5. First date?

1843 Kata
    Cakra tersenyum disela-sela kegiatannya menyusun maket sementara Halim kebingungan melihatnya, “kok bisa ketemu? Padahal kita sudah cari kemanapun gak ketemu” ujar Halim sambil mendekat kearah Cakra, “mana ngerjainnya cepat, kamu yakin yang ngerjain ini kamu? Ini udah hampir setengah jadi” ocehan Halim membuat Cakra menatapnya jengah, “berisik banget. Gak bisa apa lihat temannya senang??” balas Cakra. Halim menggeleng, “bukan, bukan gitu. Pertanyaannya kok bisa ketemu?” Cakra menepuk dadanya, “bisa dong! Namanya juga Cakra” ujarnya sombong.     Halim menatap Cakra dengan ekspresi aneh yang mengundang tawa Cakra, “isi kepalanya pasti banyak pertanyaan, tuh. Kepo banget” ucapan Cakra membuat Halim kembali menemukan kesadarannya, “ya kalau tahu kenapa gak jelasin?” tanya Halim kesal, “kalau itu rahasia, nanti juga tahu sendiri” balas Cakra lalu meraih ponselnya, senyuman itu tidak hilang dari bibir Cakra dan semakin lebar saat ia mengetik sesuatu pada ponselnya. Kecurigaan Halim meningkat, ia menduga kalau Cakra sahabatnya ini mempunyai gebetan. Halim baru melihat Cakra sesenang ini setelah sekian lama, dan ini merupakan hal yang positif sampai ia dapat menyelesaikan maketnya dengan waktu yang singkat.     Siapapun yang membuat Cakra seperti ini akan Halim beri hadiah karena temannya seperti telah menemukan dunia yang baru. “apa, sih? Lihatinnya kok gitu?” tanya Cakra membuat Halim terperanjat karena menatapnya seperti ayah pada anaknya, Halim menggeleng sambil tersenyum, “gak, cuman senang aja lihat kamu ketawa kayak gitu. Lagi senang, ya?” ekspresi Cakra menunjukkan bahwa ia jijik dengan penjelasan Halim, namun Halim tidak perduli dan tetap menatap Cakra dengan bangga, “kepo banget! Geli tau! Jangan begini lah, masih normal aku, Lim” mendengar akhir kalimat Cakra membuat Halim menonjok bisep Cakra, “gila! Aku juga masih normal, cuman senang aja liatnya. Punya gebetan ya?” tanyanya dengan pertanyaan yang sama, Cakra memutar bola matanya, “kalau iya kenapa? Kalau enggak kenapa?” ucap Cakra bertanya balik, “iih ditanya malah nanya balik. Kalau punya ya aku senang, pengen tahu kalau bisa kenalin sama aku. Kalau enggak juga ya gak apa-apa, tapi kalau senyum-senyum begitu pasti ada sebabnya” jelas Halim panjang lebar.     Cakra tidak langsung menjawab Halim, tapi ia membereskan tugasnya kedalam tas dan meraih jaket di balik pintu yang lagi-lagi membuat Halim kebingungan dengan tingkahnya, “kalau mau keluar tolong kunci pintunya ya, titip juga. Aku mau keluar” ujar Cakra meraih kunci motornya, “mau kemana?” tanya Halim, “mau ngerjain di luar” jawab Cakra setelah itu Halim mengangguk.      Namun pikirannya berkecamuk memunculkan banyak sekali pertanyaan dan mengingat sesuatu sehingga ia memanggil Cakra yang akan menutup pintu kostan, “perjanjian kita hangus dong?” tanya Halim, Cakra mengerutkan keningnya, “perjanjian apa?” Halim bangkit dan berjalan kehadapan Cakra, “yang aku bantuin kamu ngerjain tugas bakal nurutin apapun, yang itu” jelas Halim. Cakra memunculkan reaksinya, mata dan mulutnya membulat, “oh, ya jelas hangus dong. Kan aku gak jadi pakai design kamu, sejauh ini kamu gak pernah bantuin juga” mendengar jawaban Cakra, Halim tentu saja tidak terima, “kan aku suka kesini bantuin kamu sedikit, lagi pula aku juga sambil ngerjain tugas” jelas Halim, “no! Kamu kesini cuman numpang ngerjain tugas. Bantuin apa? Bantuin beres-beres doang kalau udah selesai soalnya kamu suka ngacakin kostan”, Halim masih tidak terima, “sama aja, Cakra”. Cakra mengulur waktunya untuk meladeni Halim, “pokoknya hangus titik!” ucap Cakra sambil melengos pergi dari sana, “anjir, pokoknya kita gak temen!”.                                                                                       + + +         Saat jam perkuliahan selesai, Sean yang telah membereskan alat tulisnya kedalam tas malah duduk santai di kursinya, dan itu membuat Hana sedikit kebingungan. Pasalnya Sean jarang sekali betah berada di dalam kelas, “tumben nyantai?” tanya Hana yang dibalas senyuman oleh Sean, lalu Hana ikut duduk di depan Sean saling berhadapan, “cuman pengen aja” jawab Sean. Ia membuka ponselnya yang sempat bergetar menandakan adanya pesan baru yang masuk. Hana memerhatikan setiap pergerakan dari Sean yang sedikit mencurigakan menurutnya. Karena yang ia perhatikan selama jam perkuliahan, Sean seringkali membuka kolom chatting di w******p, Hana tidak tahu siapa lawan chat Sean hanya saja perilaku Sean kali ini tidak biasa ditambah seringnya Sean menahan senyumnya.     Sean yang sadar terus-menerus diperhatikan pun angkat bicara, “kenapa? Kok lihatinnya gitu?” tanya Sean, Hana menggelengkan kepalanya, “lagi kasmaran, ya?” Sean sedikit terperanjat karena Hana dapat menebaknya secepat ini, “oh? Enggak, tuh. Kenapa emang?” tanya Sean sedikit gelagapan, “nothing, cuman sedikit beda aja. Dari tadi senyum-senyum terus, bikin kepo” ujar Hana yang menggoda dengan gestur aneh. Sean menggeleng, “nanti juga tahu. Aku pergi dulu, ya? Duluan, Hana” tukas Sean sembari berjalan meninggalkan Hana yang masih duduk melihat kepergian Sean.     Sean pergi meninggalkan Hana dan berjalan menuju gerbang kampus untuk menemui Cakra, hari ini mereka berencana untuk pergi ke suatu tempat. Namun saat Sean keluar dari area kelas, ia melihat Cakra yang tengah melambaikan tangannya dengan senyuman yang merekah di wajahnya, satu tangannya yang lain memegang tas yang Sean tebak isinya adalah maketnya Cakra. Sean berlari kecil ke arah Cakra agar Cakra tidak menunggunya berjalan lebih lama, “loh, kok nungguin di sini?” tanya Sean, Cakra tersenyum, “gak apa-apa, biar kamu gak nyariin kakak di luar. Ayo, mumpung kamu libur di cafe, kan?” Sean mengangguk atas pertanyaan Cakra.     Mereka berjalan beriringan diselingi obrolan ringan yang tak ayal membuat suasana mencair ditengah kecanggungan mereka. Entah berapa lama Sean tidak merasakan suasana yang hangat seperti ini, ia sangat senang sehingga senyumannya tak pernah luntur. Sean juga dihinggapi perasaan bingung ketika ia ternyata mudah untuk dekat dengan Cakra bahkan dalam kurun waktu 4 hari, rasanya seperti sudah kenal berbulan-bulan. Namun begitu, Sean tidak ingin menyimpulkan perasaannya secepat ini meskipun ia tahu bahwa Cakra adalah pria yang sangat baik walau wajahnya tidak mendukung. Dimata Sean, wajah Cakra sangat sangar dan cenderung terlihat seperti seorang rapper. Matanya benar-benar tajam namun ketika tersenyum, pandangan bahwa Cakra seperti orang yang sangar itu sirna. Ia terlihat sangat manis dan hangat ketika tertawa dan tersenyum, itu menjadi salah satu daya tarik dari Cakra dimata Sean.     Setelah menyamankan posisi, Cakra melajukan motornya dari area kampus, maketnya ada di tangan Sean karena tadi Sean yang menawarkan diri untuk membantu Cakra. Sean merasa kasihan jika Cakra mengemudi motornya dengan satu tangan, itu sangat bahaya jadi Sean mengambil alih maket Cakra. Selama perjalanan, Cakra tak henti-hentinya memberikan sejumlah pertanyaan dan gurauan meskipun Sean tidak terlalu jelas mendengarnya karena ia memakai helm. “Se, aku punya tempat bagus. Kita ke sana ya, enak buat ngerjain tugas juga” ujar Cakra setengah berteriak, kali ini Sean mendengarnya lumayan jelas jadi ia tidak ber-hah ria lagi, “oh ya? Boleh, terserah kak Cakra aja” balas Sean yang mendapat anggukan dari Cakra.     Sebenarnya Sean agak ragu untuk mengiyakan karena takut Cakra membawanya ketempat yang mewah, maksudnya terlihat kalem tapi mahal. Seperti insiden cafe waktu pertemuan pertama mereka, Sean pikir harga di sana akan bersahabat namun nyatanya tidak. Sementara itu, Cakra berpikir bagaimana kalau tempat yang kali ini mereka datangi ternyata tidak disukai Sean, Cakra ingin membawa Sean ke tempat yang akan selalu diingat dalam benak Sean. Tempat yang bagus dan nyaman yang tentu saja ada saat bersamanya, ia ingin selalu menjaga dan membuat Sean nyaman dan kali ini ia yakin ia bisa membuat Sean merasa seperti itu. Entah tekad itu datangnya darimana sehingga membuat Cakra sangat ambis untuk membuat Sean tetap berada dalam pandangannya, ia hanya ingin Sean melakukan hal yang sama padanya, memastikan dirinya selalu ada di pandangan Sean.     Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di sebuah cafe, Cakra membawa Sean ke cafe kucing. Sebelumnya Sean pernah bercerita bahwa ia menyukai hewan yang lucu, maka dari itu Cakra membawanya ke sana. Setelah melepas helm, Cakra menoleh pada Sean yang tengah memajang raut wajah yang sumringah, “suka gak?” tanya Cakra, sebenarnya tanpa ditanyapun Cakra sudah tahu jawabannya, Sean mengangguk, “suka banget, hehe. Tapi kak Cakra kam mau ngerjain tugas, kalau kesini emang bisa?” tanya Sean, Cakra tersenyum, “bisa dong, ke sini kan sekalian buat main, hitung-hitung refreshing aja. Pasalnya hampir setiap hari pasti ketemu Halim, sepet banget” jawab Cakra membuat Sean tertawa renyah. Setelahnya, mereka memasuki sebuah ruangan yang telah disambut beberapa spesies kucing serta pelayan, mereka memutuskan untuk bermain lebih dulu, lalu memesan makanan sambil mengerjakan tugas.     Cakra tersenyum saat melihat Sean menyapa kucing yang mereka lewati, ia malah mengakui bahwa Sean lebih lucu dari pada kucing-kucing di sana. Sean semdiri sampai lupa kalau di sampingnya ada Cakra, ia menoleh dan tersenyum pada Cakra, “kak Cakra suka kucing juga, gak?” Cakra mengangguk sebagai jawaban, “suka, tapi lebih suka kamu” Cakra ingin sekali menampar bibirnya sendiri yang dengan seenak jidat mengatakan hal jijik seperti itu. Namun diluar dugaan, Sean yang mendengarnya malah tertawa sambil memukul lengan Cakra, “haha, masa sih?” goda Sean sambil menunjuk wajah Cakra, ia merasa malu sendiri, “aduh, maaf keceplosan, Se” terdengar tawa Sean ditengah ngeongan kucing, “dasar kak Cakra, bilang aja sengaja” balas Sean, Cakra menggaruk tengkuknya canggung, “itu beneran keceplosan, Sean. Sana main, biar kakak fotoin” Sean tersenyum lalu berpose dengan beberapa kucing yang tatkala membuat sang photographer dadakan itu tersenyum geli.     Cakra memerhatikan foto yang ia telah ambil tadi, tak ayal ia mendengus dan tersenyum saat melihatnya. “kak Cakra? Hei?” panggil Sean sambil menyentuh pundaknya, Cakra terperanjat saat sesuatu menyentuh pundaknya,”loh, ada apa, Se? Maaf aku gak fokus, hehe” Sean menggeleng atas jawaban Cakra, “aku panggil lebih dari lima kali tapi kak Cakra gak nyaut. Lagi lihat apa, sih?” tanya Sean. Cakra tersenyum lalu menyuruh Sean untuk duduk mendekat padanya, ia meraih ponselnya, “lihatin foto kamu, lucu kan? Kak Cakra ngambil banyak foto kamu”, darah Sean terasa berdesir sangat cepat, pipinya bersemu, “ih bagus dari mananya, foto biasa” ujar Sean, Cakra menggeleng kuat, “ini tuh fotonya bagus, berharga banget. Buat kenang-kenangan, nih. Nanti aku kirim fotonya. Mau foto bareng?” Sean tersenyum karena tidak bisa menahannya lagi, “hehe, masa? Kenapa berharga?” Cakra menggaruk tengkuknya, “mungkin untuk saat ini bukan apa-apa, siapa tahu nanti foto ini jadi satu hal yang berharga? Tapi kalau buat aku, saat ini sama nanti tetap sama. Berharga” jelas Cakra, ia mengatakannya dengan hati yang tulus.     Penjelasan Cakra membuat Sean menjadi termenung memikirkan setiap kata yang keluar dari bibir Cakra, ia tidak menemukan kebohongan disetiap intonasi Cakra, terdengar serius. Namun Sean tidak ingin percaya pada Cakra begitu saja, ia membutuhkan banyak waktu untuk memutuskan apa yang ia rasakan pada Cakra. “Sean?” panggil Cakra, Sean tersadar dari lamunannya, ia monoleh pada Cakra, “aku cuman bilang apa yang aku pengen bilang, jangan jadi beban pikiran kamu. Ini cuman perasaan aku saja. Jangan dipikirin, ya?” jelas Cakra, Sean tersenyum lalu mengangguk, “mau foto bareng” ajak Cakra, Sean tersenyum, “boleh”, selanjutnya mereka mengambil foto, memesan makanan dan mengerjakan tugas Cakra.                                                                                                 + + +         Cakra mengeringkah rambutnya dengan handuk, satu tangannya memegang ponsel mengecek adakah pesan baru yang masuk. Bibirnya tersenyum saat nama Sean tertera pada kolom notification-nya, selain Sean ada beberapa pesan masuk dari grup dan tentu saja ada nama Halim. Cakra tidak menghiraukan chat semua itu kecuali Sean, ia mendapat ucapan terima kasih dari Sean karena telah mengirim foto yang ia ambil di cafe siang tadi. Cakra duduk di pinggiran kasur lalu fokusnya berpusat pada Sean di sebrang sana. Sean mengacak rambutnya saat mendapat balasan manis dari Cakra, ia sungguh tidak tahu apa yang tengah terjadi pada dirinya namun hal ini sangatlah menyenangkan. Keduanya memutuskan untuk melakukan panggilan suara dan bercerita dari a sampai z dan melupakan waktu tidurnya.                                                                                 Never Endung Story
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN