Eps 2

1019 Kata
wajib, klik tanda love dulu! * * Di dalam kamar hotel yang memang sangat mewah. Bulan masih terjaga, berkali-kali menatap ponsel yang kali ini telah memperlihatkan 02.35am, dan suaminya belum juga kembali. Khawatir, itu yang sekarang di rasa. Tak mungkin ia akan diam saja dengan perasaan yang tak tenang. Kembali masuk ke aplikasi hijau, masuk kedalam chatroomnya dengan Andra yang masih saja centang dua abu. Tertera jika lelaki bergelar suami itu online dua jam yang lalu. Dengan memantapkan hati, Bulan meng-klik tanda telpon, menempelkan ponsel ke telinga sambil menggigit bibir bawahnya. Mulai risau saat tak ada tanggapan, bahkan sampai telponnya berakhir. Bulan beranjak dari atas ranjang, mondar mandir dengan kembali menelpon nomor Andra. “Astaga, kak, kakak ada dimana? Kenapa belum balik, apa kakak baik-baik aja?” bertanya pada angin malam yang kini mulai terasa amat dingin. ** Lebih dari satu kali mereka melakukan perbuatan zina itu. rasa rindu yang tertahan membuat mereka lupa akan waktu, terlebih Andra yang baru saja menyandang status sebagai pengantin baru. Ia telah melupakan seorang istri yang kini tengah resah menanti kepulangannya. “Ndra,” lirih Nanda, membalikkan tubuh, menghadap wajah lelaki yang teramat ia cintai. Tak menjawab, Andra mengelus wajah cantik itu dengan kedua alis bertaut. “Aku cinta sama kamu.” Ungkapnya dengan tatapan sendu. Andra mendaratkan kecupan di kening, cukup lama. “Sama.” “Tapi is—“ “Jangan bahas dia. Aku bahkan tak mempunyai perasaan sedikit pun padanya.” Mengelus leher Nanda, dimana disana ada bekas kissmark yang tadi ia buat. “Tapi kalian sudah menik—“ “Itu hanya status, dan aku tak peduli dengan pernikahan. Aku hanya melakukan permintaan orang mati saja. Itu janjiku pada bunda Yessi yang sudah merawatnya sejak kecil.” Sahut Andra, memotong kata-kata Nanda. Kembali Andra mencium bibir softpink didepannya, melumatnya lembut. ‘Aku pernah sekali melepaskan wanita yang teramat ku cintai, untuk sekarang, aku tak mau lagi mengalah. Aku tak akan memaksakan hati seperti dulu lagi.’ monolognya. Puas dengan ciuman, Andra melepaskan pagutan. Tersenyum menatap bibir yang kini membengkak dan sedikit merah, tentu karna ulahnya. Mengusap bibir yang menjadi candunya. “Jangan biarkan siapapun menyentuh apapun bagian tubuhmu. Karna semuanya ... adalah milikku.” Bisiknya. Nanda tersenyum malu, kedua pipi merona. Tangannya melingkar kepunggung Andra, ngusel didada lelaki yang kini sudah menjadi suami wanita lain. Andra membalas pelukan, melingkarkan tangannya kepinggang ramping Nanda yang tentu masih polos tanpa apa pun. Tak sengaja, matanya menatap jam kecil yang ada diatas nakas dekat ranjang. Matanya membulat saat jarum jam menunjuk ke angka empat. Menarik bahu Nanda, membuat wanita itu menyipit. Bahkan dia yang hampir saja tidur karna nyaman ada dipelukannya itu jadi bangun lagi. “Kenapa, Ndra?” tanyanya tak mengerti. “Aku harus balik ke hotel, sayang. Aku tadi pergi pakai mobil Vasco. Pasti dia akan mencariku.” Alasannya. Mendengar kata pamit, ada rasa tak rela, karna setelah malam panjang, mereka tetap harus berpisah. Nanda beringsut, membiarkan Andra beranjak, masuk ke kamar mandi yang ada di kamarnya. Setetes bulir bening kembali membasahi pipi. Mencengkram selimut tebal yang kini membungkus tubuh polosnya. Sakit, itu yang dirasa. Sangat tak rela melihat orang yang ia cintai harus menjadi milik orang lain, walau kenyataan, hati Andra adalah miliknya. ** “Hey,” andra sudah duduk ditepi ranjang dengan pakaiannya. Mengusap air mata yang menetes di pipi Nanda. “Kenapa lagi, hn?” tanyanya lembut. Nanda tetap diam, tapi terus menatap wajah Andra yang sudah segar karna habis mandi. Lalu menggeleng, menggenggam tangan Andra yang mengusap wajahnya. “Pergilah, istrimu ... pasti sudah menunggu sejak tadi.” Ucapan yang jelas sangat berbeda dengan suara hati. Andra membuang nafas kasar, menunduk, kembali mencium bibir Nanda sebentar, lalu mengelus kepala itu dengan penuh kasih sayang. “Aku pergi dulu.” Nanda ngangguk dengan senyum getir. Membiarkan Andra beranjak, melangkah keluar dari kamarnya. Kembali ia meremas kuat selimut, menangis dalam diam. Andra menyipit saat mendengar dering ponselnya yang memenuhi ruang tamu. Karna memang tas kecil yang selalu ia bawa tertinggal disana. Meraih tas yang tergeletak diatas sofa, menatap ponsel yang menampilkan nama Bulan disana. Menghela nafas panjang lebih dulu sebelum menggeser tombol warna hijau disana. “Hallo, Lan.” Sapanya, menempelkan ponsel ke telinga. Terdengar helaan nafas penuh kelegaan dari sebrang sana. “Kakak baik-baik aja?” Andra menyampirkan tas, berjalan keluar dari apartemen. “Iya, baik.” “Kenapa belum balik, kak? Aku ... aku khawatir.” “Ini, udah mau balik. Udah dulu ya.” Andra menutup telfon tanpa peduli apa yang ingin Bulan katakan lagi. Segera masuk kedalam lift, menekan tombol disana. ** Bulan menatap ponsel yang menampilkan fotonya dengan Andra. Didalam foto itu, suaminya tersenyum kecil, sangat tampan, merangkul pundaknya dengan mesra. Tak terasa, kristal bening menetes membasahi pipi. Pelan, ia mendudukkan p****t ditepi ranjang. Menelan ludah dengan kesusahan saat tangannya menyentuh bunga-bunga mawar yang bertebaran diatas seprai putih. Bayangan tentang malam panjang yang akan ia lalui setelah pernikahan itu ... benar-benar hanya menjadi bayangan. “Apa kamu nggak cinta sama aku, kak?” tanyanya dengan menatap satu kelopak bunga mawar yang ada ditangannya. Menghirup nafas dalam. “Kenapa kamu menyetujui untuk nikah sama aku? Kenapa?” isakan kecil mulai terdengar menggema. Bulan menghapus kasar matanya yang basah. “Bukankah kak Andra memang selalu cuek seperti itu? jadi ... untuk apa aku permasalahkan? Dia kan memang selalu begitu. Harusnya aku udah hafal, nggak perlu nangis, sakit hati begini. Hhuufft ....” menyugar rambut kebelakang dengan helaan nafas panjang. Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu dikamar membuat Bulan kembali mengusap ingus dan mata. Segera beranjak untuk membukakan pintu. Tersenyum manis saat tau jika itu adalah Andra, suaminya. “Kak,” ucapnya pelan. Sedikit menyingkir, membiarkan Andra masuk. Menutup pintu setelah suaminya masuk, mengekor tepat dibelakangnya. Ikut duduk ditepi kasur saat Andra mendudukkan p****t disana. Menaruh tas kecil diatas meja, melepas sepatu dan naik keatas kasur. “Aku ngantuk banget, agak pusing kepalaku.” Ucap Andra, menjatuhkan kepala kebantal. Bulan masih diam, menit kemudian beranjak, mengambil selimut dan menyelimuti suaminya yang tidur membelakangi. Ada yang berdesir hebat, ludah tercekat, bahkan aliran darah terasa berhenti detik itu juga. Tangan Bulan bergetar menatap sisi leher Andra yang terdapat tanda merah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN