Chapter 3

2157 Kata
Pagi-pagi sekali sebelum Ruby mengawal pangeran Constantine lainnya, dia pergi ke perpustakaan lebih dulu yang terletak di bawah mansion. Pada malam hari dia sudah izin kepada Fred untuk mampir ke perpustakaan yang berada di mansion utama karena katanya ada banyak informasi mengenai keluarga Fred Constantine. Berdasarkan informasi yang dia dapatkan dari google, Landon diberikan wewenang mengurus anak perusahaan Fred, seperti halnya Mark dan Roger terkecuali Edward yang dipercayakan memegang kuasa penuh atas perusahaan utama Fred. Perihal umur, Edward yang tertua berumur 29 tahun, Mark 28 tahun, Landon 26 tahun, Roger 24 tahun sementara Lizzy berumur 22 tahun. Butuh waktu semalaman bagi Ruby untuk menghafal kesukaan, dan ketidaksukaan semua anak Fred dari catatan yang diberikan Carlos padanya. Carlos mengatakan supaya kejadian seperti alergi Mark akan wangi bunga tidak terulang. Ruang perpustakaan dua kali lipat kamarnya di mansion khusus. Ada ribuan buku yang berjejeran di sana. Semua jenis buku dari fiksi, kesehatan, novel, dan lain sebagainya. Ada satu rak besar berisi semua momen keluarga Fred Constantine. Mata Ruby meneliti setiap tulisan pada bagian punggung bukunya. Ketika dia menarik sebuah buku, ada sosok lain yang melakukan hal sama di seberangnya sehingga dia dapat melihat mata indah itu. Ruby mengenali si pemilik mata yang menawarkan warna seindah itu, Edward. Edward mungkin terlihat konyol kemarin namun, matanya menunjukkan ada ribuan rahasia yang tersimpan. Ruby mengalihkan pandangan kemudian melenggang pergi untuk mencari tempat duduk setelah beberapa menit bertatapan dengan Edward. Sesudah bokongnya menyentuh kursi, dia menyadari Edward ikut duduk di depannya. Lelaki itu terlihat tenang sembari membuka setiap lembar buku yang dipegang. Ruby ikut membuka lembar bukunya tapi beberapa kali pandangannya tertuju pada Edward. Dia seperti melihat sosok berbeda jika dibandingkan dengan kemarin. “Du bist so schön.” Ruby yang kebetulan mendengar kalimat itu langsung mendongak sedikit melihat Edward yang sedang menatapnya. Tidak ada senyum, hanya tatapan yang dalam. “Kau ingin belajar bahasa Jerman?” Ruby menggelengkan kepalanya. Selain bahasa yang dia gunakan sehari-hari, dia juga menguasai bahasa Perancis. Penawaran Edward terdengar menarik namun, dia tidak memiliki kesempatan untuk mempelajarinya. “Sie haben eine sehr süßes Lächeln.” Ruby hanya mendengarkan karena tidak mengerti, sementara Edward bangun dari tempat duduknya. Kepergian Edward membuat Ruby ikut berdiri. Dia meletakkan kembali buku yang telah dia ambil karena di dalamnya hanya berisi foto-foto masa kecil semua anak Fred. Di barisan paling atas, dia menangkap sesuatu yang bertuliskan tentang silsilah keluarga Constantine. Berhubung Ruby merasa mampu meraih karena tubuhnya tinggi, dia berjinjit untuk mengambil buku itu. Niat meraih buku justru menjadi musibah ketika dua buku berjatuhan. Anehnya, kedua buku itu tidak menimpa kepalanya. Dia menoleh ke samping—menyadari tubuh tinggi yang menyelamatkannya dari buku itu. “Kau bisa naik ke atas tangga yang terletak di ujung koridor jika ingin mengambil buku yang lebih tinggi. Jangan sampai kau melukai dirimu sendiri,” ucap Edward, yang kemudian segera mengembalikan dua buku yang tertahan ke tempatnya. “Terima kasih, Tuan Edward.” “Ini buku yang ingin kau ambil bukan? Hati-hati dengan tangganya yang sedikit licin,” kata Edward sembari menyerahkan buku kepada Ruby. Dia sudah pergi sebelum Ruby sempat mengatakan apa-apa. Ruby tertegun. Kemarin sikap Edward cukup genit, kenapa sekarang sedingin itu? Bahkan caranya bicara saja begitu datar namun terkesan peduli. Apa sifatnya dapat berubah dalam sehari? Sungguh aneh! * * * * * Ruby menemani Landon pergi menemui rekan bisnisnya yang berada di Brooklyn. Dia berdiri di belakang Landon, memantau restoran yang sengaja disewa untuk pertemuan pentingnya. Selama pertemuan itu, Landon mengajak seorang perempuan. Ruby tidak ingin menanyakan siapa perempuan itu karena bukan urusannya. Setelah hampir satu jam lebih berdiskusi, pertemuan itu selesai. Perempuan berparas cantik yang diajak Landon ikut pergi dari sana setelah berpamitan dan mencium bibir Landon. “Ruby, sebagai perempuan, apa yang kau suka sebagai hadiah? Aku ingin meminta pendapat darimu,” tanya Landon. “Saya pikir jika Anda ingin memberikan hadiah untuk seorang perempuan, membelikan tas atau sepatu sudah cukup,” jawab Ruby ragu-ragu. Sejujurnya dia tidak tahu harus menjawab apa karena selama berkencan, kebanyakan mantannya selalu memberikan hadiah tanpa bertanya lebih dulu. Tentu saja dia menyukai apa pun yang diberikan padanya. “Bagaimana dengan mansion?” Ruby terkejut mendengarnya. Lelaki itu bicara soal membelikan mansion semudah membeli permen karet. Tapi membelikan mansion bukanlah hal sulit bagi putra Fred. Dia tahu itu. “Sepertinya itu ide yang bagus, Tuan Landon. Mungkin kekasih Anda akan menyukainya,” ucap Ruby berhati-hati. “Aku ingin memberikannya untuk satu tahun kami. Kalau begitu bisakah kau besok mengantarku melihat mansion?” “Maaf Tuan, tapi besok saya dijadwalkan mengantar kakak Anda, Tuan Mark.” Landon terdengar menghela napas. “Kalau begitu besok aku akan meminta Mark melihat mansion bersamamu. Kalian tentukan mansion yang bagus untukku.” Ruby tidak dapat berkata banyak, dia cukup mengiyakan. “Oh ya, jangan mengatakan apa pun tentang apa yang kau lihat hari ini kepada kekasihku,” ucap Landon sembari melihat Ruby setelah sebelumnya sibuk menatap layar ponselnya. Ruby tidak mengerti maksudnya, namun dia menjawab, “Baik, Tuan.” Bertepatan dengan jawabannya, seorang perempuan berwajah secantik dewi Yunani datang sambil melebarkan senyum secerah mentari. Gadis bermata biru itu memeluk Landon setelah tiba di depannya. Ada kebahagiaan yang tertangkap mata dari pelukan yang terlihat. “Kau sudah lama menungguku, Sayang?” tanya perempuan itu sembari menelusupkan jemarinya ke sela rambut Landon bermaksud mengusapnya. “Tidak juga, aku baru selesai bertemu rekanku.” Landon memeluk pinggang perempuan itu yang telah duduk di sampingnya. “Kau ingin kita makan di sini, atau tempat lain?” “Di sini terlalu mahal. Bagaimana kalau kita pergi makan di luar yang lebih murah?” tawar perempuan itu sambil menyunggingkan senyumnya. “As your wish. Kita pergi ke tempat yang kau inginkan. Aku hanya tinggal mengikutimu,” balas Landon yang kemudian mencium singkat bibir perempuan itu. Ruby bingung akan situasi ini, namun suara yang terdengar dari belakang setelah mengikuti kedua orang itu pergi, berhasil menghilangkan kebingungannya. “Vika Jones adalah kekasih Tuan Landon yang sebenarnya. Perempuan yang dibawa Tuan Landon sebelumnya adalah selingkuhannya.” Ruby mengerti sekarang. Pantas saja Landon memintanya jangan mengatakan apa pun atas apa yang dia lihat. Tidak disangka-sangka lelaki yang terlihat setia itu berselingkuh. Sungguh, apa Landon tidak bersyukur sudah mendapatkan perempuan seperti Vika? Selama dalam perjalanan, Ruby memperhatikan Landon yang begitu menyayangi Vika. Caranya memperhatikan, memanjakan, semua terlihat seakan-akan Vika adalah satu-satunya yang dikencani oleh manusia itu. Setelah dia perhatikan lagi, wajah Vika tidak asing. “Oh ya, pengawal barumu ini perempuan? Dia cantik sekali,” komentar Vika saat melihat Ruby yang berdiri di belakangnya. Dengan ramahnya perempuan itu mengulurkan tangan. “Hai, namaku Vika Jones. Siapa namamu?” Tidak seperti perempuan angkuh yang Landon bawa sebelumnya, Vika sangat rendah hati dan ramah. Hal ini membuat Ruby semakin merasa kasihan. “Maaf Nona, Anda tidak perlu berjabatan tangan dengan saya karena Anda tidak seharusnya melakukan itu. Nama saya Ruby King,” jawab Ruby. Vika mengamit tangan Ruby, lalu berjabatan tangan dengannya. “Aku sudah melakukannya. Kumohon jangan bersikap seolah kau harus menghormatiku sebagai tuanmu. Yang menjadi tuanmu adalah Landon bukan aku, Ruby.” Landon menarik senyum lebar mendengar kekasihnya yang baik hati. Dia segera merangkul pundaknya, lalu berbisik. Tidak tahu apa yang dibisikkan Landon karena perempuan itu segera melambaikan tangannya pada Ruby sebagai tanda pamit. Ruby merasa kasihan. Bagaimana bisa Landon setega itu mengkhianati perempuan sebaik Vika? Saat larut dalam pertanyaan-pertanyaan akan perselingkuhan Landon, dia tidak sengaja melihat papan reklame yang terpampang besar di atas gedung bertingkat. Vika menjadi model salah satu parfum ternama. Pantas wajahnya tidak asing, ternyata Vika adalah seorang model. Pandangannya beralih setelah mendengar percakapan yang cukup jelas karena dia mengikuti langkah Landon dari belakang. “Kau tahu apa yang membuatku bangga padamu?” tanya Landon saat menatap Vika, masih merangkul pundak kekasihnya. “Apa itu?” “Kau tidak pernah menyerah menghadapiku. Ini yang membuatku semakin mencintaimu. Kau satu-satunya perempuan yang aku cintai, Vik.” Landon mengakhiri kalimat itu dengan mengecup kening kekasihnya yang tidak berhenti memasang senyum. Ruby spontan menyahuti dalam hati. Bullshit! Padahal tadi Landon sudah mencium perempuan lain. Pangeran yang satu ini punya sikap yang tidak terduga walaupun wajahnya menunjukkan jika lelaki itu seperti sosok yang tidak akan berani menyakiti semut sekalipun. Ruby semakin prihatin. Semua pangeran Constantine memang tidak bisa ditebak. * * * * *  “Ruby! Oh, tepat sekali, Sayang. Ayo masuklah, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu. Ikutlah denganku.” Anna menarik lengan Ruby setelah menyadari pengawalnya hendak memasuki mansion utama. Satu tangan lainnya bergerak ke udara seolah-olah mengusir pengawal lainnya yang juga hendak masuk bersama Ruby. Ruby mengikuti Anna tanpa membantah. Di sinilah dia berpijak sekarang, ruang makan keluarga Fred Constantine. Di sana sudah ada keempat putra Fred bersama ayah mereka. Jarak kursi yang satu dengan kursi di depannya cukup jauh, mengingat meja makan mereka sangat lebar dan panjang. “Sayang, tidak apa-apa aku mengajak Ruby ke sini bukan? Ingin memberitahu kalau jadwalnya besok akan lebih padat.” “Tidak apa-apa. Kalau begitu duduklah di kursi kosong yang ada, Ruby. Kita makan bersama di sini.” Fred menyuruh dengan nada pelan dan ramah seperti biasa. Roger menyela, “Untuk apa menyuruhnya makan di sini? Selera makanku jadi hilang. Tempatnya bukan di sini, Dad.” “Roger! Tutup mulutmu! Jangan bersikap kasar seperti itu!” Anna meninggikan suaranya sampai menggema di seisi ruangan. “Tidak apa-apa, Nyonya. Benar apa yang dikatakan Tuan Roger, saya tidak berhak makan di sini,” sambung Ruby yang memelankan nada bicaranya. “Abaikan saja Roger. Duduklah, Sayang.” Anna tetap bersikap manis dan hangat. Wanita itu menarik kursi di sampingnya lalu menarik lengan Ruby supaya duduk di kursi itu. Roger menatap sinis Ruby dengan bibir yang bergumam pelan. “Dasar perempuan gila!” Ruby merasa tidak enak. Tatapan sinis Roger menghunusnya sampai merasa dia benar-benar tidak perlu menuruti permintaan Anna. Karena sebenarnya selama dia bekerja dengan keluarga Wellington, tidak pernah keluarga itu mengajaknya makan bersama. Pemikiran-pemikiran akan perasaan tidak enaknya tergantikan dengan senyuman hangat Anna yang tidak pernah berhenti menunjukkan keramahan. Setelah memastikan suasana cukup tenang—yang mana memang beberapa minggu belakang selalu seperti itu, Fred mulai menggerakkan bibirnya. “Aku akan bicara pada intinya saja. Besok kita pergi ke London. Berlibur sekaligus melangsungkan acara penting di sana.” “Acara apa, Dad? Aku rasa kita tidak punya agenda penting,” sahut Roger heran. “Aku punya agenda sendiri, Mom. Kau tahu agenda itu,” sambung Mark. “Jadwalmu sudah aku ganti, jadi tidak perlu khawatir, Mark. Kita akan menemui keluarga calon tunangan Edward. Dad memiliki rekan bisnis di London, dan dia bersedia menjodohkan putrinya dengan Edward,” tutur Fred membeberkan. Edward yang saat itu sedang mengunyah dagingnya langsung tersedak. Daging itu tersangkut di tenggorokkannya dan Mark yang berada di sampingnya segera memberikan minum. “Uhuk! Uhuk!” Roger tertawa keras. “Kalian serius? Kalau begitu aku dengan senang hati ikut ke sana.” “Aku juga akan ikut, Dad. Tidak mungkin aku melewatkan pertunangan kakakku,” sambung Landon terkekeh. “Mom! Dad! Aku tidak ingin dijodohkan. Lebih baik aku hidup sendirian sampai meninggal daripada dijodohkan oleh kalian!” tolak Edward setelah batuknya menghilang. “C’mon, Edward! Umurmu sudah matang untuk menikah. Kau tidak pernah berkencan dengan siapapun! Itu yang membuatku khawatir. Aku takut kau tidak tertarik dengan perempuan,” balas Anna. Ruby terkejut mendapati kenyataan yang tidak pernah didengar olehnya. Seorang Edward yang sikapnya tidak dapat ditebak apa maunya itu tidak pernah berkencan seumur hidupnya? Luar biasa sekali. “Mom, Edward ingin menikah dengan Selena Gomez jadi dia tidak bersedia berkencan dengan siapapun,” ledek Roger yang membuat Mark dan Landon tertawa. "Jangan bermimpi! Selena Gomez tidak akan melirikmu! Sudahlah, jangan membantah. Jangan menggagalkan pertunangan yang sudah aku persiapkan sejak lama.” Anna mengecam dengan tatapan serius. Edward kembali menolak. “Mom, tidak. Aku tetap tidak akan menikah sampai aku menemukan yang tepat.” “Apa jangan-jangan kau tidak tertarik dengan perempuan? Adik-adikmu saja sudah sering berkencan dengan banyak perempuan. Aku curiga kau memang tidak tertarik dengan perempuan,” tuduh Anna sambil memicingkan matanya penuh kecurigaan. Landon menahan tawanya lalu menyahuti, “Mom, bukannya tidak tertarik, Edward punya standar yang terlalu tinggi. Banyak yang mendekati namun dia tidak pernah menanggapi. Mungkin tidak ada yang cocok.” “Landon saja tahu. Benar apa yang dia bilang. Aku belum menemukan yang tepat.” “Tapi kalau perjodohan adalah solusi yang tepat, aku setuju, Mom.” Landon tersenyum penuh arti saat melihat kakaknya yang tampak geram. “Sialan kau, Landon!” umpat Edward. “Ya sudah, kalau begitu persiapkan diri kalian besok.” Anna melirik Ruby yang sejak tadi hanya mendengarkan. “Ruby, besok kau ikut dengan kami. Jangan lupa bawa pakaian seadanya. Kau akan mengawal kami bersama beberapa pengawal lainnya.” Ruby mengangguk lalu menjawab, “Baik, Nyonya.” “Kau akan kesulitan besok, Ruby. Berhati-hatilah.” Ruby tidak mengerti apa maksud Landon. Ia mengabaikan kalimat yang terdengar cukup menakutkan dan menjanjikan. Baru sehari, Ruby sudah mengetahui semua permasalahan yang ada dalam kehidupan semua putra Fred—termasuk masalah percintaan yang tidak pernah dia duga. * * * * *  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN