Bab 2

1020 Kata
Akhirnya, kedua orangtua Tina mengizinkan anaknya untuk bekerja di Kota B. Mereka berdua menitipkan anak sulung mereka pada Ani. Dan Ani, berjanji akan menjaga Tina dengan baik. Pagi itu, Ani dan Tina bersiap akan berangkat ke Kota B. Dari semalam, Tina sudah mempersiapkan semuanya, mulai dari pakaian, perlengkapan mandi, sepatu dan tas, juga berkas lamaran pekerjaan. Semuanya sudah dipersiapkan dengan baik oleh Tina. "Kalian mau berangkat sekarang?" Tanya Rosad. "Iya kang. Keburu siang." Jawab Ani. "Hati-hati di jalan. Maaf akang dan teteh ga bisa nganter. Kalian pake angkot kan ke terminal?" Tanya Rosad. "Iya pake angkot kang. Ga apa. Akang dan teteh pasti akan pergi ke sawah. Saya bisa pergi berdua hanya dengan Tina. Lagian terminal ga jauh kok dari sini, hanya lima belas menit." Jawab Ani. "Hati-hati di jalan kalian berdua. Di sana, jaga diri baik-baik. Jangan terbawa arus yang kurang baik." Kata Siti, sambil menyisipkan sebuah amplop ke dalam tas Tina. Ibunya hanya mengedipkan mata. Tina tahu ibunya menyisipkan uang di sana. Tina meneteskan air matanya. Berat rasanya meninggalkan kedua orangtuanya. Tapi, dia harus bisa. Dia harus sukses di Kota B dan membantu kedua orangtuanya. Tekadnya sudah bulat. "Kami berangkat dulu." Kata Ani, lalu keduanya menyalami Siti dan Rosad lantas berlalu dari sana dan berjalan ke tempat pemberhentian angkot. Mereka pun naik angkot dan berhenti di terminal. Lalu, naik angkutan jurusan ke Kota B. Dua jam lebih, sampailah mereka di terminal Kota B. Tina menengok ke kiri dan ke kanan. Memperhatikan kota itu dari terminal. Di sini, sangat berbeda dengan di desa, pikirnya. "Ayo. Kita naik angkot sekali lagi. Baru sampai di kosan." Ajak Ani. Keduanya kembali menaiki angkot yang menuju tempat kos Ani. Hanya lima menit naik angkot, mereka sudah sampai. "Ayo turun. Sudah sampai." Ajak Ani. Keduanya turun dari angkot dan berjalan kaki Tempat kosnya ga jauh dari pemberhentian angkot. "Sudah sampai. Ayo masuk." Kata Ani. Terlihat sebuah rumah sangat besar, ada pacarnya tinggi menjulang. Lalu Ani mengetuk pintu, satpam pun membukakannya. Saat pertama masuk ke dalam, ada sebuah ruang tamu beserta televisi, lalu ada pintu lagi ke dalamnya. Saat pintu terbuka, terlihatlah sepuluh kamar kos itu. Saling berhadapan. Kata bibinya, ini tempat kos murah. Tetapi bagus begini, pikir Tina. Mana ada satpamnya lagi, pagernya juga tinggi. "Ayo masuk. Ini kamar bibi, nomer 9. Di sini memang ada penjaganya atau satpam. Jadi, kita aman, ga akan ada maling. Setiap malam jam 10, satpam akan menggembok gerbang. Jika ada tamu ke sini, saat magrib, dia harus sudah pulang. Jika ada teman yang menginap, harus laporan ke ibu kos. Pokoknya, bibi betah di sini. Aman dan terjaga. Memang sih agak mahal sedikit. Tapi ga apa." Kata Ani. "Aku juga berpikir seperti itu. Mana mungkin ini kosan murah seperti yang bibi katakan pada ayah dan ibu. Gerbangnya tinggi dan bagus. Ada satpamnya juga." Kekeh Tina. "Ga enak ama ibu dan ayahmu. Takutnya mereka khawatir. Sekarang, siapkan lamaran buat besok. Kamu bisa langsung datang ke HRD bareng teteh. Mereka memang lagi nyari pegawai. Pakaian harus yang sopan. Untuk sementara, kamu tinggal dulu ama bibi di sini. Bibi udah bilang ama ibu kos. Dan beliau mengizinkan. Dari sini ke kantor, jaraknya ga terlalu jauh. Hanya berjalan kaki lima menit sampai." Ani menjelaskan panjang lebar. "Makasih ya bi. Memberikan aku tempat tinggal. Dan memberikan aku pekerjaan. Bibi emang baik banget." Kata Tina. "Bibi udah ga punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Hanya ibu kamu satu-satunya keluarga bibi. Hanya kalian yang bibi punya." Kata Ani. Tina tersenyum lalu memeluk bibinya. Dari kecil, mereka memang dekat. Namun semenjak tiga tahun lalu, mereka jarang bertemu karena bibinya tinggal di sini. Hanya saat Lebaran, bibinya bisa pulang dan berkumpul bersama keluarganya. Selain itu, sulit baginya untuk minta izin. "Bibi kayanya betah kerja di pabrik yang sekarang?" Tanya Tina. "Betah. Bosnya baik. Sebelumnya bibi juga pernah kerja di toko baju. Bosnya galak. Bibi hanya bertahan tiga bulan di sana. Lalu bibi bekerja lagi di salon. Bosnya genit, banyak lelaki hidung belang yang datang ke sana. Bibi ga enak, karena mereka sering menggoda. Akhirnya, hanya bertahan dua bulan. Bibi keluar. Sampai akhirnya bibi mendapat kerjaan di pabrik tekstil ini. Kamu bisa menjahit kan?" Tanya Ani. "Oh, bibi udah ketiga kali ganti kerjaan. Bisa bi, kan di rumah ada mesin jahit. Aku sering buatin baju buat Marni dan Santi. Kemeja biasa. Cukup buat sehari-harilah." Jawab Tina. "Bagus. Dasarnya kamu sudah bisa. Pasti diterima. Insya Allah. Banyak berdoa. Di pabrik memang mesinnya berbeda dengan mesin di rumah. Tapi nanti juga dibantu." Kata Ani. "Iya bi. Aku akan cepat belajar. Aku akan memperhatikan saat diajarkan nanti. Aku ga akan mengecewakan bibi, juga kedua orangtuaku." Jawab Tina. "Sekarang bersiap duhur. Kamu mau mandi dulu? Kamar mandinya di luar. Ada empat kamar mandi. Pilih aza yang kosong." Kata Ani. "Iya bi. Badanku lengket banget. Aku mandi duluan ya." Kata Tina, lalu mengeluarkan peralatan mandinya. Tina hanya membawa dua tas. Kebanyakan baju untuk kerja. Saat akan mengambil peralatan mandinya, dua melihat amplop yang diselipkan ibunya di tas selempangnya. Dia pun membukanya. Isinya uang, jumlahnya lumayan saat itu. Tina menangis. Ibunya sampai memberikan dia uang untuk kehidupannya di sini sampai gajihan nanti. Tina mengucap syukur. Dia juga memang membawa uang, ada di ATM-nya. Gaji saat dia bekerja, kadang dia simpan, setelah sebelumnya memberikannya pada kedua orangtuanya. Untuk makan, dia menyisihkan sebagian. "Bibi ke depan dulu ya sebentar." Kata Ani. "Iya bi. Ini kamar ga usah dikunci?" Tanya Tina. "Bawa aza kuncinya ke kamar mandi. Takutnya bibi lama." Kata Ani. Lalu Ani pun berlalu dari sana dan Tina pun mengunci pintu kamarnya. Lalu gegas dia mandi. Selesai mandi, dia solat terlebih dahulu. Di sana, ada sajadah yang terbentang. Tadi disiapkan Ani. Selesai solat, dia pun mengirim pesan pada Marni, adiknya, mengatakan bahwa dia sudah sampai di tempat kos Ani. Tanpa sadar, Tina tertidur mungkin karena kelelahan di perjalanan menuju ke sini. Untungnya dia tidak mengunci pintu kamarnya. Tak lupa sebelumnya dia menyimpan amplop dari ibunya dan juga ponselnya di bawah bantal supaya ga hilang. Sejam kemudian Ani datang dan melihat Tina tertidur. Dia pun ikutan tertidur di samping Tina, untungnya kasurnya cukup besar, tidak memakai ranjang, jadi leluasa untuk berdua. Mereka berdua terlelap ke alam mimpi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN