Tetangga Tukang Minta

1257 Kata
Bagian 1 "Mbak, bawangnya minta dua biji ya, soalnya di rumah lagi habis. Belum sempat belanja, aku mau masak nasi goreng buat sarapan Mas Bima yang mau berangkat kerja," ucap sinta, ia pun langsung menuju rak tempat penyimpanan bumbu-bumbu dapur tanpa menunggu persetujuanku lebih dulu. Setelah mengambil apa yang diinginkannya, ia pun keluar lewat pintu belakang tanpa mengucapkan terima kasih. Tak lama kemudian, Sinta datang lagi. "Oh ya, lupa Mbak, Sekalian cabe sama kecap manis nya ya Mbak, sedikit saja!" ucapnya lagi. "Telor nya juga ya Mbak, satu saja untuk anak-anakku, minjem dulu. Nanti kalau sudah belanja kuganti Mbak". "Telur? Dipinjam?" tanyaku mulai geram. "Iya, Mbak, he he he, nanti kalau sudah belanja akan aku ganti, kok. Nanti Mbak ingatin aku aja ya. Soalnya aku ini orangnya pelupa." "Beneran lupa atau pura-pura lupa? Bahkan kamu tiap hari loh minta telur padaku, kalau dijumlahkan udah berapa?" Jika cuma sekali dua kali, aku tidak keberatan. Tapi ini tiap hari, siapa yang tahan diginiin terus menerus? "Ah, Mbak Desi, masa sama tetangga sendiri hitung-hitungan sih? Aku janji, pasti aku ganti. Yasudah, aku pamit ya, Mbak." Lima menit kemudian "Mbak, boleh minjam beras ya satu liter saja? Beras di rumahku habis juga Mbak. Kemarin lupa bilang sama Mas Bima. Tolonglah, Mbak boleh ya. Nanti sore kuganti, suamiku gajian hari ini Mbak!" Sinta memasang wajah sedih, membuatku kasihan kasihan melihatnya. "Ya sudah, Ini berasnya bawalah!" Akhirnya kuberikan juga apa yang ia minta, dari pada ia dan anak-anaknya mati kelaparan, aku tidak tega melihatnya. Itulah sepenggal percakapanku dengan Sinta, tetangga sebelah rumahku yang sudah sebulan belakangan ini tinggal disini dan menjadi tetangga baruku. Aku tidak mungkin tega mendengar keluh kesahnya setiap hari. Selagi masih bisa kubantu, pasti akan kubantu sedaya mampuku. Sebenarnya Sinta usianya lebih tua satu tahun dariku, tapi Sinta lebih suka memanggilku dengan sebutan 'Mbak Desi', biar lebih sopan katanya. Bagiku tidak ada masalah, yang penting kita bisa akur. Aku memang sangat senang mempunyai tetangga baru, jadi komplek ini makin ramai. Sejak Sinta dan keluarganya tinggal di sebelah rumahku, hari-hariku yang biasanya tenang dan damai kini berubah menjadi sebaliknya. Bagaimana tidak, dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi ada saja alasan Sinta datang ke rumahku untuk meminta sesuatu. Rumahku ini sudah seperti warung saja baginya, apa saja diminta. Bedanya di rumahku bisa meminta sesuka hatinya sedangkan di warung tidak akan bisa kecuali dibayar atau dengan cara berhutang. Awalnya aku merasa ikhlas dan dengan senang hati bisa membantu tetanggaku. Tapi belakangan ini malah Sinta semakin menjadi-jadi dan semaunya saja mengambil barang-barang atau makanan di rumahku tanpa permisi lebih dahulu. Seperti kejadian hari ini, jam 16.15 suamiku Mas Bayu sudah pulang dari kantor. Seperti biasa aku selalu menyediakan kopi serta cemilan kecil untuknya. Pas mau bikin kopi, ternyata gulanya habis, aku baru ingat tadi siang Sinta diam-diam masuk ke rumahku saat aku sedang boboin Haikal--anak bungsuku yang masih berusia satu tahun di dalam kamar. Saat aku keluar dari kamar, ku lihat Sinta sudah berada di dapurku dan hendak mengambil sesuatu. "Sinta? Apa yang kamu lakukan di rumahku?" tanyaku, terkejut sekaligus marah melihatnya. "Hehe, maaf ya Mbak Desi, aku diam-diam masuk rumahnya Mbak, soalnya takut anaknya bangun. Mbak lagi boboin si Haikal kan? Sinta mau minta gulanya sedikit ya Mbak!" "Tadi memang aku lupa mengunci pintu, karena si bungsu sudah nangis mau mimik jadi buru-buru masuk kamar! Tapi bukan berarti kamu bebas keluar masuk rumahku, Sinta. Aku tidak suka!" tegasku padanya. "Iya, Mbak, maaf!" ucapnya. Tanpa menunggu persetujuanku terlebih dahulu, Sinta Langsung mengambil gula dari wadah berwarna biru tersebut, dan langsung memindahkannya ke wadah yang sudah dibawanya dari rumahnya. Karena Haikal nangis, aku buru-buru masuk kamar dan tidak bisa mencegahnya. "Makasih ya Mbak, Sinta pamit dulu!" Ia langsung pergi meninggalkanku begitu saja. Tanpa ada perasaan bersalah darinya karena sudah masuk rumah orang tanpa izin. Aku hanya bisa mengelus d**a, minta kesabaran lebih supaya diri ini bisa menghadapi sifat tetangga yang satu ini. *** Hanya air putih dan cemilan kecil yang bisa ku suguhkan untuk suamiku, karena gula habis jadi batal bikin kopi. Keterlaluan sekali si Sinta, gula yang tadi tinggal setengahnya rupanya habis dipindahkannya ke wadah yang dia bawa tadi. Untungnya suamiku mengerti saat kukatakan gulanya habis. Seperti biasa, sore ini aku akan menjemput anak sulungku--Nindy di TPA. "Mas, aku mau jemput Nindy dulu ya di TPA sekalian mau beli gula, titip Haikal ya, soalnya masih tidur tuh, kasihan kalau dibangunin." "Ya, gak usah di bangunin, kan ada Mas. Yasudah kamu hati-hati di jalan ya!" "Iya, Mas!" Segera kuhidupkan motor yang diparkir di garasi rumah, lalu mengendarainya dengan kecepatan sedang. Sampai di TPA kulihat anak sulungku sudah menunggu di depan gerbang, langsung kuhentikan motorku dan mengajaknya pulang. Tak lupa mampir di warung depan gang untuk membeli gula dan jajanan untuk kedua anakku. Sesampainya di rumah, aku segera menuju dapur untuk menaruh belanjaan tadi. Saat aku membuka kulkas dan hendak mengambil air mineral, tiba-tiba mataku tertuju pada rak paling atas yang biasa digunakan untuk menyimpan telur. Telur-telur yang kubeli dua hari yang lalu sudah tidak ada lagi di tempatnya. "Mas, telur yang di dalam kulkas Mas pindahin kemana?" tanyaku kepada Mas Bayu. Terpaksa aku bertanya padanya. "Loh, bukannya kamu sendiri yang menyuruh Sinta mengambil telur di dalam kulkas serta cabe, tomat, dan bawang. Katanya kamu lagi pengen makan telor balado buatannya Sinta" ucap Mas Bayu, ia sedikit heran mendengar pertanyaanku. Betapa kesalnya hatiku, saat aku tidak ada di rumah, si Sinta itu kesempatan mengambil apa saja yang dia mau dengan menjadikanku sebagai alasannya. Awas kamu ya, Sinta! Setelah memandikan anakku si bungsu, dan si sulung juga sudah pergi bermain bersama teman-temannya, aku bergegas menuju rumahnya Sinta untuk menanyakan hal ini. Saat sampai di depan rumahnya Sinta, terlihat dari luar rupanya dia lagi bersantai sambil nonton TV bersama suaminya. Kuurungkan niatku untuk menanyakan soal tersebut karena tidak enak kalau ada suaminya. Katanya mau masak telur balado, bilangnya aku yang nyuruh karena pengen nyobain masakannya Sinta. Tapi malah santai-santai gitu! Siapa yang tidak marah dan emosi diperlakukan seperti itu? Dari beras, bumbu-bumbu dapur serta gula sudah kukasih tadi, sekarang stok telurku untuk beberapa hari ke depan malah ludes juga dia ambil semuanya. Sebenarnya apa sih maunya si Sinta itu? Makin hari aku semakin geram saja melihat ulahnya! *** Malam pun tiba, malam ini suamiku ada acara dengan rekan kantornya. Habis Magrib Mas Bayu memintaku untuk menyiapkan makan malam. Karena suamiku ada riwayat sakit maag jadi harus makan tepat waktu. Nasi sudah kukeluarkan dari rice cooker, pas mau ngambil lauk ternyata sudah habis, tinggal kuahnya saja. Tadi aku masak ikan kerisi asam manis dan tempe goreng. Seingatku tadi sisanya masih banyak, memang ikan asam manisnya sengaja kusimpan di dalam kulkas agar tidak cepat basi. Tinggal dipanaskan saja jika nanti kami hendak makan malam. Tempe gorengnya juga sudah habis tak bersisa. Siapa yang mengambilnya? Aku kesal, marah dan emosi hngga darahku serasa mendidih, emosiku naik sampai ke ubun-ubun. Aku tau siapa pelakunya, bukan kucing meong, tapi kucing garong, siapa lagi kalau bukan si Sinta itu? Sebisa mingkin kutahan emosiku, berusaha kunetralkan api amarah yang sudah menggebu-gebu di dalam d**a ini karena Mas Bayu sudah menunggu di meja makan. Mau masak telur dadar, telurnya udah lari semua ke tetangga sebelah. Sinta benar-benar keterlaluan! Ujung-ujungnya hanya nasi dan mie instan menu makan malam kami kali ini, suamiku sempat nanya kenapa cuma mie instan? Ku jawab saja karena Adek rewel jadi gak sempat masak. Karena memang suamiku tidak banyak nuntut, ia langsung saja menyantap makanannya tanpa protes sedikitpun. Ingin ku ceritakan semua hal ini sama suamiku, tapi tunggu mas Bayu pulang dulu dari acara kantornya. Baru nanti akan ku ceritakan semuanya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN