Arif Bang, pacarnya Runa." Pemuda yang mengaku bernama Arif itu memperkenalkan diri dengan ramah pada Arjuna. Arjuna semakin kesal, mendengar bahwa ternyata laki-laki itu adalah pacar Aruna. Sejak kapan Aruna memiliki pacar dan siapa yang mengizinkannya pacaran. Saking kesalnya Arjuna tidak mau menerima uluran tangan Arif, pemuda itupun dengan malu menarik kembali tangannya. Sikap Arjuna yang terlihat antipati padanya benar-benar membuat suasana sangat canggung. Apalagi Arjuna yang tanpa sungkan mengambil posisi duduk di antara mereka. Kebetulan di meja yang tengah di tempati Aruna dan Arif masih menyisakan dua kursi kosong. Melihat Arjuna duduk, Marina yang baru selesai memesan makanan pun ikut duduk bersama di sana. Jadilah empat orang itu duduk di meja yang sama, dengan suasana yang begitu canggung. "Maaf ya kami ikut duduk disini. Soalnya sudah tidak ada tempat kosong lagi," Ucap Marina dengan sopan. Merasa sungkan karena sudah menganggu sepasang anak muda di depannya itu. Apalagi dia tidak mengenal siapa mereka. "Tidak papa kok Kak. Santai saja," jawab Aruna berusaha ramah. "Bang Juna belum pulang jam segini?" tanya Aruna beralih pada Arjuna. Berusaha mencairkan suasana canggung yang tercipta di antara mereka. Aruna merasa tidak enak hati pada Arif apalagi melihat sikap Arjuna yang sangat tidak bersahabat. "Kamu sendiri kenapa belum pulang?" bukannya menjawab pertanyaan Aruna, Arjuna justru membalikkan pertanyaannya pada Aruna. "Tadi ada jam tambahan." Jawab Aruna lirih. "Jam tambahannya tadi, kalau langsung pulang harusnya sudah sampai rumah." Jawab Arjuna dengan ketus. "Tapi lapar, jadi makan dulu." "Di rumah banyak makanan Runa. Jangan alasan," Arjuna semakin kesal mendengar alasan Aruna yang menurutnya hanya di buat-buat itu. Bahkan jarak dari tempatnya makan saat ini, jika naik ojek atau transportasi umum tidak akan sampai 15 menit. Apa tidak bisa menahan lapar 15 menit saja. Tidak mau membuat Arjuna semakin marah, akhirnya Aruna pun memilih diam. Tidak menjawab apapun lagi. Suasana kembali canggung. "Cepat habiskan makanmu, habis ini pulang sama Abang. Jangan keluyuran tidak jelas lagi." "Iya." Aruna hanya bisa menurut. Kemudian mereka pun diam, masing-masing sibuk dengan makananya sendiri-sendiri. Bahkan Arif sedikitpun tidak berani membuka suaranya. Dia hanya diam sejak tadi. Marina, yang tau Arjuna tengah kesal pun memilih diam. Tidak berani bertanya ataupun menduga-duga. Setelah makan, Arjuna langsung membayar semua makanan mereka bahkan yang di makan oleh Arif dan Aruna juga di bayar. Tanpa mengatakan apapun, Arjuna langsung menyeret tangan Aruna untuk pulang. Tidak memberi kesempatan sedikitpun untuk Aruna bahkan hanya sekedar berpamitan pada Arif. "Aku bisa pulang sendiri Bang," ucap Aruna lirih saat sudah masuk kedalam mobil Arjuna. Dia duduk di kursi belakang, sedangkan Arjuna dan Marina duduk di kursi depan. "Pulang sendiri, terus keluyuran seperti tadi. Pulang sekolah tidak langsung pulang, malah pacaran tidak jelas seperti tadi." Aruna kembali diam mendengar ucapan Arjuna. Sudah tidak kaget lagi sebenarnya Aruna dengan sikap Arjuna yang ketus dan dingin seperti ini. Dia tau, kalau dia salah. Tidak salah jika Arjuna marah. Dia sadar, abangnya itu hanya ingin yang terbaik untuknya. Dia tau, meski sikap Arjuna dingin dan terkesan ketus tapi pada dasarnya laki-laki itu adalah laki-laki yang penuh kasih sayang dan perhatian. *** Aruna dan Arjuna turun dari mobil, bertemu dengan Asep dan Sarni yang tengah duduk santai di teras rumah. "Loh, Runa kok bisa pulang sama Mas Juna?" tanya Sarni saat melihat Aruna turun dari mobil Arjuna. "Pacaran dia Bi, pulang sekolah bukannya pulang malah pacaran tidak jelas." Ucap Arjuna pada Sarni. Sarni langsung menatap Aruna dengan tatapan selidiknya. Apalagi Arjuna mengatakannya dengan kesal, jelas sekali laki-laki itu tidak sedang bercanda. Aruna semakin tidak bisa berkutik, pasti setelah ini dia akan mendapatkan omelan dari Ibunya. "Betul itu Runa?" tanya Sarni menatap putrinya sulungnya itu. "Cuma makan sebentar kok Bu," ucap Aruna lirih. "Iya, makan sama pacarnya. Apa namanya kalau bukan pacaran." Sahut Arjuna lagi. Setelahnya Arjuna langsung masuk kedalam rumah. Sepertinya dia butuh mandi, otaknya yang terasa lelah sekarang juga terasa panas dan ingin meledak. Belum lagi kekesalan hatinya yang harus dia redakan sesegera mungkin, sebelum kewarasannya hilang. Arjuna yang sudah masuk lebih dulu, meninggalkan Aruna yang masih menerima sidang dadakan dari Sarni dan Asep. "Sejak kapan kamu punya pacar Runa?" tanya Sarni dengan seriusnya. "Kami tidak aneh-aneh kok Bu. Cuma makan bareng." Jawab Aruna dengan takut-takut. "Ibu tanya sejak kapan, bukannya ngapain." "Seminggu yang lalu." Ucap Aruna dengan lirih. Sangat lirih malahan. Hampir tak terdengar. "Siapa yang izinkan kamu pacaran Runa?" tanya Sarni lagi. Aruna hanya menunduk takut, takut menerima kemarahan ibunya. Sejak lama dia sudah di wanti-wanti agar jangan dulu pacar-pacaran. Fokus belajar, tapi karena seminggu yang lalu teman sekelasnya menyatakan suka padanya dan Aruna juga merasa penasaran dengan rasanya punya pacar akhirnya mereka pun memutuskan untuk pacaran. Dan beginilah akhirnya, gara-gara kepergok oleh Arjuna akhirnya kedua orang tuanya sekarang tau. "Sudah, jangan marah-marah dulu. Runa ayo masuk dulu ganti baju, terus istirahat." Asep yang tidak tega dengan putrinya akhirnya turun tangan. Dia menarik pelan tangan Aruna dan membawanya untuk masuk kedalam rumah. Kasihan putrinya itu baru saja pulang, bahkan seragamnya belum berganti. Tapi sudah di omeli. Nanti dia akan nasehati secara perlahan, bukan dengan suara keras seperti yang di lakukan istrinya barusan. Aruna pun mengikuti kemana kemana bapaknya membawanya, beruntung bapaknya menyelamatkannya dari amukan ibunya. Jika tidak, Aruna yakin sekarang dia masih menerima kemarahan ibunya di teras. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN