Maafkan

2815 Kata
Bab. 4... Andai Kaubisa Mengerti Mungkin aku terlalu mengharapkanmu... Hingga salahmu pun kuanggap salahku.... Billa ❤ "Apa yang kamu lakukan di belakang aku? Ternyata benar, kamu nggak lebih dari cewek sok polos, tapi murahan, tebar pesona di mana-mana! Entah sadar atau nggak, kamu cewek penggoda yang berpura-pura perhatian sama siapa pun! Aku benci perempuan kayak kamu!" Billa teringat ucapan Ben dan ketika Ben mendorongnya yang baru saja menjadi pacarnya. "Nggak bakal nyesel nonton ini acara hari ini, sumpah cowok-cowoknya kece badai...!" seruan Andini membuyarkan lamunan Billa tentang Ben. "Bisa kecilin dikit nggak!" teriak Billa, menepis ingatannya tentang Ben yang baru saja berputar. "Hwaaaa..., gayanya Yuki Kato bener-bener fashionable abiez...! Sukak banget dah!" seru Andini lagi dan tak peduli dengan teriakan Billa tadi. -First Love is Unforgettable ... "Gimana nih..., cowok-cowok kece ada yang mau berbagi tentang first love -nya yang pastinya unforgettable banget...?" Yuki berjalan menghampiri rombongan anak-anak komunitas bikers yang baru saja selesai bertanding. Fokus pada lima cowok paling keren. Berdiri di hadapan seorang cowok yang lebih dulu membuka helmnya. Seorang cowok berkulit putih, rambut keriting dan sedikit gondrong. Yuki mengarahkan mick padanya. "Hai... keren...! Siapa namanya?" "Hai juga cantik! Gue Jackson." "Say hai buat First Lovers...!" "Hai... First Lovers...!" cowok yang menyebut namanya Jackson tadi melambaikan tangan dan memberi senyum pada kamera. "Okey. Jackson, bisa cerita sedikit tentang first love yang tak terlupakan?" tanya Yuki. "Gue sih fine aja berbagi cerita, tapi ada syaratnya." "Boleh, apa sih Bang Jack, syaratnya?" goda Yuki. "Elo harus ...," dia membuka jaket kulitnya yang hanya dilapisi dengan kaus tanpa lengan hingga otot-ototnya menyembul seksi, "tanda tangan di sini. Gue ngefans banget sama neng Uki." "Uugh..., Babang Jack ngefans ama neng Uki, oke siapa takut!" Yuki pun memberi kode pada crew yang langsung membawakan spidol permanen dan kameramen tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini untuk memuaskan kameranya. "Terima kasih cantik, nanti ini gue buat tato permanen!" katanya excited. "Kali-kali aja kita jodoh, neng!" Jack menaik-turunkan alisnya. "Ugh abang, neng jadi terharu deh! Okey Bang Jack..., bukan waktunya ngegombal. Menurut abang, first love yang unforgettable itu apa dan siapa kalau boleh tau? Speak -up!" "Mm..., cinta pertama menurut gue..., sejarah terpenting dalam hidup gue. Pertama kali mengenal cinta. Dan pertama kali juga ngerasa betapa pentingnya cinta dalam hidup kita. Tentu saja unforgettable banget buat gue. Dan dia adalah... Clara Patrisia. Di mana pun elo sekarang gue harap elo bahagia dengan siapa pun yang mencintai elo dengan tulus." "Uuuh..., so sweet...! Apa masih berlanjut komunikasi sampai sekarang Jack?" selidik Yuki. "Sayangnya, nggak!" jawab Jack dengan yakin. "Okey, diputusin apa mutusin?" tanya Yuki lagi. "Diputusin! Karena gue punya kelebihan, suka ngegodain cewek lain, tapi tetep yang gue seriusin dia," jawab Jack lagi dengan nada bercanda. "Itu sih kekurangan, Bang!" protes Yuki, mengibaskan rambut ekor kudanya. "Bagi gue itu kelebihan Neng Uki!" seru Jack tak mau kalah. "Terserah Abang deh! Oke, pesan dan kesan buat X-First Love lo di luar sana!" Yuki mengalihkan pembicaraan untuk melanjutkan pertanyaan. "Pesan gue buat kamu yang pasti masih kenal dengan ketampanan gue. Lanjutin hidup lo dengan siapa pun lo sekarang, hargailah cinta dan hargailah pasangan lo! Kesannya, bersama lo... gue tau bahwa cinta pertama itu sangat berarti dan tentunya is unforgettable. Itu aja!" "Wowowow..., super gentle...! Okey..., bisa sebutin lagi siapa namanya, Jack?" "Clara Patrisia." "Hai... Clara Patrisia...!" Yuki bicara pada kamera seolah berhadapan dengan si empunya nama. "Itu tadi sedikit curahan masa lalu Jackson buat kamu ya, Cla!" Yuki berjalan ke tengah. "Kita masih akan cari kandidat lain, tapi sebelumnya kita saksikan dulu iklan berikut, so jangan ke mana-mana guys...!" -First Love is Unforgettable... (iklan) "Uuh..., Jackson, udah cakep, anak bikers..., gentle juga! Keren banget dah!" seru Andini bersikap konyol. "Eh!" Billa melempar Andini dengan bantal. "Kalo gue dicuekin gini, gue pulang deh!" ancamnya. "Coba aja kabur, kuncinya ama gue!" ancamnya dengan bangga Andini menjulurkan lidah ke arah Billa. "Dasar gila! Emang gue tahanan pake dikunciin segala?!" protes Billa. "Iya. Elo tahanan cinta gue! Hehe canda neng! Bentar ya, gue ambilin es krim!" Andini berlari membuka lalu mengunci pintu kamarnya kembali seolah Billa bakal kabur beneran. Saat Andini keluar, Billa memejamkan mata. "Sejak kapan dia di Jakarta? Gimana kalo dia ikutan speak -up?" Billa terus bergumam. "Aku takut nggak bisa nutupin ekspresiku dari Andin." "Tara...! Es krim time...!" Andini yang sudah masuk kembali ke kamar dengan membawa es krim mengunci kembali pintu kamarnya. "Elo beneran nahan gue di sini deh!" dumal Billa. "Iya. Sampe malem! Sampe ayah sama ibu lo bawa uang tebusan!" "s****n!" umpat Billa lalu mengambil es krimnya. "Mau ditungguin beneran itu acara norak?" "Iya!" "Kita ini lagi banyak tugas kuliah Andini anak juragan angkot ...!" kata Billa mengingatkan. "Tugas kita itu masih banyak waktu, anak kesayang juragan katring Masakan Ibu. Bilang aja lo males denger acara ini. Udah ah, gue mau fokus nonton lagi." -First Love is Unforgettable... "Oke welcome back again with me Yuki Kato, host ter... ketjeh! Masih di acara paling keren, paling kece..., dan masih bersama Yuk...Yuk...Yuki... host tercantik, ya khan! Kita sapa dulu penonton yang makin rame nih, hai!" Para penonton yang ada di lokasi berteriak histeris. "Dari kelima cowok keren ini mana yang mau kita bongkar terus kita bakar first love-nya ayo?" kata Yuki. "Motor merah...!" teriakan itu mendominasi. Dan di atas motor merah itu ada seorang cowok gagah dengan sepasang alis tebalnya. "Oke...!" Yuki melangkah mendekati motor berwarna merah. "Kita mendekat padanya si tampan bermotor merah. Hai..., namanya siapa kakak?" tegur Yuki dengan nada menggoda. "Hanson." "Handsome?" "Hanson." "Okey Handsome..." "No. H-A-N-S-O-N, Hanson!" diktenya. "Abisnya terlalu tamvan jadi bawaannya mau manggil handsome aja, gitu," kata Yuki yang tiba-tiba berubah jadi genit. "Oke, Hanson what about your first love?" "First Love is unforgettable, simple love!" Singkatnya. "Simple, love?" Yuki tampak ragu, lalu mengerucutkan bibirnya memberi tanda bahwa ia sedang berpikir. "Ya. Simple. Saat pertama kali jatuh cinta..., tentu rasanya biasa aja. Dan ngejalaninnya juga biasa aja. Kita belum menimbang rasa untuk serius. Yah... masih belajar mencari arti dari rasa cinta itu sendiri. So, buat gue... first love is simple and unforgettable," ia menjawab dengan santai. "Jawaban yang simple sesimple hubungan lo sama dia, Hanson. Dan itu menurut lo tentang cinta pertama yang tak terlupakan. Sepertinya kita ketemu Mr. Simple guys! Thank you Hanson...!" "Sama-sama cantik...!" balas Hanson. "Dan... bisa elo sebutin siapa namanya, Hans?" "Amir." "What? Amir?" ulang Yuki tak percaya. "Maksud gue Amira Anastasia," lanjut Hanson lalu tertawa tanpa dosa. "Oh my God, gue pikir abang sukanya yang maco-maco gitu," Yuki ikut tertawa geli. Nah, guys, udah kita dengar tentang first love yang memang sulit atau tidak terlupakan sama sekali dari dua cowok kece Babang Jack dan Hanson tadi. Ternyata nggak melulu cowok yang egois loh saat cinta pertama. Mereka cukup bijak. Bener nggak guys?" "Benaaar...!" jawab seluruh penonton. "Oke. Kita masih perlu satu kandidat lagi untuk ngebongkar isi hatinya tentang first love. Tapi seperti biasa, kita simak dulu iklan cantik berikut. Don't go anywhere...!" Pamit Yuki untuk sementara iklan bergentayangan. -First Love is Unforgettable... (iklan) "Bener tuh kata Yuki, nggak semua cowok egois saat pertama jatuh cinta," ucap Andini tiba-tiba. "Belum tentu!" ketus Billa diluar sadar. Menaikkan pandangan mata lalu menutup buku. Ia baru sadar bahwa ucapannya akan membuat Andini bertanya. "Kenapa Bil?" tanya Andini. "Ah, nggak..., gue asal ngebacot doang!" elaknya. "Eh, lo punya pengalaman buruk dengan first love, ya? Ngaku!" todong Andini. "Apa-an sih lo, gituan doang ditanggepin serius. Gue kan bilang belom tentu, berarti nggak semua cowok bijak, ada yang... egois, bahkan b******k," katanya sangat pelan namun menyimpan kesan buruk. "Lagian siapa yang bilang semua?! Elo kenapa sih Bil, jadi curiga gue!" selidik Andini. "Eh mau ke mana?" tanya Billa yang sedikit heran. "Pengen pipis gue denger omongan lo! Es krim gue jangan lo embat!" Andini memperingatkan. "Nggak janji!" justru Billa terpancing untuk menghabiskan es krim Andini yang masih lumayan, kebanyakan nonton jadi belum habis isi mangkuk es krimnya. Sudah habis, Billa segera meletakkan seperti semula. Tak lama kemudian Andini sudah keluar dari kamar mandi pribadinya. Naik ke atas tempat tidur. Mengangkat mangkuk es krim. "Kok enteng? Curigak nih, gue!" tuduh Andini. Billa mengulum senyum di bibir. "Maaf khilaf. Abis lo kebanyakan nonton, ntar es krimya keburu cair," katanya mengelak. "Ah, elah! Baru juga gue makan setengah udah elo abisin aja!" seru Andini memprotes. "Biasa aja kali! Elo juga saban hari ngabisin risol ibu gue, nggak marah!" protes Billa lagi tak mau kalah. "Dendeman. Udah mulai tuh acaranya, udah gue mau nonton lagi aja," sahut Andini. "Becanda gue, nih punya gue masih." Billa memberikan es krim miliknya yang masih tersisa. Andini merampas tanpa melihat. "Eh, dia malah pake helm! Ganteng banget tuh cowok...! Jangan pergi dong, speak up dulu." Andini bicara seolah dia yang di dalam televisi bisa mendengar. -First Love is Unforgettable ... "Oke guys..., kita balik lagi di acara paling kece yang akan membongkar cinta pertama kalian-kalian semua! Dan mari kita pilih satu cowok kece lagi buat speak -up." "Hei bro, jangan nyumput aja di balik helm!" Jack meninju lengan seseorang di sampingnya, dengan motor berwarna hitam. Tatapannya sangat tajam, ditambah sepasang alis tebal yang membuatnya tampak seperti elang yang siap menangkap mangsa. Kali ini Hanson ikut meninjunya. "Jadi lo takut! Ayo dong bro! Nggak mungkin elo nggak punya cerita tentang cinta pertama yang mungkin menyakitkan atau mungkin juga tak terlupakan." "Okey... soal merayu serahkan pada ahlinya!" Yuki mengambil peran. "Hai ganteng..., kamu siapa namanya?" ia kembali memulai pertanyaan. Si ganteng yang dimaksud akhirnya membuka helm yang sedari tadi menutupi wajah tampan miliknya. "Ben. Ben Revaldo," jawabnya dingin dan tanpa senyum. "Wow, nama yang keren. Gue yakin nggak ada yang bisa lupain lo sebagai mantannya," Yuki menyodorkan lagi mickrofon. "Oke Ben, apa yang bisa kamu ceritakan tentang first love is unforgettable?" Yuki bertanya. "First love buat gue sama dengan kebodohan yang membuat luka! Tapi tetap aja, unforgettable." "Luka?" Ulang Yuki dengan singkat namun penuh rasa penasaran. "Iya. Gue bodoh, karena kebodohan gue itu akhirnya melukai orang yang dengan tulus mencintai gue. Luka itu, membuat gue terluka juga. Dan membuat gue ngerasa... jadi orang yang paling bodoh." Ben bercerita dengan sedikit sisa kekesalan pada diri sendiri yang masih dapat ia rasakan. "Oh..., sayang sekali. Mungkin masih bisa diperbaiki suatu saat. Elo bisa minta maaf ke dia. Who's that girl, Ben?" Yuki yang bertugas sebagai pembawa acara masih terus bertanya untuk tetap bisa menghidupkan acara. * * * ___ ____ Bab 5 Maafkan... Maafkan hati ini, tak bisa berhenti mencintaimu Walau kau mungkin tak memilihku tuk menetap di hatimu --Billa ❤ Tahun terus berganti sejak ketika untuk yang pertama kalinya Billa merasakan jatuh dan patah karena cinta. Tapi rasa itu tak pernah pergi hingga saat ini. Meski sejauh apa ia melangkahkan kaki. Kejadian lima tahun lalu yang telah merubah seorang Nabilla Azhar menjadi seorang gadis yang lebih pendiam dan tertutup untuk siapa pun yang mendekatinya. Sulit sekali bagi seorang Billa untuk melewati hari-harinya setelah melewati pengalaman pahit di saat pertama kali hati sedang berbunga karena cinta. Justru Ben menyiram api di dalam hatinya. Malam ini, Billa duduk di balkon kamarnya. Memeluk lututnya yang terasa dingin. Mengingat semua kejadian di tivi tadi. Ada apa dengan ungkapan Ben? "Apa dia bisa dipercaya? Bukan pacar pertama, tapi cinta pertama? Terus kenapa kamu tega menghinaku dengan kasar waktu itu, Ben?!" ia menggumam sendirian. Ingatannya kembali pada saat itu, saat di mana Ben mendorong dan menghinanya dengan kasar. Saat itu Billa sedang beristirahat, bersama hampir separuh dari teman kelasnya. Billa sangat menyukai teater, mereka berkumpul di halaman belakang sekolah untuk membicarakan sebuah sandiwara yang akan mereka tampilkan saat perpisahan kakak kelas 12 nanti. Sebagai murid baru Billa terbilang cepat tenar karena sikapnya yang ramah pada siapa saja dan senyum kepada semua orang. Nggak terkecuali pada anak-anak cowok yang sering menggodanya dengan kata-kata jahil atau pun juga sekadar menyapanya. Dan itu membuat Billa dengan cepat bisa memiliki banyak teman. Ben dan Joana adalah kakak kelas paling tenar sampai-sampai banyak yang menyebut mereka dengan panggilan Ben-Jo, lebih lagi ketika mereka telah jadian. Saat Billa masuk sebagai murid baru, adik kelas gemes, dia sudah mencuri perhatian. Nggak terkecuali pada Ben. Ketika Billa menjadi siswi baru, berita yang tersebar adalah Ben-Jo sedang nggak baikkan. Diambang putus. Ketika itu perhatian Ben beralih pada Billa. Dan ketika itu Joana sangat yakin, Ben memutuskan hubungan dengannya karena adik kelas yang doyan tebar pesona menurut sudut pandang Joana, yaitu Billa. Joana menyusun strategi untuk bisa merebut Ben kembali, dan menebus rasa malunya karena dikandaskan dengan adik kelas yang baru. Joana sangat benci dengan adik kelas satu ini. Ben benar-benar menyatakan cinta pada Billa. Dan tanpa sulit bagi Billa untuk bisa menerima Ben yang memang populer dan penuh pesona sebagai kakak kelas. "Itu cewek polos yang elo pilih buat gantiin gue! Seperti yang gue bilang, cuma gue yang bener-bener cinta sama lo, dan punya waktu buat lo! Nggak kayak dia, kecentilan banget. Tebar pesona dimana-mana! Liat kelakuannya yang bisa dengan mudahnya deket dengan semua cowok yang dia kenal. Tengil!" begitulah kata-kata Joana ketika itu tanpa punya perasaan sedikit pun di hadapan Billa dan semua tannya ketika itu. "Apa maksudnya kak Jo?" tatapan Billa penuh rasa takut. Teman-temannya yang juga murid baru nggak berani berbuat apa-apa. Mereka semua tau Joana layaknya kakak kelas penguasa sekolah. "Lo liat aja Ben, dia lebih banyak teman cowok daripada taman cewek!" serang Joana. "Terang aja, kelakuannya centil banget! Hih, baru juga murid baru lo!" Sandra sahabat Joana ikut menyerang. Ben hanya berdiri seperti patung di tengah Joana dan Sandra. Tatapannya seperti srigala yang siap menerkam seekor angsa kecil. Rahangnya mengeras seakan bisa menghancurkan giginya sendiri. Billa hanya membeku, apa yang dikatakan Joana itu seperti menelanjanginya di depan umum. Bibirnya membuka lebar dengan kaku tak mampu bicara. Matanya panas dan basah. Menunggu reaksi Ben, tatapannya memohon agar Ben nggak memercayai itu semua. Billa memang mudah dekat dengan siapa pun, tapi bukan serendah itu alasannya. Bukan itu. Ben mendekat dengan langkah tegas dan rahang yang mengeras. "Aku benci cewek murahan kayak kamu! Kita putus!" Tubuh Billa makin membeku di tengah keramaian. Ben bukan iba pada tatapannya, tapi justru mendorong dengan kasar tanpa perasaan. Saat itu juga tubuh Billa tersungkur seperti tersambar petir, merasa tak bertenaga untuk bangkit lagi. Dari celah air mata dan rambutnya yang berjatuhan karena tertunduk ke tanah, ia melihat tiga pasang kaki tadi menjauh. Teman-temannya datang untuk membantu. Billa menangis tersedu. Sulit untuk teman-temannya membawanya ke kelas karena Billa benar-benar menangis di sana. Sejak saat itu Billa berubah drastis, ia menjadi pendiam. Terlebih lagi menjaga jarak pada anak-anak cowok, bahkan parahnya lagi seolah tak ingin mengenal teman cowok lagi. Satu bulan kemudian Billa pindah ke Jakarta karena ayahnya yang bekerja sebagai manajer sebuah bank swasta harus pindah tugas. Dengan senang hati Billa meninggalkan sekolah yang baru saja ia jejaki itu tanpa memberi tahu kepada siapa pun. Sejak Billa tak ada di sekolah, Ben justru merasa telah kehilangan seseorang. Dan menyadari sebenarnya ia sangat mencintai seseorang itu. Dan kemarahannya saat itu adalah karena rasa cemburu yang besar melihat gadis itu sering bersama teman-teman cowoknya daripada bersama dengannya saat berada di sekolah. *** Apa salahku hingga kau sakiti aku... Saat cintaku mulai tumbuh dan berbunga... Kau goreskan kepedihan yang tak pernah kuduga... Kau patahkan semua harapanku... Kau hancurkan semua impianku... _ Lagu Terry Tepatnya Malam Minggu yang terdengar dari laptop Kak Nissa menyadarkan Billa dari lamunannya. Lagu itu menambah dalam kesedihan ketika mengingat Ben saat ini. Sakit sekali, semakin mengingatnya semakin sakit rasanya. Disakiti oleh orang yang pertama membuatnya jatuh cinta. Belum sempat merasakan malam Minggu pertama Ben justru mematahkan hatinya begitu saja di hadapan banyak orang tanpa meminta penjelasan apa pun. "Ben, kenapa kamu muncul di sana? Kenapa aku harus melihat kamu walau aku nggak suka acara itu?" gumam Billa pada hamparan langit gelap di atas sana. "Maaf jika aku nggak bisa menjaga sikap aku, sampai kamu menilai aku seburuk itu. Maafkan aku--sampai detik ini masih menyimpanmu. Masih tetap--mengharapkanmu. Maafkan aku, jika aku yang pertama kali membuatmu jatuh cinta, namun ... membuatmu kecewa. Maafkan aku--Ben Revaldo." Sudah cukup Billa mengingat tentang kejadian waktu sekitar lima tahun lalu itu. Ketika disakiti, namun tak bisa melupakan dia yang telah menyakiti, adalah hal yang jauh lebih menyakitkan lagi. Berkali-kali Billa mencoba lari untuk melupakan, namun sepertinya ia selalu dikejar untuk tetap mengingat lagi, dan lagi. Cinta yang sejak awal telah tumbuh di hati yang belum ranum kini terasa semakin berakar dan sulit untuk dicabut kembali hingga ke dasar. __ Hari terus berjalan, bumi berputar, matahari dan bulan silih berganti, dan begitu pun juga dengan kehidupan yang meski dengan segala kepahitan akan selalu berjalan ke depan. Tidak ada kehidupan yang kembali ke belakang. Seperti halnya kita yang hanya selalu bisa menatap ke depan, walau apa pun yang telah terjadi di belakang. Seperti halnya Billa yang meski belum sempat menyampaikan maaf kepada Ben, namun ia selalu berusaha untuk sempat mengucapkan itu kepada hatinya sendiri. ... Meski ini bukan salahku, aku akan selalu mengucapkan itu untukmu, maafkan aku. Maafkan aku yang tak dapat membenci kamu. Maafkan hati ini yang mungkin masih mencintai. Maafkan... ... * * *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN