Pertengkaran Di Pagi Hari

1361 Kata
Sebulan sudah usia pernikahan mereka. Selama sebulan ini tidak ada yang spesial, hanya ada beberapa pertikaian kecil antara suami istri atau ipar dan tidak lebih dari itu. Semua berjalan dengan lancar, Reno fokus pada pekerjaannya pun Sela juga fokus pada pakerjaannya. Beberapa kali Reno meminta istrinya itu untuk berhenti bekerja dan cukup mengurusnya saja di rumah namun sering kali mendapatkan penolakan dari sang istri. "Sayang, kenapa, sih, gak berhenti kerja saja?" "Lalu, siapa yang akan membantu Papah?" "Banyak pegawai kok disana. Kamu itu 'kan sudah menjadi seorang istri. Sudah seharusnya menurut dan patuh akan ucapan suami." "Mas, sudah ya, aku bosan persoalan kita tidak jauh-jauh dari urusan pekerjaan. Aku sudah sering bilang, aku tak akan bisa melepaskan pekerjaan ini. Lagi pula, di dalamnya juga ada kerja sama kita yang dimana aku harus mengurusnya menjadi lebih baik, bukannya malah melepas begitu saja." "Selalu saja alasanmu kerja sama! Aku sudah berapa kali bilang? Aku tidak peduli dengan itu! Aku hanya ingin kau diam, duduk manis dirumah, mengurusku dan menyambutku tiap kali pulang!" "Mas! Gak usah lebay! Kamu bukan anak kecil yang harus selalu aku urus! Lagi pula, bosan kali Mas berdiam diri saja dirumah tanpa melakukan kegiatan!" "Loh? Kamu bisa membantu Mamih mengurus taman atau membuat cemilan seperti hobi, Mamih!" "Jangan samakan aku dengan Mamih, Mas! Aku dan Mamih beda! Aku adalah wanita karir dan Mamih itu hanya ibu rumah tangga!" "Hei, Sela! Jangan salah ya! Dulu Mamihku itu adalah wanita karir, namun beliau sengaja meninggalkan semuanya demi mengurus anak, suami dan rumah!" "Lagi pula, apa kamu kekurangan uang? Hah? Aku selalu memenuhi semua keinginan dan kebutuhanmu! Bahkan aku selalu melebihkan nominalnya tiap kali memberimu!" "Aku tidak butuh uangmu, Mas! Aku bisa cari uang sendiri! Aku bukan wanita manja yang berleha-leha sesuka hati memakai uang suami." "Sela, uangku adalah uangmu juga!" "Tidak berlaku untukku! Uangmu selalu aku simpan untuk anak-anakmu kelak! Aku tak pernah memakai sepeserpun uang darimu!" "Anak akan ada sendiri nantinya, Sela!" "Sudah cukup, Mas! Kita sudah sering kali meributkan hal ini! Gak penting tau gak! Masih banyak loh urusan yang lebih penting bisa kita urus! Kamu ini selalu saja mempermasalahkan pekerjaanku! Heran!" "Kamu keterlaluan, Sela! Aku ini suamimu! Aku hanya meminta kau berhenti bekerja, patuh dan nurut pada perintahku. Apakah itu berat? Susah? Atau sangat merepotkanmu?" "Jelas sangat merepotkanku! Dengarkan ucapanku ini ya, Mas! Aku tidak pernah mau jadi ibu rumah tangga yang kucel, bau ompol anak, bau bawang! Cih! Aku tak suka! Sudah cukup! Jangan lagi mengajakku berdebat!" "Setiap pagi, selalu saja kau mengajakku berdebat dengan urusan yang gak penting! Dan juga permintaan yang tidak pernah akan bisa aku wujudkan!" Sela keluar kamar dengan membanting pintu menghasilkan suara dentuman yang terdengar hingga bawah dan membuat para penghuni di rumah tersebut terkejut. Hampir setiap hari ini terjadi, ya walaupun tidak setiap hari banget, sih. Tapi, kejadian ini bukan hanya sekali dua kali melainkan sering kali. Suami yang meminta istrinya patuh dan nurut dengan perintahnya tetapi sang istri lebih memilih untuk tetap pada pendiriannya bekerja. Menghasilkan uang sendiri dan tak sudi apabila diminta berhenti bekerja. Mamih dan Papih saling tatap, berbeda dengan Kevin, ia sepertinya sangat bosan dengan drama yang terjadi antara abang dan kakak iparnya itu. Kevin hanya memutar bola matanya malas sedangkan mamih dan papih menghembuskan nafas kasar mereka. Bingung. Itulah yang mereka rasakan saat ini, mereka tidak tau lagi harus berbicara seperti apa dan bagaimana pada anak dan menantunya. Satu sisi agar tidak selalu terjadi salah paham dan keributan namun di sisi lain merasa tidak pantas apabila ikut campur urusan rumah tangga anaknya. Sebenarnya, permintaan Reno itu simpel dan baik untuk Sela pastinya namun saja wanita itu terlalu keras kepala untuk menuruti keinginan suaminya. Wanita itu merasa terinjak-injak apabila hanya di rumah dan menunggu uang yang diberikan oleh suaminya. "Bertengkar lagi, terus-menerus bertengkar! Bosan!" sindir Kevin saat kakak iparnya itu duduk di tempatnya. Sela hanya meliriknya sekilas dengan tatapan tajam. "Ini rumah atau neraka, sih! Gak ada damai dan ademnya banget! Heran! Lama-lama api terus berkobar di dalam rumah ini! Kebakar semua penghuninya!" sungut Kevin kembali membuat Sela menghentikan gerakannya, ia langsung menyimpan kembali sendok dan garpu yang sudah dipegangnya. "Tidak bisakah sarapan dengan tenang! Setiap hari kok sepertinya kau selalu mencari masalah denganku?" tanya Sela tak suka. "Haha! Sadar diri! Bukannya lu yang selalu cari masalah sama abang gue? Jadi istri kok ada nurut dan patuhnya sekali! Bar-bar banget! Semakin terlihat sekali bahwa memang tidak pantas bersanding dengan abang gue!" "Kau! Berani sekali mulutmu bicara seperti itu! Aku ini kakak iparmu!" "Bodo amat!" Sela bangkit dari duduknya dan hampir menampar Kevin yang menantangnya. "Sela! Berani kamu sentuh adikku, kau akan tau akibatnya!" teriak Reno yang baru saja akan duduk di tempatnya. Kilatan amarah terlihat dari sorot mata ketiganya. Reno marah sebab, istrinya itu kurang ajar dan hampir menampar adiknya. Kevin marah sebab, iparnya itu selalu membuat masalah setiap waktu. Sela marah sebab, kehadirannya di rumah itu seperti tak dianggap sama sekali. "Sela berangkat, Pih, Mih." Sela berlalu meninggalkan mereka semua yang masih diam tak bergeming. Mamih dan Papih hanya menggelengkan kepala saja, mereka tak menyangka menantunya bisa berubah seperti itu. "Aku suamimu! Beraninya kau tidak pamit padaku, Sela!" "Hei jalang! b******k!" umpatnya. "Reno! Dia istrimu! Jangan berbicara seperti itu!" tegur Mamih. "Haha, memang kelakuannya seperti jalang, Mih! Ngapain dibela wanita bar-bar itu! Tiap hari kerjaannya bikin masalah saja! Bosan!" sungut Kevin berapi-api. "Kasihan gue sama lu, Bang. Punya bini gak ada baik-baiknya banget! Gue gak paham lagi sih sama jalan pikiran perempuan itu! Aneh! Kocak! Bego! t***l! Sudah seharusnya nurut dan patuh pada suami, tapi lihatlah dia melenggang pergi tanpa pamit sama suaminya haha. Miris sekali attitudenya!" "Kevin! Jangan menyulut api!" "Kevin bicara kenyataan, Pih! Jangan lagi menutupi kelakuannya yang menjijikan itu! Menyesal aku karena punya kakak ipar tidak ada akhlak seperti itu!" "Bang, lebih baik lu ceraikan saja itu perempuan! Gak berguna! Ngurus lu aja gak, 'kan! Dia malah sibuk dan fokus pada pekerjaannya saja! Benar-benar tidak pantas jadi seorang istri!" "Kevin! Jaga ucapanmu! Jangan berbicara seperti itu! Ingat! Dia adalah kakak iparmu! Lebih dijaga lagi ucapanmu itu!" "Terserah, Pih! Bela saja terus perempuan gak ada akhlak itu, menjijikan!" "Kevin sudah selesai! Berangkat dulu," ucapnya mencium punggung tangan mamih, papih dan abangnya lalu berlalu pergi tanpa mengindahkan panggilan sang mamih. "Kevin, ini bekalnya!" "Kevin!" "Adik!" Kevin melirik sekilas lalu melajukan motornya meninggalkan rumah yang saat ini rasanya seperti neraka berada di dalamnya. Semuanya berbeda sangat berbeda tidak seperti dulu, damai, aman, adem dan tentram. Sekarang? Tiap hari bagaikan neraka dan terasa sangat panas sekali! "Mih, sudahlah! Biarkan saja anakmu itu!" "Tapi, Pih, ini bekalnya ketinggalan. Kasihan nanti dia gak makan siang." "Gak mungkin dia gak makan siang, Mih. Lagian uang dia banyak, kok, tenang saja," ucap Papih menenangkan. Mamih hanya mengangguk patuh saja, beliau merasa sangat lelah sekali. "Sepertinya, apa yang diucapkan Kevin ada benarnya." "Maksudmu, Ren?" "Reno salah pilih istri, Mih." "Reno! Jangan bicara seperti itu, dia adalah pilihanmu dan itu artinya kau sudah yakin juga mantap dengan segala kelebihan, kekurangan, kebaikan dan keburukan dari dirinya seperti apa dan bagaimana!" "Tapi, Reno tidak tau bahwa dia se-bar-bar ini, Pih! Reno pikir, Sela adalah orang yang tepat tapi lihatlah, baru sebulan menjadi istri tapi sudah membuat rumah yang damai dan tentram ini bagaimana neraka!" "Setiap hari bahkan setiap saat dia selalu saja mengajak ribut dan membuat masalah, entah itu dengan Reno atau dengan Kevin. Kevin itu adik iparnya loh, Mih, Pih. Seharusnya, Sela bisa merebut hati anak itu dan juga bisa berdamai tetapi kenyataan malah sebaliknya." "Semua yang diucapkan oleh Kevin benar adanya. Kita jangan menutup mata dengan kelakuan Sela, Mih, Pih." "Lalu, apa yang ingin kau lakukan, Ren?" "Entahlah, Mih." "Jangan melakukan sesuatu yang dihalalkan namun sangat dibenci Gusti Allah, Nak." "Entahlah, Reno sangat berharap sekali dia berubah menjadi lebih baik. Tapi Reno takut, takut harapan ini pupus karena perbuatannya yang semakin hari semakin membuat menggelengkan kepala saja." "Sabar, Nak. Tenang. Papih yakin, Reno bisa mengurusnya agar bisa berubah menjadi lebih baik." "Apa Reno bisa, Pih?" "Pasti bisa, Nak." Reno mengangguk, melanjutkan kembali sarapannya dan bergegas pergi ke kantor. Reno berpamitan pada Mamih dan Papihnya lalu beranjak keluar rumah. "Kasihan, Reno, Pih." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN