SEKARWANGI (PART 8)

1445 Kata
(Part 8) By: #ElifiaTaraka POV    : Penulis Minggu pagi, kembali datang di pesisir Pantai Peh Pulo. Hawa dingin selepas Subuh menyeruak ke setiap penjuru kampung menggoda iman manusia untuk kembali bergelung dalam selimut tidur yang hangat. Namun, banyak iman yang lebih kuat daripada bisikan hawa dingin yang begitu menggoda karena tanda-tanda kehidupan mulai bangkit kembali setelah asyik berselubung dalam gelapnya malam. Hanif membuka jendela rumah dinasnya. Sudah sepekan berada di kampung terpencil itu. Sudah sepekan pula Hanif  menjalankan tugas di puskesmas yang jaraknya jauh dari rumah tinggalnya. Tugasnya sebagai dokter tak hanya sampai di situ saja, di luar jam kerja, pada kondisi masyarakat yang jauh dari fasilitas dan tenaga kesehatan seperti kampung pesisir itu, dialah yang dapat diandalkan ketika ada warga yang tiba-tiba sakit dan membutuhkan pertolongan. Hanif tak ragu untuk datang sendiri jika ada warga yang memerlukannya. Bukan kedok untuk memberi kesan baik, namun jiwa sosial Hanif  sebagai seorang dokter tak dapat membiarkan orang lain mengalami kesusahan.  Ia hirup dalam-dalam udara pagi kampung pesisir pantai yang segar, diembuskannya udara kotor dalam paru-paru untuk ditukar dengan udara bersih sebanyak yang ia inginkan. Hanif menuju kursi yang ada di teras rumah dan meneguk segelas s**u hangat yang baru saja ia buat. Celana training hitam, kaos putih casual model O-neck yang sedikit ketat, dan sepatu kets putih sangat serasi dipandang saat melekat di tubuhnya. Di tangan kanannya melingkar running watch yang membuat tampilannya semakin modern dan istimewa. Dimasukkannya kamera mirrorlees kesayangannya ke dalam tas kecil kamera yang ringan dan tidak merepotkan untuk dibawa. Semua barang yang dimiliki sangat cocok dengan style nya yang kekinian. Pagi masih buta, belum ada pukul lima pagi. Langit temaram dengan sedikit semburat merah di kaki langit sebelah timur. Hanif mengunci pintu rumah, mengambil sepeda lipat yang ia bawa dari kota. Hanif melakukan gerakan pemanasan  sebentar untuk merilekskan otot-ototnya agar tidak cidera sebelum berolahraga pagi. Ya, di kota Hanif memang selalu rutin melakukan olahraga pagi dan pergi ke tempat fitnes paling tidak seminggu dua kali. Oleh karena itu, tidak heran jika fisiknya selalu terjaga. Kali ini, meskipun jauh dari kota dan tidak ada pusat kebugaran, Hanif  berusaha tidak meninggalkan aktifitas olahraganya. Setelah merasa cukup melakukan pemanasan, Hanif  mengayuh sepeda menuju ke arah selatan. Ia ingin jogging pagi di tepi pantai. Hanif berpikir, mungkin ini akan ia jadikan aktifitas rutinnya setiap pagi sebelum berangkat kerja ke puskesmas. Tidak usah lama-lama, yang penting cukup untuk membakar kalori. Tak lama kemudian, terlihat Hanif  menaruh tas kecilnya di atas pasir dan berlari kecil bolak-balik menyisiri pasir Pantai Peh Pulo yang berwarna putih. Bulir keringat sudah terlihat di pelipisnya. Dengan napas terengah, ia duduk meluruskan kaki menghadap ke tengah lautan. Kedua matanya menyapu seluruh hamparan pasir putih di sekelilingnya. Pantai masih sepi. Hanya beberapa perahu nelayan yang terkatung-katung di tepi pantai dipermainkan deburan ombak pagi. Hanif melepas sepasang sepatunya. Ia kibas-kibaskan agar pasir yang masuk ke dalamnya luruh. Beberapa saat kemudian Hanif berdiri dan melangkahkan kaki menuju air laut. Rupanya hatinya tergoda dengan riak ombak yang tak berhenti berdebur sehingga keinginan untuk menyentuhnya dengan telanjang kaki tak dapat ia tahan. Hanif bermain-main sebentar dengan air laut yang menebarkan aroma asin itu. Setelah puas, Hanif  kembali ke tempat duduknya semula. Tangannya mengambil kamera dan menekan tombol On untuk menghidupkan. Tak lama kemudian ia asyik mencari angle menarik. Mungkin, fotografi adalah sisi lain dari seorang dokter bernama Hanif. Kedua orang tuanya juga tidak pernah melarang Hanif untuk masuk dalam klub fotografi. Dari sanalah ia banyak belajar dan sharing bersama teman dalam dunia fotografi. Kadang, ia sering mengikuti kontes dan hasil jepretannya memang tidak dapat dikatakan sebagai amatiran lagi, tapi sudah layak disandingkan dengan karya fotografer berkelas. Beberapa prestasinya di bidang fotografi terbukti dalam ukiran piala penghargaan yang kini bertengger di almari rumahnya di kota. Hanif melirik running watch di tangan kanannya, waktu masih menunjukkan pukul 05.30 WIB. Hari Minggu, masih banyak waktu untuknya bercanda dengan alam melalui jepretan kameranya. Hanif melangkahkan kaki ke bagian pantai sebelah timur dan menemukan objek menarik yang tak akan ia lewatkan. Seorang gadis remaja ayu berdiri di samping sepeda mini keranjang merah, memakai rok bunga-bunga kuning dan atasan putih lengan pendek bergambar panda yang sedang menjulurkan lidah. Rambut hitam panjangnya diikat dua dengan tali berwarna kuning, sepadan dengan rok yang dipakai . Gadis itu bertelanjang kaki, kemudian berjalan di atas pasir putih dan mendekat ke arah air laut. Gadis itu berjongkok. Di tangannya yang berhias gelang berwarna merah muda itu ada seekor penyu kecil yang akan ia lepaskan ke laut agar dapat kembali bertemu saudara-saudaranya di alam bebas. Seketika, jiwa fotografer Hanif menggeliat, tak akan  ia lewatkan moment indah di depannya, bahkan saat gadis itu berdiri, mengucapkan selamat tinggal dan melambaikan tangan pada penyu kecil yang merangkak di antara riak- riak ombak. Beberapa detik, Hanif bagai tersihir oleh pesona makhluk cantik yang berpadu sempurna dengan alam itu. Hanif mendapatkan banyak jepretan dan video tanpa gadis itu menyadari sedikit pun. Tiba-tiba angin nakal bertiup menyingkapkan sebagian rok bunga-bunga kuning yang menutupi betis kuning langsatnya. Spontan tangan gadis itu menghalau kibaran rok nya dan berusaha membetulkan kembali. Darah Hanif terkesiap seolah-olah berhenti mengalir dan ubun-ubunnya memanas dengan angka derajad abnormal  ketika matanya secara tak sengaja menyaksikan pemandangan menggairahkan hasrat kaum adam itu . Matanya terbelalak bersamaan dengan sorot mata gadis itu yang tiba-tiba menyadari kehadirannya. Belum sempat Hanif menguasai dirinya kembali, gadis itu melangkahkan kaki mendekatinya dengan sorot mata bagai pedang terhunus yang siap menusuk jantung. Bagai mendengar genderang perang yang sudah ditabuh, nyali Hanif sedikit menciut, seolah-olah  takut gadis itu salah paham dengannya. “Mm…, ma…, maaf…, saya …,” kata Hanif terbata ingin menjelaskan sesuatu. Gadis itu tiba-tiba membungkuk dan menggenggam pasir pantai. Dengan cepat dilemparkannya pasir berwarna putih itu ke arah muka Hanif. Gadis itu terlihat marah karena merasa dirugikan. Rupanya ia tahu jika ada seseorang yang mencuri foto dirinya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Tanpa mau berbicara, diulanginya mengambil pasir pantai dan dilemparkan sekali lagi ke arah Hanif. Hampir saja lemparan pasir itu mengenai mata jika Hanif tak menghalau dengan tas kecilnya. “Eh, dik…, dik…, adik sebentar, jangan salah paham. Saya bisa menjelaskan,” kata Hanif mencoba berdamai. “Dak-dik-dak-dik, siapa yang adik kamu?” jawab gadis itu sengit dengan wajah memerah. Gadis itu kembali membungkuk untuk ketiga kalinya hendak mengambil pasir lagi. Hanif yang dapat menebak dan hilang kesabarannya karena gadis di depannya tak lagi bisa diajak bernegosiasi, akhirnya dengan cepat menangkap tangan kanan sang gadis dan memegangnya dengan erat. Sejenak mata mereka beradu, lima detik keheningan yang berarti sebelum tersadar bahwa mereka berada pada jarak yang begitu dekat. Gadis itu tersentak dan seketika berontak ingin melepaskan tangannya dari pegangan tangan Hanif. Hanif yang terlihat tak rela melepaskan, makin mempererat pegangannya karena ia tak ingin membiarkan gadis itu salah paham dengan dirinya. Gadis itu menarik tangannya dari pegangan Hanif dengan sekuat tenaga. Semakin kuat Gadis itu menarik tangannya, semakin kuat pula Hanif memegang. Gadis itu ternyata tak kurang akal. Ia menggigit tangan Hanif. Hanif terkejut dan reflek melepaskan pegangannya, namun tangan kiri Hanif segera bertindak menarik gadis yang akan berlari melepaskan diri darinya. Tak disangka, gadis itu mendorong tubuh Hanif dengan kuat hingga Hanif terjatuh ke dalam air laut. Sudah jatuh tertimpa tangga, ombak pagi tampaknya lebih bersahabat dengan gadis itu. “Byuuurrrrr….” Ombak tiba-tiba datang mengunjungi daratan dan mengguyur seluruh tubuh Hanif  yang jatuh ke dalam air. Hanif basah kuyup. Sebelum berlari menjauh, gadis itu tertawa kecil dan menjulurkan lidahnya ke arah Hanif, sangat kompak dengan kelakuan gambar panda di kaos yang dikenakannya. Seluruh tubuh Hanif basah kuyup bermandikan air laut. Hanif mendengus kesal melihat kameranya terkena air. Diambilnya sehelai sapu tangan dari tas kecilnya untuk mengelap lensa kamera yang basah. Tiba tiba matanya menangkap sebuah benda di atas pasir, sebuah gelang warna merah muda. Ia ingat betul, bahwa gadis tadi juga memakai gelang yang sama. Mungkin saja saat ia menarik tangannya gelang itu terjatuh. Hanif memungut gelang merah muda itu dan membersihkan pasir yang menempel  dengan ujung kaosnya. Sambil berjalan menuju tempat sepedahnya terparkir, Hanif mengamati gelang yang baru saja ia temukan. Ternyata, terdapat ukiran sebuah nama di bagian dalam gelang merah muda itu. “SEKARWANGI”, demikian tulisan itu dibaca oleh Hanif. *** (Bersambung ke part 9) Catatan: Celana training           : celana super nyaman yang bisa dipakai untuk pelengkap penampilan saat berolahraga. Casual                      : santai Kaos O-neck            : kaos santai dengan desain leher kaos bulat menyerupai huruf  “O” Running watch         : jam untuk olahraga lari. Kamera mirrorlees   : kamera kekinian yang lebih praktis, tidak memiliki cermin dan jendela bidik optik seperti kamera DSLR, ukurannya lebih kecil dan ringan. Angle                       : sudut pandang, rentang sudut perspektif yang terekam oleh kamera.                        
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN