Bab 2: Bersandiwara

1021 Kata
Matahari menyingsing dengan semburat cahaya sinarnya yang menembak langsung ke arah jendela kamar. Lavanya mengerjap-ngerjapkan kedua matanya yang diterpa kesilauan, mengerutkan dahi dan matanya kala melihat suasana diluar yang tampak terang benderang begitu teriknya "Hmmm ... udah siang saja, hoaaaam!" Lavanya bangkit seraya menguap, kemudian merenggangkan otot-ototnya yang kaku. Ia menoleh menatap jam digital yang melekat di dinding, tepatnya diatas tv, jarum jam pendek menunjukkan angka tujuh dan jarum panjang yang masih berdiam diri diangka tiga. Lavanya terpaku, ia kira waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. hampir saja jantungnya kembali berdetak kencang jika memang benar ia terbangun kesiangan hingga melupakan waktu sarapan pagi. Namun--Lavanya kembali teringat jika di kulkas tidak ada bahan makanan, ia begitu bingung bagaimana mendapatkan bahan dengan secepat kilat. "Aku harus apa? mana nggak ada motor lagi. nggak mungkin pakai mobil," keluhnya Lavanya melirik suaminya yang terlelap pulas disamping dirinya, seketika saja ia menggigit bibir bawah masih merasa takut akan kemurkaan lelaki ini. Anya teringat kejadian tadi malam sebelum tidur, Davendra membentaknya dengan sangat kasar dan itu terdengar sangat menyakitkan. "Dia mengerikan dibalik topeng malaikat yang selama ini dia pamerkan. aku nggak menyangka sudah menikah dengan lelaki ini, apakah itu memang sifat sebenarnya ataukah karena efek alkohol? tapi sebelum itu dia juga bersikap dingin padaku. ada apa sebenarnya? aku benar-benar sudah nggak nyaman lagi." gumamnya dengan wajah sendu menatap punggung suaminya Ting tong! Sejurus itu bunyi bell terdengar sampai ke kamar utama yang mereka tempati, Lavanya atau yang lebih akrab disapa Anya, sontak menoleh ke arah pintu yang masih tertutup. Ting tong! Sekali lagi bell berbunyi, tanpa berpikir panjang Lavanya bergegas turun dari ranjang dengan langkahnya yang tergesa-gesa. "Iya, sebentar!!" teriak Anya, menuruni tangga dengan tergesa-gesa tapi tetap berhati-hati "Siapa, ya? apakah pekerja di rumah ini?" gumamnya Setiba di depan pintu utama, Lavanya membuka pintu dari dalam setelah kuncinya ia putar melalui deadbolt. Lavanya terkesiap melihat tamu tak terduga datang menjenguknya dipagi-pagi begini. senyum cerah pun terbit di bibir manis itu menyapa mertuanya, tak lupa Lavanya juga menyalimi punggung tangan mereka dengan penuh takhzim "Ma, Pa, silakan masuk." Lavanya mempersilakannya "Makasih, Anya. pasti suamimu belum bangun, ya?" tebak Mama Asmita, ibu dari Davendra "Belum, Ma. ayo, duduk! maaf, kalau Anya belum bisa seduhkan minuman hangat," "Sudahlah, ayo kita sarapan bareng! kalian terlalu terburu-buru untuk menempati rumah baru ini, sampai kami belum ada menyiapkan apa-apa di Dapur. hanya pakaian kalian saja yang Sopir kirim kesini, maaf ya, Nak?" Mama Asmita memeluk menantunya dengan perasaan bersalah "Nggak apa-apa, Ma, Mas Dave yang terlalu antusias untuk menempati rumah pemberian orang tuanya." "Ya, tapi ada bagusnya juga sih, mungkin Dave ingin hubungan kalian tidak terganggu oleh kami. aaah ... semoga saja kami segera diberi cucu," harap Mama, diangguki oleh suaminya, Papa Sandi Lavanya menelan air salivanya dengan kasar mendengar kata cucu yang tercuat dari mulut ibu mertuanya. apa yang mereka perkirakan tidak sesuai dengan ekspektasi, ingin sekali Lavanya mengatakan hal itu, jika sebenarnya hubungan mereka tidaklah baik-baik saja. namun, Lavanya hanya bisa diam menutup mulutnya dengan rapat, tidak ingin membeberkan masalah rumah tangganya kepada orang lain, termasuk sang mertua. Menurutnya, biarlah dinding rumah tangga ini tetap ia jaga perihal aib atau kebahagiaan yang akan datang. Lavanya tidak ingin membuka pintu agar orang-orang mengetahui masalah yang tengah dilanda dalam pernikahannya. Lavanya hanya berharap bila kejadian tadi malam disebabkan karena Davendra merasa lelah dan ingin merilekskan tubuh dengan minuman terlarang itu. Lavanya juga berdo'a bila suaminya akan bersikap baik mulai hari ini dan seterusnya, Anya hanya sedang berusaha untuk berpikir positif akan apa yang ia alami. "Hhh, semoga aja, ya, Ma. Anya ke Dapur dulu siapkan sarapan kita," pamitnya "Baiklah, biar Mama bangunkan suamimu yang nakal itu." Akhirnya menantu dan ibu itu berpisah menuju tujuan masing-masing. Di meja makan, suasana hangat Lavanya rasakan. menikmati sarapan sembari mengobrol dengan sedikit gelak tawa yang hinggap menghiasi ruangan ini. Lavanya hanya memperhatikan, terutama raut wajah suaminya yang terlihat telah membaik, pria itu juga menunjukkan sisi hangat padanya yang berhasil membuat perasaan Anya terasa lega. prianya sudah kembali, pria yang hangat dan berlaku lembut padanya "Is, iya, Ma ... nanti aku cari pembantu buat ngurus rumah ini, mana mungkin aku membiarkan istriku mengerjakannya sendiri," "Sebelum dapat, nanti Papa tugaskan orang rumah buat bantu dimari." usul Papa Sandi "Nggak perlu, Pa! kami ini kan pengantin baru, sengaja kemari supaya tidak ada yang mengganggu. aku nggak mau ada orang lain disini, ntar kita nggak bisa bebas, ya, kan, Sayang?" Davendra menggenggam tangan sang istri "Hah??" Lavanya bingung dengan raut polosnya, sedangkan Mama Asmita tampak terkejut sama apa yang dikatakan putranya, sontak saja Mama hampir tersedak oleh makanannya sendiri. Lavanya buru-buru menyodorkannya segelas air putih "Ya ampun, kalian ini." desis Mama tak percaya bila anaknya bisa segamblang itu "Hmm, ya, ya, ya, kami tau arah bicaramu kemana. baiklah kalau gitu, tapi syaratnya tuh benih--harus cepatan jadi cucu buat kami." ucap Papa, Lavanya mendelik mendengarnya "Tenang saja, kami akan sangat rajin melakukannya." Davendra tersenyum seringai dengan gayanya yang angkuh "Hmm, tadi Mama agak tersindir lho, Pa, nih anak nggak mau ada orang lain yang masuk ke rumahnya. apa kita jadi pengganggu, Pa?" "Eh, enggak kok, Ma, Mama nggak ganggu, suwer deh! Dave cuma becanda." pungkas Lavanya "Cepat habisin sarapanmu, Ma, setelahnya kita pergi." titah Papa kepada istrinya tanpa mempedulikan Anya. "Aish, Papa!" gerutunya, Anya melirik suaminya yang sedang mengulum senyum padanya dengan salah satu alis yang terangkat ke atas. Lavanya menggeleng-gelengkan kepala dibuatnya. Lavanya tertegun merasakan pundaknya tengah dirangkul oleh Davendra, ia menatap tangan itu yang menyentuhnya, sedang tangan lain tengah melambai mengantarkan kepergian orang tuanya yang lebih memilih pamit dari kediaman mereka. Lavanya mendongak menatap wajah tampan itu, yang ditatap juga ikut membalas tatapannya sembari tersenyum, kemudian beralih pada mobil yang akan melaju. Lavanya juga mengalihkan pandangannya, ia mengulum senyum sembari melambaikan tangan kepada mertuanya. "Hati-hati di jalan, Ma." pesan gadis cantik tersebut "Kamu juga, tetap kuat. bye!" dan mobil pun melesat sempurna meninggalkan pekarangan rumah ini Davendra melepaskan rangkulannya, ia menyeret tubuh Lavanya untuk bergegas masuk ke dalam rumah. gadis itu terkesiap, jantungnya berdegup sangat kencang melihat aksi suaminya. apakah--mereka akan melakukannya? Davendra terlihat terburu-buru seperti ingin melakukan sesuatu. "Yang, santai dong ... emang harus melakukannya sekarang, ya?" Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN