1

337 Kata
Suamiku menangis terisak-isak di kamar mandi. Aku yang masih sangat mengantuk pun menyingkap selimut lalu berjalan mendekatinya. Suamiku semakin terisak-isak saat melihatku. "Kenapa, Mas?" tanyaku khawatir. Tak pernah kudapati suamiku menangis sebelumnya. Rambut sepundak Mas Eri berantakan, dan ia terus menatapku dengan wajah sedih. Benda kecil panjang di tangannya ia ulurkan ke arahku dan lagi-lagi ia tersengal. Wajah Mas Eri luar biasa sedih dan ketakutan tercetak jelas di wajah rupawan suamiku itu. "Mas hamil, Dik. Mas hamil." Suaranya parau. "A-pa?!" Aku seperti tersambar petir disiang bolong mendengarnya. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba, DAR! Sangat mengagetkan. Aku membekap bibir tak percaya saat melihat dua garis merah kecil di tespek yang kupegang, air mataku jatuh satu-satu. Aku pasti sudah dikhianati oleh Mas Eri. "Kamu mengkhianatiku, Mas?! Teganya kamu mengkhianatiku padahal aku mencintaimu tulus!!" Teriakku sakit hati.  Selain sakit hati, aku juga sangat kesal. Seharusnya jika ada yang harus hamil di antara kami, maka akulah yang hamil bukannya dia. Apa kata tetangga nanti jika tahu suamiku hamil? Ini adalah aib. Gak! Gak! Aku menggelengkan kepala kuat. Aku gak terima ini. Lebih baik cerai daripada tetap bertahan jadi istrinya, karena aku sudah dikhianati.  Suamiku menggeleng. "Sumpah mas tidak mengkhianatimu, Dik, sumpah demi Allah." Mas Eri berkata dengan wajah sungguh-sungguh. "Buktinya kamu hamil!!" Teriakku dengan d**a naik turun, ingin berteriak keras-keras rasanya. Suamiku menggeleng. "Sumpah mas tidak mengkhianatimu, Dik! Dua bulan lalu mas dil3c3hk4n lelaki bertopeng yang sedang mabuk saat mas sedang membereskan rumah makan. Sumpah demi Allah mas tidak ...." "Aku minta cerai, Mas! Seandainya mas memang gak mengkhianatiku, tetap saja aku gak bisa terima ini! Harusnya kan aku yang hamil bukannya mas! Harusnya mas hati-hati dan bisa jaga diri! Harusnya mas bisa jaga diri!!" Teriakku keras. Dengan perasaan hancur berkeping aku berlari masuk kamar, memasuk-masukkan cepat pakaianku ke dalam koper. Mas Eri hamil? Aku tidak terima apa pun alasannya. Seharusnya aku yang hamil karena statusnya, aku adalah istri dan dia yang sebagai suami.  ##Ini bukan cerita tentang LGBT, kalau-kalau kamu berpikir begitu. Langsung ke part selanjutnya biar paham
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN