Tension

2600 Kata
Lin Xianming berusaha menahan Nadia ketika gadis itu menghampiri Akiyama Tenzo dengan ekspresi paling gelap yang pernah Lin Xianming lihat. Ia berteman dengan Nadia sejak tahun pertama, dan ini pertama kalinya gadis itu menampilkan ekspresi seolah ia benar-benar ingin membunuh Akiyama Tenzo saat itu juga. Lin Xianming tahu keduanya bermasalah sejak pertemuan pertama, dan meski curiga, Lin Xianming tidak pernah bertanya lebih lanjut mengenai apa masalah mereka. Lin Xianming hanya yakin bahwa penyataan cinta Akiyama Tenzo yang selalu ia lontarkan setiap hari menyimpan makna lain untuk Nadia, dan Lin Xianming tidak pernah tahu apa maksud di dalamnya karena ia tidak akan bertanya kecuali Nadia yang memberitahunya sendiri. "Aw, halo Nadezhda, selamat pa—" Nadia mencengkeram pergelangan tangan Akiyama Tenzo kuat-kuat. Lin Xianming ngeri melihat kuku-kuku jari Nadia memutih karena hal itu. Teman-teman sekelasnya yang lain juga tampak bingung dengan keduanya. Lin Xianming langsung menghampiri mereka, berusaha membisikkan bujukan kepada Nadia agar gadis itu tidak gegabah bertindak apapun di sekolah. Lin Xianming memang tidak tahu apa-apa mengenai masalah yang sebenarnya, tetapi Nadia sudah ditimpa rumor penghinaan kepada ras Asia. Nadia akan semakin dijatuhkan jika ada seseorang yang melihat kemudian mendokumentasikannya sedang berlaku kasar kepada Akiyama Tenzo. "Nadia, kau harus menahan dirimu, rumor tentangmu akan—" Nadia melepaskan lengannya secara paksa dari Lin Xianming. Ia kembali fokus kepada Akiyama Tenzo, menarik lengannya hingga pemuda itu terpaksa berdiri dari tempat duduknya. Tatapan mereka beradu. Nadia dengan sorot mata tajam membunuh, dan Akiyama Tenzo dengan sorot mata sinis dan geli seolah mengejek Nadia. Lin Xianming bisa merasakan ketegangan di antara keduanya, dan ia benar-benar tidak habis pikir mengapa Akiyama Tenzo menampilkan ekspresi seperti itu di saat Nadia jelas-jelas seolah ingin mengulitinya hidup-hidup. "Kau akan mati, Tenzo." Desis Nadia pelan. Cengkeraman Nadia pada pergelangan tangan Akiyama Tenzo terus menguat. Setiap detik seolah berdenting sangat lama. Lin Xianming tidak tahu bagaimana menggambarkan keadaan saat ini, karena yang ia lihat hanyalah dua orang dengan dendam gelap pekat yang seolah berhasrat untuk saling membunuh. Lin Xianming tidak tahu harus memposisikan dirinya bagaimana. Bahkan ketika teman-teman sekelas mereka mulai teralihkan dan memandangi keduanya, tidak ada satu pun dari dua orang yang berselisih di hadapannya peduli. Senyum geli di wajah Akiyama Tenzo berangsur-angsur berubah. Lin Xianming baru pertama kali melihat pemuda itu menampilkan ekspresi begitu gelap sejak pertama kali ia datang ke sekolahnya dan menjadi murid baru. Hari itu, ketika ia dan Nadia tidak sengaja bertemu dengannya di gang sempit dekat kafe yang mereka kunjungi, Nadia selalu melindungi pandangannya dan sebisa mungkin memposisikan dirinya di belakang tubuh gadis itu sendiri. Lin Xianming hanya mengingat samar-samar bagaimana ekspresi Akiyama Tenzo yang berdiri dengan pakaian dan wajah ternoda darah, berdiri menginjak kepala salah satu berandalan yang ia lumpuhkan. Kali ini, untuk pertama kalinya ekpresi gelap itu muncul secara nyata di hadapan Lin Xianming, tanpa Nadia melindunginya. Nadia dan Akiyama Tenzo saling menarik satu sama lain. Bunyi meja yang terdorong terdengar memekakkan telinga. Keduanya tidak ada yang mau mengalah. Nadia mencengkram pergelangan tangan Akiyama Tenzo, dan begitu pun sebaliknya. "Terus tatap aku seperti itu, dan aku akan menciummu, Nadezhda." Nadia meradang, tidak suka dengan kalimat candaan bernada pelecehan yang dilontarkan Akiyama Tenzo dengan santainya. Lin Xianming berdiri seperti orang bodoh. Ia tidak tahu bagaimana caranya menghentikan dua orang seteru yang sejak awal tidak akur satu sama lain. Bagaimana caranya agar mereka sadar bahwa posisi mereka sedang berada di kelas, dengan banyak pasang mata yang terus memperhatikan dengan raut penasaran. Mungkin sedikit menguntungkan bagi Akiyama Tenzo karena ia tidak diterpa rumor penghinaan seperti yang dialami Nadia. Jika pun mereka ribut atau bahkan saling pukul, Akiyama Tenzo akan dibela karena ia orang Asia. Nadia akan semakin terpuruk dalam rumor yang menyangkut namanya. Seorang gadis kulit putih yang menghina ras Asia. Tindakan rasis bukanlah hal yang baik, dan Lin Xianming percaya Nadia tidak mungkin melakukan hal itu. Dia sangat mengenal Nadia, dan gadis itu tidak pernah berbicara penghinaan apalagi masalah ras. Lantas, siapa sebenarnya yang pertama kali menyebarkan rumor mengerikan itu? Lin Xianming meneguk ludahnya susah payah. Entah sudah yang ke berapa kalinya ia melakukan itu. Dengan lengannya yang gemetaran, Lin Xianming memaksa tautan tangan Nadia dan Akiyama Tenzo untuk lepas. Kedua orang itu menatapnya dengan ganas. Lin Xianming rasanya ingin menangisi posisinya. Ia menggandeng tangan Akiyama Tenzo dan Nadia dengan kedua tangannya, dan berharap dua orang yang berseteru itu tidak merasakan bagaimana telapak tangannya begitu berkeringat saking takutnya. "Um, kalian berdua harus bicara terlebih dahulu, okay? Ayo ke halaman belakang." Lin Xianming tidak menunggu keduanya menyetujui ide yang ia berikan. Ia langsung menarik pergelangan tangan keduanya dan membawa mereka menuju halaman belakang yang ia maksud. Berpasang-pasang mata menatap mereka. Beberapa secara terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya kepada Nadia ketika mereka berjalan melewati koridor sekolah. Lin Xianming benar-benar harus ekstra kuat mental dengan itu. Ia harus memisahkan mereka, atau Nadia akan semakin dihina dengan rumor yang mengatasnamakannya. Lin Xianming benar-benar bertindak seperti seorang penengah. Bedanya, ia tidak cukup berani untuk membuat keduanya berdamai. Lin Xianming berusaha semampunya, untuk membuat Nadia dan Akiyama Tenzo agar mereka tidak langsung baku hantam di sekolah. Tidak peduli mereka laki-laki atau perempuan, Lin Xianming tahu Nadia sangat mampu untuk melawan Akiyama Tenzo andai mereka benar-benar ribut dan melibatkan kekerasan. Apapun yang akan terjadi di antara mereka, Nadia yang akan dirugikan. Lin Xianming masih tidak mengerti mengapa Nadia langsung tampak begitu murka kepada Akiyama Tenzo begitu rumor rasis tentangnya mencuat naik. Apakah Akiyama Tenzo setega itu dengan  membuat rumor agar Nadia tidak memiliki pilihan dan jatuh ke tangannya? Lin Xianming benar-benar tidak mengerti. Akiyama Tenzo tampak menyukai Nadia dan selalu berusaha menarik perhatiannya meski beberapa tindakan yang ia lakukan terkesan konyol dan memaksakan kehendak. Apakah dia putus asa hingga memilih cara ekstrem seperti itu? "O-Okay, sekarang kalian bisa bicara dan tolong jangan bertengkar." Cicit Lin Xianming pelan. Nadia dan Akiyama Tenzo sama-sama tidak peduli dengan Lin Xianming. Keduanya masih dalam mode saling melempar pandangan mematikan satu sama lain. Lin Xianming seolah bisa melihat api imajiner berkobar di tubuh mereka berdua. "Jujur saja, aku ingin langsung membunuhmu." Akiyama Tenzo terkekeh. "Silahkan, itu pun jika kau bisa dan berani melakukannya." "Bàjingan." Lin Xianming menepuk dahinya. Nadia dan Akiyama Tenzo benar-benar tidak bisa untuk melakukan pembicaraan secara tenang dan damai. Buru-buru ia menyelinap di antara mereka sebelum keduanya benar-benar adu kekuatan dan menimbulkan semakin banyak masalah di sekolah. Lin Xianming tidak peduli apa yang terjadi dengan Akiyama Tenzo, ia hanya memikirkan nasib Nadia jika sampai ketahuan ribut dengan Akiyama Tenzo. Rumor tentangnya yang rasis akan semakin menjadi-jadi. Akiyama Tenzo bisa saja melakukan playing victim dan menuduh Nadia menganiaya dirinya karena ia orang Asia. Kepala Lin Xianming rasanya ingin pecah memikirkan segalanya. Nadia maju dengan pandangan berapi-api. Kepalan tangannya nyaris mengenai Akiyama Tenzo namun berhasil ditahan oleh pemuda itu. Ada tawa mengejek di bibir Akiyama Tenzo yang membuat Nadia benar-benar kehilangan kesabarannya. Jujur saja, Lin Xianming sangat jarang melihat Nadia benar-benar lepas kendali. Sebagai orang asing, bukan sekali dua kali ia diterpa rumor tidak enak yang membuatnya serba salah, tetapi ia selalu bersikap santai dan mengabaikan segalanya sampai rumor-rumor tentangnya sirna perlahan-lahan. Namun untuk kasus Akiyama Tenzo benar-benar berbeda. Nadia benar-benar tidak bisa mengontrol dirinya untuk tidak dikuasai amarah setiap kali berhadapan dengan pemuda Jepang itu. “Nad—“ Lin Xianming menggigit bibirnya ketika Nadia dan Akiyama Tenzo benar-benar baku hantam di hadapannya. Gerakan mereka benar-benar berantakan. Bagaimana cara menjelaskannya pun Lin Xianming bingung. Nadia menguasai beberapa teknik bela diri, dan sepertinya Akiyama juga tidak kalah hebat. Mereka masih berada di area sekolah, dan keributan apapun pasti akan memicu persoalan lebih buruk lagi. Lin Xianming tidak tahu bagaimana menghentikan keduanya. Akiyama Tenzo menarik kedua tangan Nadia, menendang bagian belakang lututnya dan membuat gadis itu tersungkur dengan kedua tangan tertahan di belakang tubuhnya. Lin Xianming ngeri membayangkan bagaimana rasa sakitnya, tetapi daripada kesakitan, Nadia lebih tampak seperti benar-benar marah karena hal itu. “Kau kalah Nadezhda, aku tidak ingin menyakitimu di sekolah.” Nadia berusaha memberontak, tetapi kuncian Akiyama Tenzo nyatanya tidak bisa dilepas dengan mudah. Pemuda itu menarik lengan Nadia semakin kuat, membuat Nadia secara reflek menegakkan badannya karena rasa sakit berkat lengannya yang ditarik ke arah yang tidak semestinya. “T-Tenzo, tolong jangan sakiti Nadia.” Seru Lin Xianming memohon. Akiyama Tenzo menatap dingin kepada gadis itu. “Tentu saja tidak, mana mungkin aku menyakiti seorang gadis lemah lembut sepertinya.” Nadia mengerang marah. Ia menggerakkan tubuhnya dengan kasar, berusaha keras membuat cengkraman Akiyama Tenzo lepas dari lengannya. Tetapi pemuda itu jauh lebih jeli dan licik. Ia terus menarik dengan kuat lengan Nadia, dan bertingkah seolah ia tidak menyakitinya. Nadia malu, ia merasa rendah, merasa benar-benar diinjak-injak baik secara harafiah maupun konotatif. Akiyama Tenzo benar-benar mengalahkannya. Nadia tidak tahu apakah memang kemampuannya sekurang itu. Nadia menerima kenyataan ketika ia kalah dari Akiyama Toshiro. Lagipula, pria itu adalah pemimpin Ochi. Gadis delapan belas tahun sepertinya jelas tidak akan pernah bisa menang dari Akiyaam Toshiro. Tetapi Akiyama Tenzo? Pemuda yang tiba-tiba muncul dan mengincarnya dengan balutan topeng seorang pemuda baik hati benar-benar mengalahkannya baik mental dan fisik. Nadia yakin seluruh kesialan, rumor, hal-hal buruk tentangnya yang tiba-tiba terus menyebar di sekolah adalah rencana Akiyama Tenzo untuk membuatnya hancur dari dalam. Nadia tahu ada beberapa oknum yang membencinya di sekolah, tetapi tidak pernah ada yang benar-benar berani menyebarkan rumor hingga merúsak nama Nadia separah ini. Akiyama Tenzo pastilah yang melakukannya, dan hanya dia yang akan berani melakukan itu. “Hentikan Nadezhda, aku tidak ingin menyakitimu.” Ucap Akiyama Tenzo pelan. Ia menunduk, mendekatkan bibirnya sampai nyaris menyentuh daun telinga Nadia. “Ah sebenarnya, aku sangat ingin langsung membunuhmu, tetapi teman sialmu itu ada di sini.” Bisiknya super pelan. Nadia merasakan embusan napas Akiyama Tenzo di telinganya, juga jilatan pelan di daun telinga. Nadia menggigit bibirnya jijik, marah, dan kesal. Hasrat membúnuh di dalam hatinya benar-benar menggelora, membuatnya kehilangan akal dan kontrol diri. “Kendalikan dirimu, ayo kembali ke kelas, Sweetheart.” Akiyama Tenzo menarik pinggang Nadia, membuat tubuh mereka saling menempel satu sama lain. Pemuda itu mengusap pelan pipi Nadia, membuatnya merasa benar-benar risih dan berusaha keras melepaskan diri. Akiyama Tenzo akhirnya melepaskan cengkeramannya dari Nadia dan mendorong gadis itu sampai tersungkur. Beruntung, Lin Xianming sigap dan segera menangkap tubuh Nadia sebelum gadis itu benar-benar jatuh ke tanah. Akiyama Tenzo melambaikan tangannya pelan dan berjalan pergi terlebih dahulu. “Nadia, kau baik-baik saja?” Lin Xianming mengusap pelan peluh di pelipis Nadia. Beberapa anak rambutnya lengket terkena keringat, dan ikatan ponytail yang selalu ia kenakan longgar dan nyaris terlepas. “Aku perbaiki ikatan rambutmu, okay?” Nadia mengangguk kecil. Ia sama sekali tidak memiliki tenaga untuk menjawab apapun kalimat penghibur yang dikatakan oleh Lin Xianming. Gadis itu tampak sangat kahwatir padanya, dan satu-satunya cara agar Lin Xianming tidak perlu menangis karena terlalu khawatir hanya membiarkannya melakukan apa yang ingin ia lakukan untuk menghibur Nadia. Ia sendiri masih merasa kepalanya begitu panas seolah ingin meledak. Dadanya sesak berkat degup jantung yang bertalu-talu. Amarah dan gerakannya berkumpul, membuat Nadia sesak dan kelelahan. Nadia hanya diam, membiarkan Lin Xianming menuntunnya untuk kembali ke kelas. ** Lin Xianming terus menceritakan banyak hal tentang apapun yang melintas di kepalanya. Nadia tebak, gadis itu hanya berusaha ingin menghiburnya pasca keributan yang terjadi dengan Akiyama Tenzo di halaman belakang. Nadia tidak banyak merespon, dan sesekali hanya menyunggingkan senyum agar Lin Xianming tidak merasa tersinggung. “—jadi, ayo kita ke sana?” “Huh?” Lin Xianming mendecak. “Kau tidak mendengarkanku ya?” Nadia tertawa hambar sembari menggaruk tengkuknya. “Sorry, tidak sengaja. Jadi, ada apa?” “Ayo kita pergi ke kafe baru di ujung jalan sana. Ada manisan yang sangat enak, kau harus—“ “Nadezhda.” Lin Xianming merasa sial. Baru saja ia lega karena Nadia berangsur-angsur kembali ke dirinya yang biasa, tetapi Akiyama Tenzo tiba-tiba datang dan kembali mengganggu. Lin Xianming langsung bisa merasakan tatapan penuh benci dari sahabatnya, dan lebih buruk karena posisi mereka berada di halaman sekolah, dengan ratusan murid yang baru saja keluar dari kelas masing-masing untuk pulang ke rumah. “Apa maumu?” Akiyama Tenzo menggenggam telapak tangan Nadia yang secara reflek langsung dilepaskan oleh gadis itu. Hanya ketegangan kecil, tetapi beberapa murid yang berlalu-lalang di sekitar mereka langsung berhenti dan memperhatikan. Tampaknya keributan yang menyangkut nama Nadia benar-benar menjadi topik panas di sekolah, apalagi semenjak rumor rasisnya mencuat kuat dan menimbulkan beragam persepsi dari murid-murid sekolah mereka. “Berkencanlah denganku.” Nadia melotot ganas. Ia kembali mengibaskan tangannya ketika Akiyama Tenzo dengan kurang ajarnya kembali berusaha menggenggam talapak tangannya. Kalimat yang diucapkan Akiyama Tenzo mungkin terdengar lemah lembut dan manis untuk gadis-gadis lain, tetapi karena Nadia sudah tahu maksud sebenarnya dari ajakan kencan tersebut, apapun yang keluar dari mulut Akiyama Tenzo tak lebih dari bualan sesat semata. Nadia benci melihat wajahnya setiap hari, karena setiap kali Nadia bertemu pandang dengan Akiyama Tenzo, sosok wajah dan sifat asli pemuda itu benar-benar tampak. Busuk nan licik. Nadia menggigit bibirnya, berusaha keras untuk menahan gejolak amarah yang penuh di dadanya. Nadia berusaha untuk tidak menimbulkan keributan. Ia berusaha agar tidak perlu mempermalukan dirinya sendiri dengan meladeni Akiyama Tenzo yang memang berniat terus mengganggunya. Suasana ramai seperti ini, sekaligus rumor rasis yang menimpanya, Nadia yakin sekali orang-orang akan semakin mencemooh dirinya. Apapun yang terjadi, Nadia akan tetap menjadi pihak yang bersalah. “Sorry, aku harus pergi.” “Nadezhda, kita harus bicara.” Paksa Akiyama Tenzo yang kembali menahan pergelangan tangannya. “Cih, lepaskan aku sialán!” Seru Nadia dengan nada meninggi. Lin Xianming langsung melingkarkan lengannya pada lengan Nadia, berusaha secara implisit menenangkannya. “A-Ayo, kita harus ke kafe di depan sana.” “Nade—“ Nadia, Akiyama Tenzo, dan Lin Xianming berhenti berdebat ketika segerombolan pria berpakaian hitam mendadak menyerobot masuk ke halaman sekolah. Kondisi sekolah masih ramai dengan murid-murid yang hendak pulang atau menunggu jemputan mereka. Ada tujuh orang pria yang datang dengan pakaian serba hitam dan masker yang menutupi wajah-wajah mereka. “N-Nadia, kau membawa bodyguard-mu?” Tanya Lin Xianming takut. Nadia menggeleng. Ia balas menggenggam pergelangan tangan Lin Xianming. “Kau lupa aku dari Rusia? Mana mungkin aku memiliki bodyguard orang Asia seperti mereka.” Nadia baru hendak menoleh dan mengumpati Akiyama Tenzo karena ia yakin sekali orang-orang di hadapannya adalah milik Akiyama. Murid-murid di sekitar mereka semakin fokus memperhatikan apa yang terjadi, apalagi setelah segerombolan pria berpakaian hitam itu mendatangi mereka dan masuk ke pelataran sekolah tanpa izin. “Tenzo, kau benar-benar—“ Akiyama Tenzo menggeleng. “Aku tahu kau tidak akan percaya padaku, tetapi aku tidak pernah meminta bawahan Kakakku untuk datang ke sekolah.” “Nadezhda Grigorev, menyerahlah.” Seru salah satu dari pria-pria berpakaian hitam yang mengelilingi mereka. Nadia mengernyit, bingung dan tidak mengerti apa yang terjadi. Ia kemudian terkekeh pelan. “Lagi-lagi suruhan Akiyama datang padaku. Katakan, apakah kalian terlalu takut untuk datang ke Bratva sehingga yang kalian incar hanya aku?” “Ikut kami secara baik-baik, atau secara paksa.” Nadia terbahak kencang. “Kau pikir aku akan menuruti kali—“ Nadia melebarkan matanya ketika masing-masing dari mereka mulai menarik pistol dari pinggang. Suara teriakan menggema bersahut-sahutan dari para murid yang masih berada di sekolah menunggu jemputan mereka. Lin Xianming semakin erat memeluk lengannya, Nadia bisa merasakan tekanan dari rasa takut Lin Xianming. Apa orang-orang ini gilá? Ah tidak, apa Akiyama Toshiro benar-benar gilá sampai berani mengacungkan senjata di area sekolah di mana banyak murid-murid masih berkeliaran. Tindakan mereka bahkan mungkin jauh lebih berisiko daripada langsung datang ke markas Bratva. “Jika melawan, maka maaf saja, peluru kami mungkin akan sedikit menembus kakimu.” Sial, sial, sial, sial, sial, sial. Nadia benar-benar tidak tahu jika selain kejam, keluarga Akiyama juga memiliki otak dan pikiran yang benar-benar gilá. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN