Apa sih yang lo pikirin? Pasti bukan
gue, kan? Ya sadar kok, cuma gue
belum bisa move on dari lo, Bangs*t!
???
Delan memeluknya denganbsegera. Entah apa yang laki-laki itu bicarakan, Mikaela tidak paham. Otaknya masih berpikir dengan dua kata yang ditulis di atas kertas itu. Selamat datang katanya, untuk apa? Bahkan dunia hancur Mikaela sudah ada sejak lama.
"Hey, lo nggak papa, kan?" Delan bertanya dengan nada bergetar. Bahkan laki-laki itu menatap wajah Mikaela yang terkena sinar rembulan dengan tatapan cemas.
Mikaela tersadar, gadis itu sedikit menjauh dari Delan. "Gue nggak papa, orang itu cuma kasih gue ini."
Delan terlihat menyatukan alisnya hingga terbentuk lipatan di dahi laki-laki itu. "Siapa? Mikae, selain masalah rumah lo kenapa?"
Mikaela lupa, Delan belum tahu tentang dirinya yang didatangi orang itu. Mikaela sedikit yakin jika orang itu berjenis laki-laki karena postur tubuhnya yang cukup besar dan tinggi. Namun, selain topeng dan jubahnya. Mikaela tidak mengenali orang itu.
"Gue..." Mikaela belum yakin akan menceritakan ini. Apa dengan bercerita kepada Delan masalahnya akan selesai? Apa dengan bercerita dia diincar seseorang. Delan akan selalu dengannya?
Ah, bodoh sekali. Dulu Mikaela tidak pernah seragu ini menceritakan apapun kepada Delan. Mungkin karena dulu Delan selalu ada, selalu menenangkannya, selalu membuatnya merasa lebih baik setelah bercerita. Dan sekarang. Delan bukan hanya untuk Mikaela, Delan bukan hanya mendengarkan ceritanya, dan Delan justru akan membuatnya merasa sakit hati.
"Kenapa, Mikae?"
Akhirnya, Mikaela memilih menyodorkan kertas yang diberikan orang tadi kepada Delan. Laki-laki itu segera melepas pelukannya dan menerima kertas dari Mikaela. Wajahnya mengeras begitu membaca tulisan "Selamat Datang" di kertas itu.
"Dia sama siapa?" tanya Delan dengan nada yang lebih kearah geram.
Mikaela menatapnya heran, bingung, dan juga tidak mengerti. Kenapa Delan seolah tahu siapa orang itu? Kenapa Delan terlihat marah dan-
"Gue tanya, dia sama siapa, Mikaela?!!"
Mikaela terkejut, gadis itu berkedip sebentar sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Delan.
"Sendiri, pakai jubah hitam dan topeng putih."
"Bangs*t!" maki Delan. Laki-laki itu segera menarik Mikaela pergi meninggalkan danau dengan langkah yang tidak santai. Bahkan kaki Mikaela terasa seperti terseret karena saking cepatnya Delan berjalan.
"Jangan pergi kemana pun tanpa gue. Dia beneran nggak bisa dipercaya, janjinya bohong!" ucap Delan. Tangannya sibuk memasangkan helm pada kepala Mikaela yang kebingungan dengan maksud perkataannya.
"Lo sibuk, gue nggak betah di rumah. Gue harus sama siapa kalau lo sama Naura?" ungkap Mikaela jujur.
Gadis itu bahkan sadar bahwa Delan kini terdiam karena ucapannya. Namun, ini kenyataannya, kenyataan dimana Delan sudah bukan selalu ada saat dia butuh.
"Gue izinin lo buat sama Clao, tapi enggak buat Daga," ucap Delan terdengar berat. Meski begitu, Mikaela justru tersenyum lebar. Setidaknya dia punya teman, dia bisa kemanapun-
"Gue saranin lo cari temen cewek juga. Gue nggak mau lo cuma berduaan sama Clao."
"Kenapa?"
Bukannya menjawab, Delan malah mengangkat tubuh Mikaela dan mendudukkan gadis itu di atas motornya. Kemudian Delan mendudukkan diri di bagian depan. Dia mulai menstater motor maticnya.
"Delan, kenapa?" tanya Mikaela.
Sayangnya, Delan justru menarik kedua tangan Mikaela dan membuatnya melingkari perut rata laki-laki itu.
"Clao terlalu bahaya." Hanya itu jawaban yang Delan berikan. Setelahnya, dia memacu motor maticnya menjelajahi jalanan yang sepi.
???
Mikaela panik, pintu kamar mandinya tidak dapat dibuka. Padahal tadi dia masuk, semua baik-baik saja. Dia juga mendengar pintu sebelah bisa terbuka tadi. Lalu kenapa giliran dirinya yang akan keluar, pintunya justru terkunci?
Mikaela menggedor-gedor pintu itu dengan keras. Tangannya sibuk memutar handle pintu berharap pintu itu bisa terbuka.
"Tolong, siapapun la di luar sana. Gue mohon bukain pintunya!"
Suaranya bahkan sampai serak karena berteriak-teriak begini sedari tadi.
Seketika Mikaela mengumpat karena lupa bahwa dirinya membawa ponsel. Bukankah lebih mudah kalau dia menghubungi Delan atau Ciao? Bodoh memang karena dia baru kepikiran sekarang!
Gadis itu segera mendial nomor Delan, namun hpnya tiba-tiba terhempas dan jatuh ke lantai. Iya sih ada pelindungnya, cuma kalau terus-terusan jatuh juga bisa pecah, kan?
Eh, Mikaela baru sadar. Gadis itu berbalik menatap siapa yang menghempaskan ponselnya. Belum sempurna berbalik, tubuh Mikaela justru lebih dulu terdorong dan membentur pintu. Lagi-lagi orang berjubah hitam itu.
"Lokok bisa?" tanya Mikaela heran. Tentu saja, gadis itu kan mengira bahwa manusia di depannya ini laki-laki, jadi seharusnya tidak bisa masuk ke toilet perempuan bukan?
"Bingung?" Suara berat itu bertanya.
Benar, dia laki-laki.
"Gue cuma nggak suka lihat Delan bahagia. Dia punya lo dan juga pacar!"
Mikaela menegakkan tubuhnya. Nyeri di punggungnya cukup terasa.
"Maksudnya apa?Akh!" Rambutnya dijambak tanpa rasa kasihan oleh laki-laki itu.
"Delan bakalan jauh lebih panik kalau lo yang terluka. So, let's play this game!"
Bruk. Tubuh Mikaela kembali dibenturkan dan kini bersimpuh di depan laki-laki itu. Sakit sekali rasanya, namun untuk menyerah dan memohon ampun bukan jalan yang benar.
Laki-laki itu berjongkok, mengusap lembut rambut Mikaela. "Lo cantik, tapi gue nggak suka lo bahagia."
"Lo dan Delan bakalan hancur dengan cara berbeda," lanjutnya. Tangan laki-laki itu kini mencengkeram erat dagu Mikaela hingga wajah gadis itu mendongak menatapnya. "Kalau lo nggak mau terluka, jauhin Delan."
???
Mikaela meringis begitu Rose menotolkan kapas steril ke lukanya. Punggungnya ternyata bukan hanya memar, tapi juga terluka. Gadis itu bahkan tidak sadar jika bukan karena Clao yang panik menatapnya dan memberitahu jika seragamnya terkena bercak darah.
"Lo kenapa sih? Perasaan lo cuma izin ke kamar mandi, tapi kaya habis latihan boxing," Rose mengomel.
Mikaela terkekeh, dia memang tidak dekat dengan Rose atau gadis lain. Namun, Rose adalah gadis ternormal di kelasnya. Hanya Rose yang kadang masih menegurnya jika berpapasan.
"Gue cuma kepleset aja. Ini nggak papa, karena kegores tembok kali."
Rose berdecak. "Muka lo juga lebam."
Mikaela sadar itu. Kedua dagunya membiru karena tekanan kuat dari tangan laki-laki itu. Pantas Rose bilang dirinya baru saja boxing.
"Latihan drama tadi, ini nggak awh!"
Mikaela memekik keras begitu Delan melemparkan sebungkus roti. Rose memekik heboh. Apalagi, dia sedang mengobati punggung Mikaela, otomatis kan baju bagian belakang milik Mikaela tersibak. Jadi, seharusnya Delan tidak masuk begitu saja.
"Keluar lo, Mikaela baru gue obatin!" perintah Rose dengan galak.
Tentunya gadis itu sudah menutup punggung Mikaela secepat mungkin saat Delan masuk tadi.
"Lo yang keluar, gue mau bicara sama dia."
Rose berdecak, meski begitu dia juga tetap beranjak dan pergi. Lagi pula, siapa sih yang berani mengganggu Delan yang terlihat serius seperti sekarang?
Setelah kepergian Rose, Delan segera mengunci pintu UKS. Laki-laki itu mendudukkan diri di sebelah Mikaela dan menatap gadis itu tajam.
"Dia lagi?" Mikaela mengangguk.
"Sialan, dia bahkan nyolong start dari gue!"
???