Bab 7

1197 Kata
Rumah Sakit South Centre, kamar VIP. Seorang gadis cantik duduk termenung di atas tempat tidurnya. Pandangannya kosong menatap jendela kaca yang berada tidak jauh darinya. Setetes cairan berwarna putih bening mengalir turun dari kedua sudut matanya, membasahi pipinya yang berwarna putih pucat. Wajahnya kini terlihat semakin sembab. Sudah beberapa menit ia menangis ketika terbangun dari tidurnya. Ia mengusap air matanya dengan punggung tangannya beberapa kali. 'Kenapa? Kenapa aku masih di sini? Apakah aku tidak bisa kembali lagi?' batin gadis itu merasa sedih. Gadis itu, Ling Er, tidak menyangka dirinya masih hidup dan datang ke dunia yang tidak ia kenal. Ia tidak tahu apakah ia harus bersyukur karena dirinya masih diberikan kesempatan untuk hidup atau harus bersedih karena tidak dapat bertemu dengan pujaan hatinya lagi. Semua terasa bagaikan mimpi yang tidak masuk di akal sehat manusia normal, tetapi yang terjadi padanya adalah nyata! Suara daun pintu yang berderit membuyarkan lamunannya. Seorang pria asing berusia sekitar dua puluhan masuk ke ruangan tempat ia dirawat. Ling Er mengernyitkan keningnya dan menatap pria itu tanpa berkedip. 'Siapa dia? Tidak ada ingatan yang terlintas dari si pemilik tubuh ini,' batin Ling Er. Ketika Ling Er membuka mata tadi, ingatan dari pemilik tubuh yang ia tempati berputar di kepalanya. Ia telah mengetahui jati diri pemilik tubuh ini sekarang walau belum sepenuhnya ia dapatkan. Sierra Wang, seorang gadis berusia 24 tahun yang berasal dari kalangan keluarga biasa. Ia hidup berdua bersama ibunya. Gadis ini memiliki kemampuan untuk membaca pikiran seseorang, karena kemampuan yang ia miliki itulah ia tidak mempunyai banyak teman. Ibunya sendiri juga tidak mengetahui hal itu. Hanya sedikit informasi yang ia dapat dari ingatan Sierra, karena kepalanya masih terasa sakit ketika berusaha mengingatnya. "Selamat siang, Nona Wang. Akhirnya Anda sadar juga," ucap pria itu tersenyum lega. "Sudah berapa lama aku tertidur?" tanya Ling Er. "Sepertinya sudah satu hari lebih karena saya datang ke sini kemarin siang dan Anda masih belum sadar. Apa ada yang Anda perlukan, Nona Wang?" tanya pria itu lagi karena melihat raut wajah bingung dari gadis itu. "Siapa kamu?" tanya Ling Er dengan tatapan tajam. Pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ah, maaf … saya lupa memperkenalkan diri. Perkenalkan saya Rey Zhang, Asisten Pribadinya Tuan Alex," jelas pria yang bernama Rey itu. 'Alex?' batin Ling Er yang teringat dengan nama itu, 'Kenapa aku bisa sampai melupakan dia?' "Di mana Yang Mulia?" tanya Ling Er dengan penuh harap. "Ha?" Rey melongo mendengarkan pertanyaan gadis itu. "Ah … maksudku, Alex … ya Alex, di mana dia sekarang?" tanya Ling Er meralat pertanyaannya. "Beliau sedang ada urusan, Nona. Kalau ada keperluan, Anda bisa memberitahuku." "Aku ingin bertemu dengannya sekarang. Ada yang ingin aku tanyakan padanya," pinta Ling Er. Ia ingin memastikan bahwa pria itu bukanlah orang yang ia pikirkan, walaupun sebenarnya ia sudah tahu jawaban yang sebenarnya, tetapi hatinya masih menolak untuk menerimanya. Ia butuh kepastian. "Nona, sebaiknya Anda beristirahat dulu. Setelah Anda sembuh, saya akan mengantarkan Anda menemuinya," bujuk Rey mencoba menenangkan gadis itu. Ling Er menghela nafas pelan. Ia tidak dapat berbuat banyak karena kondisinya saat ini. "Baiklah, tapi bisakah kamu memberitahuku di mana letak Kerajaan Qi sekarang? Apakah jauh dari sini?" tanya Ling Er mencoba mencari tahu. Ia menggenggam jemari Rey berharap pria itu memberikan jawaban untuknya. Rey menaikkan satu alisnya ketika mendengarkan pertanyaan yang diajukan oleh Ling Er. Ia hanya tersenyum kikuk dan memijat pelipisnya. 'Sepertinya benar kata Alex, otaknya bermasalah!' batin Rey. "Tuan …." panggil Ling Er membuyarkan lamunan Rey. Ling Er dapat membaca pikiran pria itu tadi, tetapi anehnya ia tidak dapat membaca pikiran pria yang bernama Alex kemarin sewaktu ia sadar. Dengan kemampuan yang dimiliki Sierra, Ling Er dapat membaca pikiran seseorang dengan hanya menyentuh bagian tubuh mereka. 'Sungguh ajaib. Aku bisa membaca pikirannya,' batin Ling Er takjub. "Nona, sebaiknya Anda beristirahat saja, jangan berpikir yang aneh-aneh," sela Rey lagi dan membantu gadis itu berbaring di tempat tidurnya, menyelimuti tubuhnya dengan selimut tipis. Ling Er menghela nafas lagi. Ia hanya bisa pasrah menuruti keinginan pria itu. Tidak beberapa lama, Nyonya Anita masuk ke dalam ruangan. Ia melihat putrinya yang sudah siuman dan segera menghampirinya setelah meletakkan barang bawaannya di atas meja kecil di ruangan itu. Ling Er menatap wanita itu dengan tatapan sendu. Rasa rindu menyeruak di dalam dadanya. Ia dapat merasakan perasaan yang dimiliki oleh pemilik tubuh itu. Wanita tua itu memeluk tubuh putrinya dengan erat. "Sierra … Sierra, putriku. Akhirnya kamu sadar, Nak," ucapnya lega. Ling Er yang masih bingung hanya bisa pasrah dengan pelukan wanita itu terhadapnya. Air matanya perlahan menetes dan membasahi pipinya tanpa ia minta. "Apa ada yang sakit, Nak?" tanya Nyonya Anita menangkup wajah putrinya dan memeriksa tubuhnya. Ling Er menggelengkan kepalanya tanpa ia sadari. "Terus kenapa kamu menangis?" "A-aku juga tidak tahu, Ibunda." Ling Er mengusap air matanya dengan tangannya. "Kamu panggil aku apa?" tanya Nyonya Anita tidak percaya dengan pendengarannya. "Ibunda," jawab Ling Er polos. "Sepertinya aku perlu panggil dokter dulu sebentar," ucap Nyonya Anita akan beranjak dari sisi Ling Er, tetapi gadis itu menahan tangan wanita itu. 'Kepalanya sepertinya sudah terbentur parah. Biasa juga manggilnya Mama, tumben aku dipanggil Ibunda. Apa masih ada yang tidak beres dengan kepalanya?' Ling Er tersenyum setelah mendengarkan isi hati ibu Sierra. "Mama," panggilnya kepada Nyonya Anita yang tersenyum lega mendengarnya. "Ma …." panggil Ling Er lagi. Nyonya Anita memeluk putrinya lagi dengan erat. "Syukurlah, aku pikir kamu tadi .…" "Maaf, aku tadi hanya iseng," kilah Ling Er. "Dasar kamu ini, masih bisa bercanda juga di saat begini," tukas Nyonya Anita sebal. Ling Er hanya menampilkan senyum lebarnya dan menghela nafas lega. "Ehem!" Rey berdeham mengalihkan perhatian kedua wanita yang berpelukan di depannya. Ia sedari tadi hanya diam memperhatikan mereka tanpa berani menyela. "Ah, Tuan Zhang. Maaf saya sampai melupakan kehadiran Anda di sini," ucap Nyonya Anita. "Tidak apa-apa, Nyonya. Kalau misalnya tidak ada yang diperlukan lagi, saya kembali ke kantor dulu untuk memberikan laporan kepada atasan saya tentang keadaan Nona Wang," tutur Rey. "Baiklah, Tuan Zhang. Terima kasih atas bantuan Anda," ucap Nyonya Anita. Rey mengangguk dan berjalan keluar ruangan itu. Nyonya Anita menggenggam tangan Sierra, "Maafkan, Mama ya … seharusnya Mama tidak memaksamu untuk pergi ke perjodohan itu," ucap Nyonya Anita lirih. "Sudahlah, Ma. Itu sudah lewat, tidak usah diungkit lagi. Aku sudah lapar, sepertinya aku mencium aroma makanan," sela Ling Er sambil mengelus perutnya yang rata. "Ah iya, Mama hampir saja lupa. Mama bawa sup ayam kesukaanmu." Nyonya Anita mengambil makanan dan menuangkannya ke dalam mangkuk yang ia bawa dari rumah. "Ayo cepat diminum selagi masih hangat." Wanita itu menyuapi Ling Er layaknya seorang anak kecil yang disuapi ibunya. "Biar aku sendiri aja, Ma," tolak Ling Er yang enggan disuapi. "Sudah, biar Mama aja," ucap Nyonya Anita memaksa. Ling Er terpaksa menuruti wanita itu yang sekarang berstatus sebagai ibunya. Ia menatap wanita tua itu, perasaan hangat mengalir dalam dirinya. Di dunianya dulu, sebelum menikah dan masuk ke dalam istana, Ling Er hanya hidup bersama ayahnya, ibunya meninggal sejak usianya sepuluh tahun. Sudah begitu lama ia tidak merasakan kasih sayang seorang ibu kepadanya. 'Ling Er, kamu seharusnya bersyukur telah diberikan kesempatan untuk hidup kembali,' jerit suara hati kecilnya. Jauh di dalam lubuk hatinya, perlahan ia mulai menerima jati dirinya yang baru dan hidup di dunia yang baru ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN