Aira sudah mendaftarkan diri untuk mengikuti ujian istana.
"Bekerja di pemerintahan Istana merupakan impian setiap orang. Gaji disana adalah yang tertinggi."
"Selain mendapatkan jaminan hidup, orang yang bekerja disana juga akan mendapatkan pengakuan, dan yang terpenting akan sering melihat Tuan Devan."
"Ya, benar." Bisik orang-orang yang juga akan mengikuti ujian di Istana Putih.
"Bukankah itu Vira? Kenapa dia ada disini?" Beberapa orang heran dengan kedatangan Aira.
"Bukan, dia Lira. Dia hanya seorang pelayan istana. Apakah dia bermimpi ingin bekerja sebagai pejabat Istana?" Sambung salah seorang wanita dari kelompoknya.
"Ya dia hanya seorang pelayan kecil untuk apa dia kemari?" Mereka masih sibuk membahas tentang kedatangan Aira.
Aira melangkah pergi, namun ia putuskan untuk kembali lagi.
Aira menepuk bahu salah seorang dari mereka. Mereka yang sedang membicarakannya berhenti dan mulai memperhatikan wanita yang menjadi bahan pembicaraan mereka.
"Aku bukan Vira, bukan juga Lira. Aku Aira," jelas Aira.
"Sebaiknya kalian mulai mengingat namaku karena aku pasti akan lulus ujian ini." Aira begitu optimis, kemudian ia berbalik meninggalkan mereka.
Kelompok wanita itu merasa terhibur dengan perkataan Aira, mereka tak hentinya mentertawakan Aira yang begitu percaya diri. Sedang Aira sudah tidak menghiraukan mereka lagi, dia hanya fokus agar berhasil mengikuti ujian kali ini.
"Atas dasar apa mereka mentertawakan mu, bukankah hanya ujian saja?" Demian sangat tidak senang mendengar bagaimana orang lain merendahkan Aira.
"Jika kamu tidak lulus, belum tentu mereka lulus," sambung Ivana.
"Benar. Apapun yang mereka katakan jangan pedulikan! Kami semua selalu mendukungmu." Viona memberi semangat kepada Aira.
"Memiliki teman seperti kalian adalah sebuah berkat bagiku. Aku ingin jujur kepada kalian. Kalian tahu sendiri kan? Untuk mengikuti ujian Istana selain memiliki pengetahuan aku juga harus memiliki penampilan yang sempurna, sedang uangku sudah ku gunakan untuk membayar biaya pendaftaran. Untuk merawat diriku aku memerlukan uang lebih. Jika kalian memiliki uang lebih, bisakah?" Perkataan Aira terhenti karena melihat temannya mulai berlomba-lomba memalingkan wajah mereka.
"Aku mohon teman-teman, aku hanya ingin membalas budi Tuan Devan." Aira masih memohon agar teman-temannya mau meminjamkan uang.
"Membalas budi apanya, kamu hanya suka kepadanya. Maaf Aira kami tidak ingin melukai perasaanmu, tapi sebagaimana kamu menyukainya, apakah dia juga akan menyukaimu? Sepertinya tidak mungkin." Ivana mencoba menyadarkan Aira.
"Kenapa?" Aira mulai putus asa mendengar ucapan teman-temannya.
"Kamu tahu sainganmu? Felicia, gadis tercantik di Kota Cahaya ini. Ayahnya memiliki jabatan tinggi, Tuan Ferdy. Siapa ayahmu?" Demian bicara tentang fakta.
"Aira kamu hanya seorang pelayan. Kamu tidak punya ayah." Ivana bicara secara blak-blakan agar Aira mengerti.
"Apa hubungannya dengan ini?" Aira masih bersikeras bahwa perasaannya tidaklah salah.
"Kalian lihat ini?" Aira menunjukkan kalung yang diberikan Tuan Devan.
Teman-temannya memperhatikan dengan baik-baik.
"Ini adalah kalung yang sangat langka. Aku sudah memeriksanya, hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapatkannya. Dan kalian tahu? Tuan Devan memberikannya kepadaku." Aira mulai berpikir optimis lagi.
"Bukankah ini hanya kalung biasa? Mungkin saja dia sudah bosan memilikinya dan memberikannya padamu. Bukankah seharusnya kalung yang berharga itu terbuat dari emas atau berlian. Benda ini tidak berharga." Demian mulai mematahkan kembali semangat Aira.
"Aira sudahlah, kamu harus menerima nasibmu. Jangan bermimpi lagi. Lupakan saja!" Ivana mencoba meyakinkan Aira agar tidak terlalu berharap lagi pada Tuan Devan.
"Ya, benar," sambung Demian.
"Sudah, cukup!" Viona memukul meja.
"Kalian berbicara sebanyak ini, apakah benar memikirkan Aira?" Viona mulai tidak tahan teman-teman lain mengolok-olok Aira.
"Jika kalian benar-benar teman Aira, kalian seharusnya mendukungnya di saat-saat penting seperti ini." Viona bicara dengan berapi-api.
"Uang simpananku ada di lemari brangkas itu, aku akan meminjamkannya kepadamu." Viona memberi harapan baru untuk Aira.
Aira sangat terharu dan segera memeluk Viona.
"Terimakasih Viona," ucap Aira.
"Uang mereka juga ada di dalam sana. Ambil saja!" Bisik Viona.
Ivana dan Demian tahu jika Viona telah memberitahu keberadaan uang simpanan mereka.
Aira segera bergegas ke tempat brangkas.
"Viona kamu kurang ajar!" Teriak Demian.
Semua orang berlari menuju brangkas.
"Terimakasih teman-teman. Aku akan mengingat semua kebaikan kalian. Setelah aku lulus ujian dan bekerja di pemerintahan Istana, harta kekayaanku juga milik kalian." Teriak Aira sambil berlari menuju kamarnya.
"Syukurlah dengan adanya uang ini, aku akan pergi merawat diri," ucap Aira.
***
Aira baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat Spa.
"Setelah keluar dari sini, aku pasti akan tampil lebih cantik," batin Aira.
Ia tengah asyik menikmati pijatan demi pijatan yang diberikan sang pelayan. Namun tiba-tiba,
"Devan sudah kembali ke Kota Cahaya. Kita harus menyingkirkannya malam ini."
Aira mendengar sebuah pembicaraan aneh di bilik samping.
"Tuan Devan akan disingkirkan," batin Aira perasaannya tidak tenang.
Aira diliputi perasaan gelisah. Ia segera beranjak.
"Ada apa Nyonya?" Tanya pelayan merasa heran.
Aira memberi isyarat agar wanita di depannya itu diam. Ia akan mengintip siapa orang yang ada di balik tirai di sampingnya.
Namun ketika ia berusaha mencaritahu siapa orang yang berniat mencelakai Tuan Devan.
Nihil. Bilik itu telah kosong. Tidak ada siapapun disana. Aira tampak bingung.
"Apa aku yang salah dengar atau," Aira memikirkan apa yang bisa ia perbuat seandainya memang benar ada orang yang hendak mencelakai Tuan Devan.