4

1066 Kata
Haezellya Karin Tsalis, wanita dengan harga diri tinggi, tak pernah merasa semalu ini seumur hidupnya tatkala ia mengeluarkan obat bisul pada pria terburuk dalam hidupnya. Hah, memang salah dia juga kenapa dia tidak memeriksanya terlebih dahulu. Gara-gara salep yang dia sendiri salah beli dan bukannya langsung dibuang, sekarang malah membawa malapetaka baginya, tengsin, malu berat! Belajar dari pengalaman barusan, Arin mengecek dulu isi flashdisk yang akan ia berikan pada temannya, Juna. Pria yang Arin tahu bahwa dirinya menaruh hati untuk Arin sejak lama, tetapi sejak kepergian Satria, hati Arin menjadi sekeras batu untuk menghadapi semua pria. Pokoknya di mata Arin, semuanya gara-gara Satria. “Awas lo, Bang Sat!” gumam Arin penuh emosi. Seketika matanya membola, ia teringat bahwa Satria masih ada di lantai bawah. Buru-buru Arin mencabut flashdisk yang tersambung ke laptop demi memastikan bahwa Satria tidak melakukan kesalahan. Baru saja Arin keluar kamar, dia sudah mendapatkan hal yang tidak dia inginkan. Ya, Satria sedang berhadapan dengan Juna di ruang tamu. “Bisa-bisanya lo bikin gue ampir kena serangan jantung. Mau gue serang balik gak jantung lo?” pancing Satria, membuat Juna menaikkan sebelah alisnya dengan membeberkan tatapan bingung. Tapi bagi Arin, itu adalah tanda bahwa beberapa detik lagi jantungnya akan berhenti. Berbeda dengan Satria yang penuh percaya diri, pria itu tersenyum seringai sambil menyambut uluran tangan Juna yang barusan mengajak berjabat tangan. “Lo calon pacarnya Arin? Kenalin, gue Satria. Suami sah-nya calon pacar lo!” “WOY!” Bentakan Arin membuat kedua pria yang saling berjabat tangan itu menoleh bersamaan. Arin tahu, dia hampir kehabisan supply oksigen ke sekujur tubuhnya setelah mendengar ucapan Satria. Baik Satria maupun Juna, keduanya nampak bingung dengan Arin yang menatap mereka dengan tajam, hidung Arin kembang kempis seperti akan menerkam mereka. Dan benar saja, detik berikutnya sang perawat teladan itu meluncur lewat railing tangga layaknya agen FBI. “Wuiih keren bini gue …,” gumam Satria. Entah dia sengaja atau tidak yang pasti gumamannya itu masih bisa terdengar oleh Juna. Merasa sedikit kesal atas ucapan Satria yang mengaku-ngaku sebagai suami Arin, Juna segera melepaskan jabatan tangan antara dirinya dan Satria seraya mendelik sinis. “Jun, ini flashdisk yang kamu minta. Kamu sibuk kan sekarang? Langsung kerjain tugasnya, ya? Btw makasih buat martabaknya!” ujar Arin berbicara secara tepat tanpa ada pengucapan kata yang salah. Juna jelas bingung, kenapa Arin terlihat gugup dan seolah enggan menerima kehadirannya di sini? Padahal Juna sudah berkorban antri untuk membeli martabak terang bulan di suryakencana hanya untuk bisa menyantap makanan itu berdua dengan Arin, dan tentunya berlama-lama dengan gadis pujaan hatinya, mencoba agar semakin lama Arin semakin luluh pada Juna. Lirikan tajam Juna layangkan pada Satria yang tersenyum manis sampai lesung pipi terlihat di salah satu sudut mulutnya, lantas Juna kembali melihat Arin. “Rin, aku bakal pergi asal kamu jawab dulu, apa bener ini suami kamu?” Deg! Rasanya jantung Arin ikut terkejut! Hampir saja Arin lupa bagaimana caranya bernapas! Jujur, bukan karena Arin menaruh hati pada Juna makanya Arin sampai terkejut seperti maling yang tertangkap basah begitu, tetapi memang Arin belum siap mengungkapkan pada dunia bahwa ini loh suaminya yang dia nikahi saat usianya delapan belas! Ini loh suami yang sudah meninggalkannya selama sepuluh tahun! Ini loh suami yang setiap detiknya menyiksa Arin dalam diam. “Rin? Kamu gak apa-apa? Muka kamu pucet?” tanya Juna, kini raut wajahnya berubah menjadi cemas. “Cih, caper!” cibir Satria sehingga bisa menyadarkan Arin untuk kembali ke keadaan yang dia hadapi sekarang. Arin segera memberikan tatapan tajam atas ucapan Satria, kemudian dia kembali pada Juna yang ada di hadapannya. “Dia kakak sepupu saya, dia memang sering em … ngaku-ngaku kalau dia itu suami saya, soalnya dia gak mau saya deket sama sembarang cowok, apalagi cowok yang sifatnya kaya bang … sat gitu!” jelas Arin setelah selesai mengontrol rasa gugupnya. Kendatipun begitu, raut wajah Satria langsung berubah drastis. Tatapan kosong dengan mulut sedikit terbuka menunjukkan betapa kecewanya dia saat Arin memperkenalkan Satria seperti itu. “Oh, jadi cuma kakak sepupu, ya?” tanya Juna meminta konfirmasi, Arin mengangguk dan tersenyum lebar untuk menutupi rasa kakunya. Juga beralih pada Satria yang masih menatap Arin tanpa berkedip. Hal itu membuat Juna menepuk bahu Satria supaya mendapat perhatian dari sang kakak ipar. “Kak, lain kali jangan gitulah becandaannya, saya juga hampir kena serangan jantung. Tenang aja, kalau Arin sama saya, pasti saya bakal jagain dia dan–” “Arin suruh lo pergi!” potong Satria, dia sudah gedek dengan tingkah polah Juna. “Ya-ya?” “Arin suruh lo pergi daritadi kenapa lo masih di sini? Flashdisk udah ada di tangan lo kan? balik! Kita mau istirahat!” “Ta-tapi Kak–” “Balik-balik! Entar di cariin emak bapak lo lagi!” Satria sudah tak bisa mentolerir lagi alasan apa yang akan Juna lakukan supaya bisa tinggal lebih lama di rumah Arin. Bahkan, Satria sampai mendorong tubuh Juna keluar meski Juna bersikeras membujuk Satria agar mengijinkannya tinggal lebih lama. “Balik-balik, abang warnetnya mau tutup, besok lagi ya nge-war-nya! Yok, walaikumsalam, bye!” Dan begitulah kalimat terakhir dari Satria sebelum pintu rumah Arin benar-benar ditutup dengan kencang tepat di depan wajah Juna. Satria berbalik, ia mendapati Arin yang melipat tangan di dadanya dan memberikan tatapan sinis sedari tadi. “Gak punya sopan santun lo!” ujar Arin memulai topik perdebatan antara mereka “Apanya? Aku usir suruh dia pergi sesuai maunya kamu kan?” Satria berusaha membela diri, dia menghampiri Arin agar percakapan di antara mereka tidak terdengar sampai luar. “Jadi selama ini kamu nyembunyiin status pernikahan kita, Rin? Kamu pikir kamu masih gadis?” “Menurut lo gue udah dobol? Gue masih segel, bang! Dan jangan larang gue buat pakai status single ke semua orang yang gak lo kenal!” “Kenapa?” “Karena lo ga ada pas gue mau memperkenalkan status gue di depan orang lain! Lo mau tetep diakuin tapi wujud lo aja gak ada! Gue sih lebih ikhlas kalau Cha Eunwoo jadi laki gue daripada lo!” ujar Arin lalu berbalik untuk kembali ke kamarnya di lantai dua. Meski Satria tak tahu siapa pria bernama Cha Eunwoo itu tetapi dia bertekad dalam hati, bahwa dia pasti akan menemukan rumah pria itu dan menghajarnya habis-habisan supaya pria bernama Cha Eunwoo itu tahu bahwa Arin sudah ada yang punya. “Cha Eunwoo ya? Seganteng apa sih dia? Awas aja kalo dia gue temuin, abis lo ditangan gue!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN