Insiden tengah malam

1721 Kata
“Terima kasih atas jamuan makan malamnya.” Ucap Leo pada orang tua Nata, tak lain mertua dari Saujana. Leo yang berniat pamit untuk keberangkatannya esok, malah tertahan sampai makan malam. Semua keluarga hadir kecuali satu, Naura yang tadi pamit dengan tampilan pesta untuk memenuhi undangan dari sahabatnya. Ya, sekiranya itu yang Leo tangkap. “Jangan sungkan begitu, Leo. Saujana sudah seperti adik bagimu, artinya kamu juga bagian dari keluarga kami sekarang.” Ucap Mamah dari Nata. Sangat keibuan walau penampilannya seperti ibu-ibu sosialita. Leo tersenyum, tidak meragukannya. Setelah Saujana resmi menikah dengan Nata, tak hanya Saujana yang akhirnya bisa merasakan berada di tengah-tengah keluarga seperti bayangannya selama ini. Orang tua Nata selalu memperlakukan Leo sangat baik, hangat. Tak seperti orang asing. Mata Leo menatap Saujana yang duduk bersama Nata, tangan Nata terulur di bahunya. Lalu mata Leo terjatuh pada perut Saujana. Tak akan lama lagi ia melahirkan, sayangnya saat Saujana melahirkan, Leo tidak akan ada di Indonesia. “Besok biar kami yang antar kamu ke bandara.” Bujuk Saujana. Nata pun mengangguk setuju. “Ya, bila tidak merepotkan kalian. Apalagi Saujana dalam kondisinya.” Saujana mengenal Leo lebih dari siapa pun, Leo tak suka merepotkan orang lain. Bahkan mereka punya panggilan khusus jika sedang sama-sama kesal, Saujana akan memanggil Leo dengan sebutan ‘kucing’ dan sebaliknya, Leo akan memanggil Saujana dengan sebutan ‘tikus’. Sekarang seiring waktu, sudah lama mereka tidak saling memanggil begitu terutama setelah Leo dulu pernah mengungkapkan perasaan padanya. Kini sudah baik-baik saja, tetapi tetap saja ada yang berbeda terutama setelah Saujana menikah. Tangan Saujana membelai perutnya lembut, “tidak merepotkan sama sekali, udah pokoknya besok kami akan ke apartemen. Jemput kamu.” Putusnya. Pukul sebelas malam Leo pamit pada semuanya, sudah terlalu larut saking seru mengobrol dengan Nata yang satu karier dengannya. Ia tidak membawa mobil, memesan ojek Online. Baru setengah jalan saat temannya menelepon, mengajak Leo bertemu di salah satu kelab malam terdekat. Sejujurnya, Leo tidak terlalu suka berada di tempat begitu, jika tidak terpaksa menemui temannya. Leo akhirnya menemui temannya, tidak akan lama sebab ia harus beristirahat, mengisi tenaga untuk perjalanan yang panjang esok hari. Leo membayar lebih, beruntung ia dapat pengemudi ojek yang tidak protes karena tempat tujuan tiba-tiba berubah. Leo melebihkan bayarannya sampai membuat pengemudi itu berterima kasih berulang-ulang. Leo menemukan temannya duduk di depan bar, “kenapa harus bicara di sini?” Omel Leo, tidak akan menemukan ketenangan berada di tempat yang bising meski belum terlalu banyak pengunjung, tapi mulai berdatangan. Semakin malam, semakin ramai. Haikal, teman Leo itu malah tersenyum “besok kamu berangkat lagi, jadi malam ini aku minta traktir.” Leo menggeleng kecil, lalu Haikal memanggil bartender untuk memesankan minuman, tetapi Leo menolak. “Kamu tahu, aku tidak minum.” Mereka di sana, mengobrol sekaligus Leo mengambil sebuah lensa yang di pinjam temannya itu. “Aman.” Ucap Haikal saat Leo memeriksa. Leo kembali memasukkan ke tasnya, “aku balik ya, mau packing.” Alasannya, sebenarnya ia hanya malas terlalu lama di sana. Sudah tengah malam juga. “Oke.” “kamu masih mau di sini?” Haikal mengangguk, ia datang tidak sendiri bersama seorang teman. “Belum bertemu yang menarik.” Leo hanya menggelengkan kepala, tidak mau ikut campur selain mengingatkan, “main aman dan sehat.” Ucapnya. Haikal menyeringai, “coba sesekali, Leo. Pasti kamu ketagihan.” Dia tersenyum, menggeleng. Haikal tidak pernah berhasil menjerumuskan temannya itu, “gadis