Red - 47

1360 Kata
Vardigos, adalah nama dari seorang lelaki dewasa berambut hitam panjang, berkulit merah pekat, bermata tajam, dan merupakan seorang pelayan pendamping yang ditugaskan oleh Sang Penguasa untuk membimbing mentor yang terpilih di Megasta, negara nomor satu di dunia. Munculnya Vardigos di ruangan lantai berbunga cukup mengagetkan Lolita, sebab wanita berambut biru itu tidak menyangka kalau lelaki liar itu telah terbebas dari hukuman berat yang menimpanya bahkan ditugaskan untuk menjadi pelayan pendamping di Megasta. Itu suatu pencapaian yang tidak masuk akal sebab hanya pelayan-pelayan elit-lah yang diperbolehkan untuk bertugas di negara-negara maju seperti Madelta, Marigold, dan Megasta, sedangkan Vardigos bukan termasuk ke dalam golongan pelayan elit. Malah sebaliknya, Vardigos termasuk ke dalam salah satu pelayan yang sangat bermasalah di antara ratusan pelayan pendamping, itulah mengapa Lolita keheranan ketika melihat Vardigos bertingkah layaknya pelayan elit tulen. Namun, entah bagaimana pun pasti ada alasan di balik semua ini dan Lolita hanya bisa pasrah dan mempercayakan segalanya kepada Sang Penguasa. Mungkin saja ada sesuatu yang membuat Sang Penguasa memerintahkan Vardigos sebagai Pelayan Pendamping di Megasta. Sekarang, lelaki berkulit merah itu sedang menghampiri mentornya, Lolita hanya bisa menghela napas sambil meremas boneka jerami yang digenggam kuat di tangan kanannya, matanya mendelik tajam ke sosok Vardigos yang tengah berinteraksi dengan mentor dan para pahlawannya, sembari berharap mereka pergi dari ruangan ini. “Ah, ini buruk. Munculnya gladiol merah seperti dia, akan memperburuk persaingan antar pelayan pendamping. Aku penasaran, apakah Roswel juga mengetahui ini?” gumam Lolita, suaranya direndahkan agar tidak terdengar oleh siapa pun. Julukan yang barusan disebutkan oleh Lolita bukanlah julukan sembarangan, sebab ‘Gladiol Merah’ merupakan sebutan untuk para pelayan pendamping yang terlahir dari bibit bunga gladiol berwarna merah semerah darah, yang konon bagi mereka yang terbentuk dari bunga tersebut akan diberkahi oleh kekuatan yang maha dahsyat, melebihi kekuatan para pelayan pendamping pada umumnya, bahkan katanya hampir setara dengan kekuatan Sang Penguasa. Itulah mengapa Vardigos pernah menunjukkan ketidakpatuhannya terhadap Sang Penguasa, dengan menantang penguasanya untuk bertarung secara adil di hadapan pelayan-pelayan lainnya sambil merasa bahwa kekuatannya lebih besar dibanding penciptanya. Meski pertarungan itu sudah menjadi bagian dari masa lalu, tapi Lolita serta para pelayan lainnya tidak pernah bisa melupakannya, karena itu adalah peristiwa langka di mana seorang pelayan pendamping berani menantang Sang Penguasa. Menggeleng-gelengkan kepalanya, Lolita berusaha menyadarkan diri dari lamunannya, sehabis itu dia kembali memperhatikan gerak-gerik Vardigos. “Berhenti di situ, Leo,” tegur Vardigos saat dirinya telah menunjukkan diri di hadapan mentor dan para pahlawannya, tepatnya berada di tengah lingkaran api yang berkobar-kobar di lantai. “Jauhkan tanganmu dari gadis itu.” Lelaki berkulit merah itu datang di waktu yang tepat sebab sedikit saja ia terlambat, dua tangan Leo bakal mencekik leher Gissel—gadis berambut putih keriting—yang sedang terbaring lemas di permukaan lantai. Terkaget, Leo langsung mendongakkan kepalanya dan terbelalak, tak menyangka kalau pelayan pendampingnya muncul di hadapannya. “T-Tuan Vardigos!?” Entah kenapa, seluruh tubuh Leo jadi gemetaran seperti seseorang yang menderita depresi super berat sehabis menatap mata Vardigos. Lelaki muda berambut cokelat gelap itu benar-benar menggigil ketakutan ketika matanya bertemu dengan mata pelayan pendampingnya. “B-Baik! M-Maafkan saya, Tuan Vardigos!” Buru-buru Leo segera menarik lengan kanannya dan mengangkat posisi jongkoknya untuk berdiri tegak bersama para pahlawannya untuk menjauh dari Gissel, mematuhi perintah dari Vardigos, layaknya sebuah robot yang taat pada sistemnya. Bukan hanya Leo yang tampak bergidik, pahlawan-pahlawan bimbingannya juga terlihat ngeri memandang wujud dari Vardigos, seolah-olah lelaki berkulit merah itu adalah sosok monster yang mengerikan. Kemudian, membungkukkan badan dan berjongkok sedikit, Vardigos menyentuh dan mengangkat tubuh Gissel dengan dengan dua tangannya, menyimpan dan membawa gadis keriting itu di dadanya sebelum akhirnya menghilang begitu saja dari hadapan Leo dan para pahlawannya. Menyadari pria itu telah pergi, Leo mengepal dua tangannya dengan raut wajah yang super jengkel. “Ini semua gara-gara kalian!” Seketika, Leo membalikkan badannya, mengalihkan perhatiannya pada sepuluh pahlawannya yang semua anggotanya adalah laki-laki. “Kalau saja kalian tidak membuat gadis itu pingsan, Tuan Vardigos tidak akan memarahiku!” “M-Maafkan kami, Bos!” Kini giliran para pahlawan Leo yang bergidik ngeri karena meratapi kesalahannya masing-masing. Sesaat Leo membentak pahlawan-pahlawannya, kobaran api yang mengelilingi mereka perlahan-lahan padam seperti telah disiram oleh air, dan karena dinding apinya telah hilang, akhirnya mereka bisa melihat situasi ruangan ini lebih luas seperti sebelumya, dan disitulah mereka semua terkejut menemukan Tuan Vardigos yang mereka hormati sedang bercakap-cakap dengan Gissel—yang telah kembali sadar—dan pelayan pendampingnya yang merupakan seorang wanita. “Sedang apa Tuan Vardigos bersama mereka?” “Apakah mereka saling mengenal?” “Baru kali ini aku melihat Tuan Vardigos tersenyum seperti itu!?” “Mungkin wanita berambut biru itu teman dekatnya Tuan Vardigos!” “Ya, mungkin benar! Soalnya Tuan Vardigos tidak pernah seakrab itu dengan pelayan pendamping lain!” Mendengar para pahlawannya membicarakan Tuan Vardigos secara tidak sopan, Leo jadi tidak terima dan kesal. “Kalian semua payah sekali, ya?” ucap Leo dengan alis ditekan, tampak meremehkan omongan-omongan para pahlawannya. “Tentu saja Tuan Vardigos tidak berteman dengan wanita itu. Jangan sembarangan berasumsi, yang kita bicarakan ini adalah sosok Tuan Vardigos yang sangat hebat, loh. Meskipun kelihatannya Tuan Vardigos akrab dengan mereka, bukan berarti Tuan Vardigos menganggapnya sebagai rekan, karena Tuan Vardigos yang kita kenal, tidak selembut itu.” Setuju pada pendapat Leo, sepuluh pahlawan berambut hitam itu menganggukkan kepalanya secara berbarengan, menyepakati bahwa apa yang dikatakan oleh Sang Mentor adalah fakta yang tak terbantahkan. “Siapa orang ini, Lolita?” Setelah pulih dari pingsannya, Gissel memijit-mijit keningnya dengan bola mata bergulir ke kanan, menatap sebuah siluet merah dari sosok tinggi yang berdiri tegak di sampingnya. Pandangannya masih samar-samar, belum terlihat secara jelas, tapi Gissel yakin kalau sosok tinggi yang ada di sampingnya ini adalah seorang pria, tertampak sekali dari gaya berdirinya yang terkesan kokoh seperti tembok dari sebuah benteng raksasa. Dengan lembut, Lolita mendekat dan mengelus-elus rambut putih keriting Gissel seraya berkata, “Namanya Vardigos, dia sama seperti saya, seorang pelayan pendamping, dan kebetulan, dia adalah pelayan pendamping dari para laki-laki yang sempat mengganggu Anda, Nona.” Sebenarnya Lolita tidak tega melihat Gissel dipermainkan separah itu oleh kelompok yang berada di bawah naungan Vardigos, tapi dia tidak bisa menolong lebih dari itu sebab dirinya juga tadi sempat berhadapan dengan lelaki berkulit merah ini, membuat ia tidak bisa membantu Nona Gissel yang sedang kesusahan. Tapi Lolita bersyukur karena berkat itu pula, upaya melarikan diri Nona Gissel dari tugasnya sebagai mentor telah gagal, membuat wanita berambut biru itu menghembuskan napas lega. “Jadi orang ini Pelayan Pendampingnya mereka, ya?” Kini penglihatan Gissel telah sangat jelas, ia bisa melihat penampakan dari sosok Vardigos yang tinggi dan menyeramkan. Kulit merah dan rambut hitam panjangnya telah membuat Gissel bergidik ngeri, karena baru kali ini ia melihat makhluk menyerupai manusia yang seaneh ini. Mengucek kelopak matanya, Gissel menampilkan bibir yang cemberut, ia masih merasa kesal pada kelakuan Leo dan pahlawan-pahlawannya, karena itulah dia juga jadi jengkel pada Vardigos, sebab orang ini masih punya hubungan dengan lelaki-lelaki nakal itu. “Ada apa, Nona? Tampaknya Anda menyimpan rasa dendam pada saya, apakah ada sesuatu yang membuat Anda tidak nyaman saat berada di dekat saya?” Secara halus, Vardigos mencoba menanyakan alasan dari ekspresi Gissel yang terkesan benci pada dirinya, meskipun sejujurnya raut wajahnya cukup menggemaskan. “Oh, ya, saya mengerti. Sepertinya Anda masih tidak terima karena telah diganggu oleh bocah-bocah itu? Saya sebagai Pelayan Pendamping mereka, meminta maaf sebesar-besarnya atas kenakalan mereka. Anda tidak perlu khawatir, sebentar lagi saya akan mendisplinkan mereka agar tidak lagi mengganggu Anda, Nona.” “Tidak perlu, terima kasih.” timpal Gissel dengan cuek, lalu ia mendongakkan kepalanya ke arah Lolita yang ada di dekatnya. “Lolita, bawa aku pergi dari Pulau ini, aku ingin pulang.” Mendengar itu, rasa lega Lolita hilang, tergantikkan dengan kecemasannya yang kembali muncul menghiasi wajahnya. Padahal dia kira, Gissel telah mengurungkan niatnya untuk pergi, tapi ternyata tidak sama sekali. Gadis keriting itu masih belum menyerah atas keinginannya yang ingin pergi dari sini dan meninggalkan segala tugasnya sebagai Mentor dari Marigold, dan itu benar-benar membuat Lolita ketakutan. Jika Gissel bersikukuh ingin keluar dari perannya sebagai Mentor, itu artinya Lolita telah gagal menjadi seorang Pelayan Pendamping dan ia tidak ingin itu terjadi karena dirinya mempunyai harga diri yang sangat tinggi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN