—Jangan menyesali sesuatu yang sudah menjadi pilihanmu, belum tentu kalau tidak di pilih, Kau bisa tau isi dan rasanya.— Anastasia Halim.
‘Seusai mengultimatum Aku, Mama Windy dan Savira, buru-buru keluar dari kamarku. Karena apa? suara mobil Papa yang barusan terhenti di halaman depan rumah, terdengar dari kamarku.’
Anastasia yang menyadari, suara mobil berhenti di depan halaman rumahnya, pun dengan cepat mengusap air matanya. Anastasia yakin, sebelum sang Papa berjalan masuk ke kamarnya, Papanya akan singgah sebenar ke kamar sang Putri.
Benar saja, tidak lama papa datang, dengan kedua manik mata yang sudah di lapisi kulit yang menua itu, mendekat ke arahnya yang sedang duduk di tepi ranjangnya.
"Anas." suara terlembut dari pria tua itu terdengar mendekat ke Anastasia.
"Iya Pa." balasnya dengan mengulum senyuman dari kedua sudut bibirnya.
"Nak, jangan bersedih lagi. Pria itu tidak pantas untukmu." kata Papa sambil menyentuh pundak Anas dengan tangan lembutnya. Raut wajahnya, tampak memendam sesuatu.
Anastasia terkesiap, dia kaget dengan ucapan Papanya yang belum pernah dia dengar sebelumnya.
"Jangan di bicarakan lagi Pa. Anas sudah bisa menerima semuanya dengan lapang d**a. Bukankah lebih baik, di saat sebelum menikah, keburukan Gerald terungkap, sebelum ada ikatan pernikahan, dan Anas di tinggalkan, lalu di ceraikan karena perselingkuhan. Sudalah Pa, Anas bisa menerimanya." Anastasia menyentuh punggung tangan sang Papa, dengan senyum tipis dari bibirnya.
"Papa tau Nak, tapi.. papa cuma mau bilang, keputusan Gerald untuk menggagalkan pernikahan kalian memang sudah benar, meskipun alasannya tidak tepat, dengan mengkambing hitamkan kamu. Om Reza sudah katakan ke Papa, kalau dia sempat melihat Gerald di salah satu Mall, dengan seorang SPG. Bisa jadi, dengan wanita itu dia berselingkuh. Dan Papa, sudah membersihkan nama baik kamu di depan keluarganya."
"Maksud papa?" kedua manik mata Anas membulat. Pertanda wanita lemah itu kaget.
"Anas, Papa tadi bersama Marco ke rumah Om Reza, karena Om Reza meminta Papa untuk memastikan sendiri, foto yang sempat di ambil Om Reza tempo hari. Benar atau tidak dugaan Om Reza selama ini. Om Reza dan Papa, membantu kamu, untuk keluar dari tuduhan yang di layangkan Gerald, serta memperbaiki nama kamu di keluarganya, yang sempat menuduh kamu dengan alasan yang tidak masuk akal! Papa tidak setuju dengan cara Gerald menyakiti kamu. Jadi, papa tadi ke rumah Gerald, dan menjelaskan ke keluarga mereka, dan memberikan foto Gerald yang sedang jalan bersama SPG Mall." Pria tua di depan Anastasia ini, benar-benar sangat memikirkan nama baik anaknya.
"Papa... sudah ya, Jangan jadi pikiran sama Papa. Anas masih bersyukur, ada papa di sini yang setia mencintai Anas." Anas melebarkan kedua tangannya, memeluk tubuh yang sudah mengurus itu, Tidak sama lagi seperti dulu, tubuhnya yang masih berisi, sangat nyaman bila memeluknya.
"Baiklah, Papa yakin, suatu saat nanti, Anas mendapatkan cinta yang tepat dari seorang pria yang bisa menerima Anas dengan sepenuh hatinya." tangannya menepuk-nepuk pundak Anas, sangat lembut.
"Terima kasih Papa." katanya dengan suara pelan.
"Ayolah, turun ke bawah. Mama dan adikmu sudah di bawah, kita akan makan malam sejenak. Terus, kalau kamu mau, Papa akan menemani kamu mengobrol? Atau, kita bermain piano bersama. Atau, apa saja yang Anas mau. Selagi papa bisa menemani Anas." perkataannya, lagi-lagi membuat Anas terbengong, karena Papa jarang sekali, bahkan seingat Anas, dia tidak pernah berkata seperti itu. Anas tau, Papanya sedang berusaha untuk menghibur dirinya di hari kegagalannya.
"Pa, Anas hari ini ada janji sama Denada. Kita mau menghadiri, pesta ulang tahun keponakannya si Mark Pa. Boleh ya pa?" tanyanya dengan menatap kedua ekor mata sang papa, yang sendu dengan senyuman di bibirnya.
"Pergilah Nak, biar Marco yang mengantarkanmu." Perintah si Papa.
"Tidak usah Pa, Denada akan menjemput Anas kok." jawab Anas menolak perintah si Papa, untuk di antarkan dengan asisten pribadi Papa yang siap sedia bila di berikan perintahnya.
"Ouuu... baiklah. Anak papa sudah dewasa." Papa mengusap sayang puncak kepala Anas.
"Kalau begitu, Papa turun dulu. Kamu siap-siaplah, kalau memang sudah ada janji. Jangan biarkan, Denada menunggu kamu."
Anastasia pun menganggukan kepala, pertanda menjawab ucapan papamya. Sekarang, tubuh yang tak lagi kekar itu, sudah memunggungimya, dan berlalu keluar dari kamarnya.
Dengan dalam, Anastasia menarik nafasnya. Terasa sangat berat, setidaknya Anastasia yakin, sang pemilik kehidupan dan cinta itu berpihak pada dirimya. Bukankah, perkataan yang di katakannya tadi ke papa ada benarnya?
"Kalau saja, saat itu aku menikah dengan pria yang aku anggap baik, mungkin saja, aku bisa menyandang status janda. Ehemmm... tidak mesti Aku pikirkan lagi, meskipun berat dan sangat menyakitkan saat ini, setidaknya aku masih bisa bersyukur, Tuhan berpihak kepadaku."
Suara notifikasi ponsel Anas berbunyi, pertanda ada pesan masuk dari w******p.
Denada.
✔ Nyong! Lo uda siapkan? Gue uda mau dekat rumah lo! Mungkin 30 menit lagi, gue tiba di rumah lo. Gue gak mau nunggu lo masuk ke rumah lo, gue takut kena rabies. Habisnya, peliharaan lo galak-galak, Gue serem Nas.
Aku.
✔ Segitunya lo sama Mama dan adik gue! Btw, 30 menit lagi itu bukan uda mau dekat nyong, lo barusan berangkat kan? Ya uda, gue siap-siap dulu, lo tunggu di mobil aja, tapi kak Marco di sini loh. Lo gak niat gitu, menyapa sebentar pujaan hati lo?
Denada.
✔ Kagak! Gue malas sama mak tiri dan adik tiri lo yang gak berpendidikan itu! Gue kek ada salah aja, kalau gue dekat-dekat sama lo. Mending gue di mobil aja, ajep-ajep gitu. Dari pada itu ya, gue lihat wajah mereka seperti gue kek punya hutang aja ke mereka. Buruan lo siap-siap! soal Marco, tar gue kepet di lain hari.
Sebelum Denada membalas pesan Anas, wanita itu sudah berada di kamar mandi. Karena Anas tau, Denada tidak mau masuk ke rumahnya, karena sebenarnya berawal dari, saat Denada mengajak Anas untuk jalan, menemani dia ke salah satu tempat terfavoritnya, "Mall."
Mama Windy memarahinya karena suka sekali mengajak anak tirinya jalan saat mereka sedang berakhir pekan. Wajar dong ya, Senin sampai Jumat, adalah hari di mana Anas menghabiskan waktu di dunia kerja. Sepenuh jiwa dan cinta nya, hanya untuk kerja, walaupun sesekali, di barengi dengan cinta yang telah pupus.
Sedangkan Sabtu dan Minggu, jika tidak ada Papa di rumah, Pasti kalau tidak Gerald pacarnya sendiri yang mengajak untuk jalan, Denada dan juga Mark yang akan mengajaknya untuk ikut bersama mereka, sekedar berkumpul bersama. Karena mereka berdua adalah, sahabat yang sudah di anggap sebagai Kakak dan Abang untuknya.
‘Ya, aku paling muda di antara mereka berdua. Denada berumur 27 Tahun, sedangkan Mark itu berumur 28 Tahun, tapi status mereka berdua JOMLO. Berbeda denganku, yang sempat berpacaran dengan Gerald, hingga hampir menikah. Saat mereka berdua tau, mereka melayangkan sumpah serapah untuk Gerald. Hingga mereka berubah menjadi Netizen yang mengerikan. Dengan menggunak id palsu, di mana pun sosmed Gerald berada, di situ pula mereka menyampah dengan sumpah serapah.’
Wajar gak sih? seorang sahabat marah saat sahabatnya di sakiti. Anastasia sempat mengingatkan ke mereka, kalau saja mereka berani mencari atau melabrak si Gerald, Anastasia mengancam Denada dan Mark, tidak akan berteman lagi dengan mereka. Anastasia tidak ingin, sahabatnya ikut campur dan nama baik mereka menjadi jelek karena masalahnya.
Denada.
✔ Gue uda di depan rumah lo ini, buruan lo keluar. Sebelum gue tertarik untuk turun, pemandangan mata gue, sudah di suguhkan dengan kimbab yang siap di santap.
Aku.
✔ Iyaaaa... ini gue pamit sama papa sebentar.
Seusai membalas pesan dari Denada, Anastasia berjalan menuju kamar Papanya. Hampir dekat dengan pintu kamar papa, terdengar suara Mama Windy yang sedang berteriak ke Papa.
"Jangan ikut campur lagi soal Anas! Tidakkah semuanya sudah beakhir dan kita sudah mendapatkan malu?"