tetap virgin tuh jama sekarang sulit di dapat, tapi lebih susah bujang yang benar-benar masih perjaka. Dan sialnya kamu temanku. Apa aku harus beruntung punya teman sealim kamu?!” Leo hanya menanggapi dengan tawa kecil, ia menepuk bahu temannya dan ia menerima kartunya, benar-benar memenuhi janji untuk mentraktir. Leo segera berjalan, memegang tas berisi lensa kamera yang baru di kembalikan. Dia bisa bernapas lega setelah berada di luar. Leo mengeluarkan ponsel, baru akan membuka aplikasi pesan ojek online saat melihat seorang gadis berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman seseorang. Mereka bertengkar, awalnya Leo tidak mau ikut campur, ia kembali menatap ponsel tetapi sebuah suara membuatnya terdiam. Keadaan di luar sepi, sekalipun ada orang mereka tidak peduli karena berpikir jika biasa melihat sepasang kekasih bertengkar. Tapi, bagi Leo tak wajar dan tak bisa dibiarkan saat salah satu sudah bermain kasar. “Lepas, b******k!” umpat si wanita. Leo mematung, lalu ia menajamkan pandangan saat mengenali dari pakaian wanita itu yang di pakai. “Diam, Naura! Jangan melawan, atau aku benar-benar akan bersikap kasar!” bentak pria itu. Menyebut satu nama yang buat Leo menegang. Tak menunda lagi apalagi saat pria itu menyeret menuju mobilnya, ia membuka pintu dan memaksa Naura masuk. Tetapi, Naura berontak dan berlari sampai tak pedulikan sepatunya lepas. Naura hampir menabrak Leo, wanita itu tidak menangis selain napasnya yang terengah-engah. Dia mendongak, tatapan beradu.. “Leo..” panggilnya dengan suara pelan dan mata terbelalak saking tak menyangka ada yang mengenalinya. “Naura!” panggil pria yang bersamanya, lalu mata pria itu bertemu dengan Leo, “siapa kamu? Jangan ikut campur!” Leo maju, menarik tangan Naura dan ternyata terasa dingin. Agak gemetar. Naura berdiri di belakang tubuh Leo. Sikap melindungi. “Kita pernah bertemu di pesta pernikahan kakak dari Naura,” jawab Leo, mengingatkan. Dia terdiam, semakin terkejut.. “Saya kekasih—“ “Bukan! Jangan ngaco kamu! Kita udah tidak ada hubungan apa-apa!” sangkal Naura. Setelah mengetahui Irwan mempermainkannya, ia tahu sebagai tunangan Sindy yang mengaku sebagai Regie, wanita tak waras mana yang tetap bertahan? Naura bahkan bertengkar dengan Sindy saat mengungkapnya. Entah apa kabar pertemanannya setelah ini selain Naura pergi dan butuh waktu sampai Irwan menemukannya. “Mau kalian masih kekasih atau bukan, tetap jangan kasar sama perempuan, bro!” ucap Leo. Irwan berdecak, tidak terima. “Pergi, urusan saya sama Naura belum selesai!” dia beringsut maju dan hendak mencekal dan menarik tangan Naura tetapi dengan cepat Leo mencekalnya lalu mendorong Irwan menjauh. Keributan tidak terelakkan, Irwan tidak terima dan melayangkan pukulan keras hingga gigi Leo terasa berdarah, sudut bibir terluka, ia juga mendorong Leo hingga tas berisi lensa kameranya terpental jauh lalu jatuh. Mendapatkan itu rahang Leo mengeras, ia tidak pernah pakai kekerasan jika bisa diselesaikan dengan bicara pakai kepala dingin. Namun beda arti bila ia telah diserang lebih dulu. “Salah besar telah rusak lensa kamera saya!” ucapnya geram, meradang. Leo lalu mendorongnya. Menendang Irwan, sekali tendangan membuatnya terjengkang. Leo berdiri di depannya, sementara Naura yang tersadar dan tak mau kian keadaannya parah segera mencekal Leo. “Leo cukup!” Naura mencekalnya. Leo menarik napas dalam-dalam, coba membuatnya stabil. “Naura ini adik dari Nata, suami adik saya. Pergi dari sini, atau saya akan panggil polisi! Jelas CCTV di depan kelab ini bisa jadi bukti perlakuan kasarmu pada Naura dan penyerangan lebih dulu terhadap saya!” ancam Leo membuat nyali Irwan seketika menciut. Beberapa pengunjung lain hanya menonton. Tak niat melerai. Irwan segera berdiri, menatap Naura. “Lihat saja Naura, kamu akan menyesal!” ancamnya dan pergi. Tangan Naura masih memegangi lengan Leo, gemetar dan telapak tangannya basah. Leo menarik napas dalam. “Leo, kamu tidak apa-apa?” Leo berbalik, berhadapan dengan Naura. “Ya. Apa yang kamu lakukan di sini? Pergi ke kelab sendirian tidak baik untuk gadis baik-baik sepertimu, Naura.” Naura menarik napas dalam, begitu juga menarik tangannya. Satu tangan naik menutupi bagian bahu yang robek akibat tarik-menarik dengan Irwan. Leo memerhatikan itu, langsung melepas jaket jeans yang ia pakai, ia kemudian mengulurkannya membuat Naura mendongak, menatapnya. “Pakai ini.” Naura mengambilnya, “terima kasih, tapi kamu—“ kalimatnya berhenti saat Leo malah berjalan, lalu berhenti di dekat tas lensanya. Ia berjongkok, memeriksa dan mendapati kaca lensanya pecah. Leo menarik napas dalam. Suara langkah mendekat, hingga Leo menemukan sepasang kaki tanpa alas kaki. Naura berdiri di depannya. Turut melihat lensa yang rusak akibat dirinya. “Maaf, karena insiden barusan lensamu rusak. Aku akan ganti rugi.” “Tidak apa, ini bisa diperbaiki.” Jawabnya, meski berarti harus meninggalkannya. Tak membawa lensa tersebut bekerja bersamanya. “Leo—“ lagi-lagi Naura mematung saat Leo berbalik dan dikiranya akan pergi, tapi tindakan pria itu tak terbaca. Leo menunduk mengambil sepasang heels Naura yang tadi lepas saat ia berusaha melarikan diri dari Irwan. Leo berjalan, kembali ke hadapannya. Jantung Naura berdebar saat Leo menunduk, meletakan sepatu heels dengan benar tepat di depan kakinya. Dalam diamnya, Leo memerhatikan orang lain padahal sudut bibirnya pun terluka. Naura segera memakai sepatu tersebut, “kamu mau pulang?” tanyanya. Leo mengangguk, “ya. Kamu bawa mobil?” Naura mengangguk. “Berikan kuncinya!” Walau tidak mengerti maksudnya, ia tetap merogoh dari dalam tas dan memberikan pada Leo. “Biar aku antar kamu sampai rumah.” Artinya ia harus kembali lagi. Leo berjalan, Naura mengekori tanpa banyak kata. Ia masuk ke mobil sementara Leo di belakang kemudi. Menghidupkan mesin, sampai Naura menoleh dan melihat sudut bibir Leo berdarah. “Sudut bibirmu terluka..” jemari Naura hendak menyentuhnya, ia urungkan dan cepat-cepat mencari kotak P3K yang selalu tersedia dalam mobilnya. Naura membuka dan saat mengambil kapas juga alkohol, Leo menghentikan. “Tidak perlu, Naura.” “Apa yang tidak perlu?! Kamu terluka gara-gara aku! Sudah begitu, lensa kameramu juga rusak!” omelnya, Naura tidak mau Leo bilang tak apa-apa, jelas semua terjadi karena menyelamatkan dirinya. Leo terdiam. “Hentikan mobilnya!” “Naura—“ “Turuti saja aku!” ia menatap Leo. Seketika Leo menurut, menepi. Membiarkan Naura mengobati luka di sudut bibirnya. Membuat wajah mereka sangat dekat dan situasi yang canggung. Leo menatap lekat wajah cantik Naura. “Naura, dengarkan aku.. pria itu mengancammu. Mulai sekarang kamu harus hati-hati.” Leo mengingatkan. “Aku bisa jaga diriku.” Naura menyelesaikannya, Leo tak banyak protes, “ada yang lebih penting dari itu.” Ucap selanjutnya. “Apa?” tanya Leo. “Aku tidak bisa pulang ke rumah dalam keadaan ini.” Kening Leo mengernyit, “maksudmu?” “Ya, aku tidak ingin pulang.” Ungkapnya. Selain pakaian yang robek akan jadi pertanyaan orang rumah, Naura pun sedang malas pulang. “Bolehkah aku menginap di tempatmu?” Pertanyaan Naura selanjutnya membuat Leo terdiam, tidak sangka dan yang menakjubkan, Naura tidak menangis sama sekali padahal ia baru patah hati dan dapat perlakuan buruk. “Leo—“ “Tidak!” Leo jelas menolak tegas, tetapi Naura pantang menyerah. Akankah Leo berubah pikiran dan membiarkan gadis itu ikut pulang ke apartemen dengannya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN