Bab 9

1367 Kata
Setelah mendapat ijin dari alex, Rey bergegas ke rumah sakit menjemput Sierra dan ibunya. Senyuman terus terukir di wajah tampannya. Sepanjang perjalanan ia bersenandung ria, seakan ingin mengatakan kepada dunia bahwa ia sedang jatuh cinta saat ini. Sesampainya di rumah sakit, Rey segera mengurus seluruh proses administrasi untuk keperluan kepulangan pasien rawat inap. Dokter pun datang untuk melakukan pengecekan terakhir sebelum pasien benar-benar diijinkan pulang. Dokter membuka gips di kaki Sierra dan memintanya untuk mencoba berjalan seperti biasa. Awalnya Ling Er sedikit kesusahan menggerakkan kakinya. Kaki kanannya terasa kaku untuk digerakkan, tetapi perlahan-lahan ia pun bisa berjalan normal kembali walaupun tertatih-tatih. "Nanti dilatih pelan-pelan saja di rumah ya. Jangan dipaksakan untuk berlari karena masih dalam proses penyesuaian," pesan dokter sebelum keluar dari ruangan. Ling Er mengangguk. "Terima kasih, Dok," ucap Ling Er dan Nyonya Anita bersamaan. Nyonya Anita memanjatkan puji syukurnya kepada Tuhan atas kesembuhan anaknya tanpa ada cacat sama sekali. Luka jahitan di pelipis putrinya pun tidak meninggalkan bekas sama sekali. Tentunya karena teknologi kedokteran yang semakin canggih dan kemampuan dokter kulit terbaik yang didatangkan langsung dari Jerman. Setelah selesai mengurus prosedur rumah sakit, Rey mengantar Sierra dan ibunya pulang ke rumah. Selama perjalanan pulang, Ling Er begitu takjub dengan kendaraan yang ia naiki sekarang dan pemandangan di luar mobil yang baru pertama ia lihat dengan matanya. 'Apa nama kendaraan ini ya? Tempat duduknya empuk sekali. Tidak seperti tandu kerajaan yang tempat duduknya keras dan bergoyang-goyang,' batin Ling Er sambil meraba kursi mobil yang ia tempati. Sebelumnya Ling Er pernah melihat tayangan di televisi rumah sakit mengenai kendaraan ini, tetapi ia lupa namanya. "Apa kamu menyukai mobil ini?" tanya Rey yang sesekali mengamati tingkah Ling Er dari balik spion. 'Oh ini yang namanya mobil. Aku harus mengingatnya,' batin Ling Er. "Ya tentu saja," balas Ling Er acuh tak acuh, lalu memalingkan wajahnya lagi keluar jendela. Matanya berbinar-binar mengamati setiap benda yang ia lewati. Nyonya Anita hanya diam dan menggeleng pelan melihat sikap putrinya itu. Ketika mobil berhenti di lampu merah, Rey melihat gadis itu yang duduk di kursi penumpang belakang bersama ibunya. Ia meliriknya dari kaca spion mobilnya dan menyunggingkan senyumnya. 'Manis sekali. Seperti seorang anak kecil yang polos,' batin Rey yang malah mendapati lirikan dari gadis itu. Mata mereka bertemu, Rey segera memalingkan wajahnya yang memerah. Ling Er mengerutkan keningnya heran. Ia menatap wajah Rey dan tersenyum kecil. Selama dua bulan ini Rey selalu datang menjenguknya dan menemaninya dalam proses pemulihan. Gadis itu sudah menganggap Rey sebagai sahabat dan juga bagian dari keluarganya. ° ° ° Di rumah Sierra Wang. Mobil sport biru berhenti tepat di depan perumahan sederhana. Mobil itu kelihatan begitu mencolok mata. Para penghuni komplek yang berada di luar rumahnya pun menghentikan aktivitasnya. Hanya sekedar untuk melihat si pemilik kendaraan itu. Turunlah si pengemudi mobil itu, Rey Zhang, membukakan pintu penumpang di belakangnya. Nyonya Anita dan putrinya keluar dari mobil itu. "Terima kasih ya, Nak Rey. Maaf telah merepotkan kamu mengantarkan kami," ucap Nyonya Anita kepada Rey. Rey hanya menanggapi dengan senyuman, matanya melirik ke arah gadis di sampingnya. Ling Er membalas senyumannya. "Terima kasih, Rey," ucapnya tulus. Sekarang mereka semakin akrab dan menjadi teman baik karena itulah sekarang mereka saling memanggil nama masing-masing. "Tidak perlu sungkan. Sini aku bantu bawakan barangnya," tutur Rey mengambil alih tas di tangan gadis itu dan mengikuti Nyonya Anita masuk ke dalam. Ling Er mengikutinya dari belakang. Ia memperhatikan sekelilingnya. Ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di rumah milik Sierra, pemilik tubuhnya ini. Ling Er mengamati setiap dekorasi di dalam rumah. Walaupun ukuran rumah itu kecil, tetapi terasa begitu nyaman dan hangat. Ia melihat sebuah bingkai foto yang dipajang di atas meja televisi. Foto Sierra kecil bersama ibunya, mereka saling berpelukan penuh kasih sayang. Ling Er tersenyum miris melihatnya. 'Jika ibu Sierra tahu bahwa Sierra sudah tidak ada di dunia ini, ia pasti akan sangat sedih, Ling Er. Kamu harus menggantikan Sierra membahagiakan beliau. Harus!' batin Ling Er memantapkan hatinya. "Kamu ngapain di sana?" tanya Nyonya Anita melihat putrinya hanya berdiri mematung melihat foto itu. Ling Er meletakkan foto itu dan tersenyum kepadanya. Ia menghambur ke pelukan ibunya. Ya, sekarang wanita itu adalah ibunya di dunia ini. "Aku sayang sama ibu," gumam Ling Er dan memeluk erat tubuh ibunya. "Apa-apaan sih anak ini. Cepat sana masuk ke kamarmu dan bereskan barangmu sendiri," ucap Nyonya Anita melepaskan pelukan Ling Er. Terlihat di sudut mata Nyonya Anita, cairan berwarna bening yang akan tumpah. Ia pun segera mengusapnya pelan. "Di mana kamarku, Bu?" tanya Ling Er dengan polosnya, karena ia masih tidak sepenuhnya ingat dengan kenangan yang dimiliki oleh Sierra. "Itu pintu yang berwarna merah muda," jawab Nyonya Anita menggelengkan kepalanya. Ia sudah terbiasa jika ditanyakan oleh hal-hal kecil seperti itu, karena mengira putrinya kehilangan ingatannya akibat kecelakaan itu. Ling Er masuk ke sebuah ruangan milik Sierra yang sekarang menjadi tempat ia menghilangkan penat mulai hari ini. Kamar itu hanya ada satu tempat tidur berukuran single bed dengan meja kecil di depannya dan rak-rak buku yang penuh dengan kumpulan buku. Ling Er melihat ke sekelilingnya dengan senyuman hangat. Rasanya begitu nyaman berada di ruangan itu. Rey mengetuk pintu kamar Ling Er, membuat gadis itu menoleh padanya. "Ini barangmu," ucap Rey sambil menyodorkan tas milik gadis itu di ambang pintu. Ia tidak berani masuk ke dalam karena rasanya tak sopan masuk ke kamar seorang gadis. Ling Er menghampiri Rey dan mengambil tas yang berada di tangannya. "Terima kasih," ucapnya lagi dan tersenyum manis. Rey melihat senyuman gadis itu dan menjadi salah tingkah. Ia menggosok tengkuknya yang tidak gatal. "Ehm ... kalau tidak ada yang diperlukan lagi, aku pulang dulu ya," pamit Rey. Ling Er menarik lengan Rey ketika pria itu akan beranjak keluar. Rey sedikit kaget menatap tangan Ling Er yang memegang lengannya. Gadis itu segera menarik tangannya dan tersipu malu. "Ah maaf," ucap Ling Er. "Ada apa? Apa ada yang ingin kamu katakan?" tanya Rey melihat Ling Er yang tampak ragu. "Aku … aku ingin bertemu Alex. Apa aku bisa menemuinya?" tanya Ling Er. Rey tertegun mendengarnya. "Kau sudah berjanji padaku kalau aku bisa bertemu dengannya setelah aku sembuh," desak Ling Er menatap lurus ke mata Rey. Tampak kekecewaan di mata Rey. Ia mengira Ling Er ingin menahannya untuk pergi tadi. Ia mencoba untuk tersenyum. "Ehm ... baiklah. Aku akan coba bertanya padanya, soalnya dia sedang sibuk akhir-akhir ini," jawab Rey asal. "Oke, aku akan menunggu kabar darimu, Rey. Terima kasih," ucap Ling Er menggenggam kedua tangan Rey yang membuat pria itu terpesona dan wajahnya memerah. 'Senyumnya manis sekali. Aku suka,' batin Rey menatap Ling Er yang sedang tersenyum padanya. Ling Er segera melepas tangannya dan berdeham berusaha mengalihkan pikirannya tadi yang mendengar suara hati Rey. 'Apa pria ini menyukaiku?' batin Ling Er. Jantungnya berdegup memikirkan hal itu. "Ah … aku hampir saja lupa. Sebentar," ucap Rey segera berjalan keluar. Ling Er mengikutinya dari belakang dan melihat Rey berbalik dengan membawa sesuatu di tangannya. "Ini untukmu," ujar Rey memberikan sebuah kotak yang bergambar ponsel di depannya ke tangan gadis itu. "Apa ini?" tanya Ling Er heran memegang kotak itu di tangannya. "Ini handphone untukmu. Tipenya sama dengan punyaku. Aku pikir mungkin kamu akan lebih mudah menggunakannya apabila tipenya sama dengan punyaku," jelas Rey. Semenjak di rumah sakit, Rey mengajari cara menggunakan ponsel kepada Ling Er dan gadis itu sudah terbiasa menggunakannya. Oleh karena itu, Rey berpikir membelikan ponsel yang sama dengan miliknya agar gadis itu tidak kebingungan menggunakannya lagi. "Ah, tidak perlu Rey. Aku punya handphone milik Sierra kok," ucap Ling Er keceplosan membuat Rey bingung dengan ucapannya. "Ah maksudku aku punya handphone sendiri," ralat Ling Er. "Tidak apa-apa. Ambillah, anggap saja hadiah untukmu yang sudah sembuh total dan semakin pintar," timpal Rey dan mengacak rambut Ling Er dengan gemas. "Ya sudah aku pulang ya. Nanti aku kabarin kamu ke nomor baru, oke?" pesan Rey kepada gadis itu. Rey berjalan ke dapur dan pamit pulang kepada Nyonya Anita. "Nak Rey sudah mau pulang? Padahal Tante sedang menyiapkan makanan lho," ucap Nyonya Anita. "Lain kali saja, Tante. Kebetulan saya sedang ada urusan lagi," balas Rey dengan sopan. Nyonya Anita mengangguk. "Baiklah. Jangan lupa sering mampir. Tante pasti akan menyiapkan makanan lezat untukmu," ucapnya. "Siap, Tante," balas Rey lagi dan berjalan keluar, tersenyum kepada Ling Er dan masuk ke dalam mobilnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN