Mobil mewah itu meluncur mulus melewati jalanan basah Jakarta. Hujan telah mereda, tapi sisa-sisa gerimis masih menempel di kaca jendela, menciptakan bias samar dari cahaya lampu jalan. Di dalam kabin yang senyap dan hangat, hanya suara AC yang terdengar samar, nyaris tenggelam oleh jeda sunyi di antara dua jiwa yang duduk diam. Seth tetap menyetir, pandangannya terfokus ke depan. Tapi dari cermin tengah, ia sesekali mencuri pandang ke arah Lavinia yang duduk di kursi penumpang belakang, bersandar dengan kepala mengarah ke jendela. Gaunnya elegan, rambutnya basah sebagian, tapi tidak kusut. Ia tetap anggun, tetap dingin. Kecuali matanya, yang kini mulai retak oleh sesuatu yang lebih rapuh dari kemarahan, tentang kejujuran. "Kau mungkin bertanya-tanya," katanya pelan, hampir seperti berbi

