Crazy Game. 2.

1479 Kata
"Pak! Bisa gak jangan kayak anak kecil?! Kembalikan!" Deliana berusaha merebut gadgetnya dari Agus. Tetapi Agus penasaran dan kepo saja sama gadgetnya si Deliana. Deliana berjinjit agar bisa meraih ponsel dari Agus, sehingga posisi mereka berdua tak dapat terelakkan. Deliana dan Agus jatuh di tempat tidur, namun Deliana belum usai untuk menyudahi perebutan gadgetnya. Agus dengan jarinya sibuk mengetik sesuatu, kemudian seseorang muncul dari kamar Deliana. "Del, Kakak boleh pinjam catokan rambut kamu ti-dak? Oh my god, Bang Indra ke sini sebentar?!" Sarah berteriak memanggil suaminya yaitu Indra. Indra datang dan menghampiri istrinya. "Ada apa, Sayang?" sapa Indra, Sarah menempelkan jari telunjuk ke bibir Indra. Suara berisik di kamar Deliana dengan Agus masih dijaga ketat oleh Sarah dan Indra. Sarah membuka perlahan pintu kamar Deliana, Indra sebaliknya juga mengintip. Membulat kedua mata Indra, sang adik iparnya sedang duduk di perut Agus. "Kayaknya sudah waktunya deh adik tersayangku menikah," ucap Sarah mengangkat suara lebih dulu. Deliana yang kesal atas sikap Agus padanya. Saat itu pula Deliana menghentikan aksinya untuk merebut kembali gadgetnya karena sumber suara arah pintu ada pada kamarnya. "Maksud Kakak?" Deliana bertanya atas ucapan dari Sarah. Sarah melebarkan pintu dan masuk bersamaan dengan Indra yang senyum-senyum menyelidiki Agus dan Deliana. Agus bangun terduduk dan Deliana di pangkuannya. "Sudah sejauh mana hubungan kamu dengan Agus?" Kembali Indra bertanya pada Deliana. Deliana semakin melotot dengan pertanyaan dari Abang iparnya itu? "Hubungan apa? Aku dan Pak Agus gak ada hubungan apa pun?! Abang jangan ngaco deh?!" cela Deliana semakin bingung sikap mereka. "Yakin?" Indra malah tak yakin kalau Deliana tak memiliki hubungan apa pun dengan Agus. "Iya, loh, Bang! Aku sama Pak Agus gak ada hubungan apa pun?! Kenapa sih kalian bertiga aneh banget?! Apalagi Bapak, kenapa datang ke rumah tanpa di undang." Deliana semakin kesal dan turun dari pangkuan Agus. "Bapak sudah kasih tau, saya datang ke sini mau melamar kamu," sambung Agus angkat bicara. Deliana memutar badannya dan mengacak pinggang sambil melototi pria kacamata tebal itu. "Jangan harap saya setuju lamaran Bapak?!" Deliana bersih keras menolak lamaran dari Agus. "Kamu bisa saja menolak saya, bagaimana dengan saudara ipar mu? Mereka tidak keberatan jika saya melamarmu menjadi istri masa depanku," ungkap Agus tenang dan masih bermain ponsel milik Deliana. Deliana memutar bola matanya kesal, kemudian ia menatap Sarah dan Indra sedari tadi diam di tempat menyaksikan perdebatan antara mantan murid dan mantan dosen. "Aku gak bakal mau nikah sama dia?! Ingat itu, Bang Indra dan Kak Sarah!" tunjuk Deliana pada Agus tetap matanya tertuju pada Indra dan Sarah. Sarah dan Indra saling berganti pandangan, seperti berbicara hati ke hati. Senyuman terpancar oleh mereka berdua. Deliana berharap kalau saudara iparnya itu mendukungnya. "Menurut Kakak gak ada salahnya menerima Agus di keluarga kita? Apalagi Agus--orangnya bagus, walau mantan dosen mu. Tetap saja dia dosen terbaik sehingga kamu bisa diterima perusahaan sangat besar, harusnya kamu berterimakasih sama Agus," ucap Sarah membela Agus dan tak mendukung adiknya sendiri. "Apa? Baik? Baik dari mana coba? Bang, Abang gak mau kan punya calon saudara ipar yang kayak---" "Menurut Abang ... gak ada salahnya, benar kata Sarah. Agus orangnya baik, mapan, meskipun bukan dosen lagi. Di mata ku dia orang beda dari pria mana pun," lanjut Indra berbicara. Deliana terperangah tak percaya dengan saudara iparnya, apalagi sang Kakak tercintanya juga. Deliana melirik tajam ke Agus, Agus malah mengedip sebelah matanya. "Pasti Bapak sudah menghasut Kak Sarah dan Bang Indra?! Pokoknya saya tak sudi punya suami kayak Bapak! Jangan HARAP?!" Deliana beranjak keluar dengan ekspresi kesal campur nano-nano. Agus semakin gemas melihat sikap Deliana saat marah dan kesal padanya. Ia semakin cinta banget, dan pengin segera menikahi wanitanya. Sarah dan Indra selalu mendukung Agus untuk bisa mengambil hati Deliana. "Tetap semangat, Deliana hanya kesal. Mungkin saja dia kaget saat kamu datang berkunjung ke rumah kami," ucap Sarah beri hiburan pada Agus. "Tidak apa-apa, saya akan sabar. Sampai Deliana tulus menerimanya kehadiranku nanti," kata Agus menyakinkan dirinya sendiri. "So sweet! Andai saja aku bisa dapatkan dirimu mungkin bukan Indra yang menikah denganku," cicit Sarah bisa-bisanya buat cemburu Indra di depan Agus. Bagi Indra sudah tak pengaruh soal cemburu, karena Sarah tak mungkin punya hati pada Agus. Pada dasarnya pernikahan Indra dan Sarah juga berujung sebuah permainan masa kuliah dulu. **** Terlambat sudah untuk Deliana pagi-pagi berisik di rumah mondar-mandir ; ke sana-ke sini. Membuat Sarah dan Indra terbangun suara derapan kaki lantai dua. Sarah menguap untuk sekian kalinya, ia melirik jam dinding pukul 07.30 pagi. Apalagi Indra masih memeluk guling dengan merebah kepala sambil bersanding di dinding. Deliana turun tergesa-gesa menenteng tas dan karet di gigit serta rambut masih belum di apa-apa'kan olehnya. Ia pun melirik saudara iparnya itu. "Ya ampun, Kak?! Kenapa masih berdiri di sana? Apa kalian gak kerja?" cibir Deliana meletakkan tasnya di kursi dan mengikat rambut yang setengah basah itu. Arwah Sarah belum terkumpul, apalagi Indra mengekori istrinya dengan guling ia peluk. "Ini baru jam berapa, Sayang?" ucap Sarah menguap kembali dan duduk di meja makan. Kegiatan Deliana membuat sarapan untuk satu keluarga. Lalu ke mana orang tua Deliana? Mungkin banyak di pertanyakan, bukan? Orang tua Deliana sudah tiada saat duduk di bangku sekolah menengah atas. Kecelakaan itu tak sengaja dilakukan oleh seseorang sehingga Deliana tak dapat merelakan kepergian sang kedua orang tuanya. Walau pun begitu, Deliana masih memiliki seorang keluarga kecil yaitu Sarah. Sarah adalah sosok Kakak yang menggantikan kedua orang tuanya. Meskipun begitu, Deliana tak pernah menyusahkan siapa pun, walaupun Sarah sudah menikah. Deliana tinggal bersama Sarah dan juga Abang ipar yang sangat menyayangi sang Kakak tercintanya. "Kakak, bangun pagi itu sehat dan rezeki pun lancar, bukannya Kakak pernah bilang anak perempuan tak boleh malas-malas," cibir lagi Deliana mengomeli Sarah. Sarah menarik nasi goreng buatan Deliana sebaliknya Indra juga. Setiap pagi adalah sarapan awal omelan dari Deliana kenyang untuk Sarah dan Indra. "Kamu itu memang sudah pantas menjadi istri orang. Setiap pagi mengomel terus gak capek sama tenaga dalam mu?" ucap Sarah dengan lahap menyantap nasi goreng adiknya. Bahkan Sarah belum bisa memasak seenak Deliana. Untung Indra - suaminya tak pernah komplain soal dapur. Ya, Indra mengerti, Sarah benci dengan dapur. Indra selalu memakhluminya. "Jangan mulai deh, Kak?!" mencak-mencak Deliana "Kenapa sih, kamu itu ilfil banget sama Agus? Memang kekurangan Agus itu dimana nya? Katanya kamu mau kawin sama dia, makanya semalam dia datang ke rumah berkunjung." Sarah penasaran saja sih, ya, mungkin Deliana mau menjelaskan. Deliana menghela napas dan menjawab, "Itu hanya permainan iseng dari Adila dan anak-anak. Kalau bukan permainan sialan itu, aku gak mungkin jumpa sama Pak Agus!" "Meskipun permainan, dari larut wajah Agus--dia gak main-main, loh, Del. Iya'kan, Sayang!" Sarah menyikut Indra dari tadi diam tak bersuara. Indra mengangguk, rasa kantuknya belum hilang. Deliana menghela kasar kemudian bangkit dari tempatnya, mengangkat piring kotor dan juga piring Sarah. "Kakak heran sama kamu, memang seberapa ilfil nya kamu sama Agus? Bukannya Agus itu mantan dosen kamu? Apalagi dia gak mengajar di Universitas sejak kamu lulus?" cecar Sarah memberi segala pertanyaan pada Deliana. Deliana tak menjawab, sibuk mencuci piring setelah selesai ia akan bersiap untuk berangkat kerja. Sesekali ia melirik jam dinding di dekat tangga. Telah pukul delapan lebih kurang. "Del." Sarah memanggil adiknya, tak ada tanggapan. Deliana anggap pembahasan tadi angin lalu. "Aku berangkat dulu." Deliana menyalami tangan Indra dan Sarah. Sarah hanya bisa menatap punggungnya telah menjauh dan menghilang dari ke luar rumah. "Ini, Abang?! Molor mulu! Mandi, sudah terlambat!" Sarah memukul paha Indra sehingga Indra tersentak kaget karena kantuknya tak kunjung hilang. "Masih ngantuk, Sayang, dua menit lagi ya!" respons Indra kembali merebah kepala pada guling ia peluk. Sarah menarik guling secara paksa sehingga rebahan kepala Indra tercium meja makan tersebut. Sehingga rasa kantuk Indra pun menghilang seketika, ia mengelus-elus rasa sakit kening tercium pada meja tadi. Sarah meninggalkan tempatnya dan bersiap-siap untuk kantor. Indra pun menyusul dengan merenggut. Selama perjalanan dari rumah ke kantor Deliana pun sampai juga. Untung tak ada kemacetan, cuaca hari ini sangat cerah semangat untuk Deliana beraktivitas. "Selamat pagi, Del!" sapa Anggi menepuk Deliana akan memasuki gedung perkantoran sarung tangan karet ekspor. "Pagi juga!" balasnya. Satu per satu pun saling menyapa dan kemudian bisik-bisik nyamuk menggema di telinga Deliana dan juga Anggi saat mereka memasuki gedung perkantoran tersebut. "Heboh apaan sih pagi-pagi begini?" kepo Anggi bersuara. "Katanya akan ada atasan baru di kantor kita," jawab divisi lain, Finna. "Hah? Benar? Siapa? Ganteng?" Anggi paling semangat soal beginian. Deliana masih sibuk sama ponselnya, entah apa yang ia ketik. Seketika lift terbuka, Deliana langsung masuk tanpa melihat sehingga ia menabrak seseorang. "Aduh!" desis Deliana ponsel miliknya hampir saja terjatuh ke lantai. Anggi dan anak-anak lainnya terdiam tak sempat mencegah Deliana main terobos masuk. "Kamu gak apa-apa?" suara yang tak asing lagi di telinga Deliana. Deliana dengan berani mendongak, kebetulan apa sudah ditakdirkan. Agus senyum tampan untuk Deliana. "Hai, Sayang." **** Ayo Komen dan tag love, masukan ke perpustakaan kalian ^^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN