Let's Do This

1034 Kata
Nadia berusaha keras menahan dirinya untuk tidak meninju wajah percaya diri Akiyama Tenzo yang berdiri di sampingnya dengan bucket bunga mawar besar. Nadia tahu Akiyama Tenzo berniat mengusik dirinya, membuatnya tidak betah, risih, membuatnya mengeluarkan amarah di hadapan teman-temannya, kerena dengan begitu Akiyama berhasil merusak kehidupan damai Nadia di dunianya yang lain. Beberapa murid lain yang lewat menatap mereka dengan seringai geli, sebagian lagi bahkan dengan tanpa izin memotret momen itu seolah melihat Nadia ditodong bucket bunga besar itu adalah hal yang indah. Ayolah, Nadia bahkan tidak bisa melihat bunga mawar itu sebagai bunga jika Akiyama Tenzo yang memegang dan memberikannya. Rasanya, daripada diberikan bunga, Nadia seperti ditodong pistol. "Tenzo, jika kau memang ingin menantangku, lakukan dengan benar." Ucap Nadia dingin, kemudian segera melangkah meninggalkannya. Jujur saja, Nadia tidak terlalu peduli dengan reputasinya di sekolah. Orang-orang berhak menilainya sesuai apa yang mereka pikirkan. Nadia juga tidak khawatir dianggap sebagai bad girl andai mereka benar-benar melakukannya. Satu-satunya yang Nadia khawatirkan hanya Lin Xianming. Dia adalah sahabatnya, yang paling dekat dan paling mengerti satu sama lain. Apalagi, Lin Xianming bersamanya di hari pertama mereka tidak sengaja bertemu Akiyama Tenzo. Bagaimana mungkin Lin Xianming bisa semudah itu luluh dengan senyum memuakkan Akiyama Tenzo padahal sebelumnya dia tampak benar-benar ketakutan seolah bertemu dengan malaikat maut. Sikap dingin Nadia yang terang-terangan menolak kehadiran Tenzo benar-benar menimbulkan gosip di sekolah. Nadia tidak akan terkejut jika ada anak-anak dari kelas lain berhenti dan meliriknya dengan tatapan sinis dan bisik-bisik. Entah gosip apa yang beredar di sekolahnya, Nadia yakin dirinya menjadi pihak yang bersalah dalam hal ini. Nasib buruk menopang nasib baik di belakangnya, nasib baik tersembunyi nasib buruk di bawahnya. Nadia selalu mendengar kalimat itu dari Ayahnya ketika kecil, tetapi rasanya nasib buruk lebih dominan datang padanya daripada nasib baik yang dibicarakan Ayahnya. Ya lagipula, Nadia tidak terlalu percaya dengan pria itu. Nadia mungkin tampak tidak peduli dengan gosip yang terus menyerangnya, tetapi bukan berarti ia tidak merasa risih dengan semua itu. Ayolah, satu sekolah membicarakannya. Bahkan, Nadia mendapatkan informasi dari Lin Xianming bahwa ada seseorang yang memposting fotonya di internet dengan keterangan menyudutkannya. Memang di foto tersebut Nadia tampak seperti memukul Akiyama Tenzo. Nadia ingat kejadian itu, Akiyama Tenzo selalu berusaha memegang tangannya dan Nadia secara reflek selalu menarik tangannya. Hebat sekali para biang gosip itu mengambil foto Nadia hingga tampak seperti itu. "Jadi?" Nadia mengernyit bingung menatap Lin Xianming yang menatapnya dengan ekspresi penuh ingin tahu. "Jadi apa?" "Ck, Nadia... Seriuslah sedikit!" Nadia menaikkan sebelah alisnya. "Aku serius, jadi kenapa?" "Mengenai gosip yang beredar di sekolah, mereka semua selalu menatapmu tiap kali kau lewat, memangnya kau tidak terganggu?" Nadia memutar bola matanya. "Aku terganggu, tapi memangnya apa yang bisa kulakukan? Tidak mungkin aku mendatangi mereka satu per satu hanya untuk menjelaskan kebenaran foto itu. Lagipula, anak-anak di sekolah seluruhnya memihak Tenzo. Aku jelas-jelas tidak memiliki kesempatan untuk membersihkan namaku." Nadia menepuk pelan bahu Lin Xianming. "Tenanglah, hanya tinggal beberapa bulan sebelum hari kelulusan. Aku hanya harus bertahan sedikit lagi." Lin Xianming tampak khawatir. "Tapi—" Nadia mengusap rambut hitam Lin Xianming pelan. "Tenang saja, aku baik-baik saja. Akiyama Tenzo bukan tandinganku. Ayo kembali ke kelas, kita harus—" "Nadezhda." Nadia meremat ujung roknya kuat-kuat sebagai pelampiasan dirinya yang tidak bisa langsung memukul Akiyama Tenzo. Pemuda itu tiba-tiba datang padanya, dengan se-bucket bunga mawar merah besar dan seringai menyebalkan. Nadia benar-benar muak dengannya, dan lebih muak karena ia tidak bisa secara langsung membalas perbuatannya. Setiap hari, Akiyama Tenzo akan datang padanya dengan bucket bunga besar dan seringai menyebalkan. Nadia akan terus dan terus terjebak dalam permainan pemuda itu jika ia tidak berusaha mengakhirinya. Nadia berbalik, menatap Akiyama Tenzo dengan senyum terbaiknya. Bucket bunga mawar itu ia terima. “Terima kasih, Tenzo.” Nadia benar-benar ingin tertawa ketika melihat ekspresi terkejut samar dari pemuda itu ketika Nadia bersikap manis kepadanya. Seringai menyebalkan yang selalu bertengger di bibir Akiyama Tenzo mendadak sirna. Nadia tahu langkah seperti ini berbahaya, ia juga tahu hanya dengan hal seperti ini tidak akan membuat Akiyama Tenzo menyerah untuk menghancurkannya. “Kenapa?” Nadia mendekati Akiyama Tenzo, menyentuh pergelangan tangannya. “Kau tampak terkejut, bukankah kau senang jika aku merespon dirimu? Benar ‘kan?” Akiyama Tenzo kehilangan kata-kata. Nadia bisa melihat bagaimana tubuh pemuda itu begitu kaku ketika Nadia mendekatkan dirinya dan bersikap agak nakal. Nadia mendekatkan wajahnya ke telinga kiri Akiyama Tenzo, meniupnya pelan-pelan. Tindakan Nadia sebenarnya sangat tidak pantas, apalagi di area sekolah. Tetapi ia sudah tidak peduli lagi. Biarkan saja seluruh gosip yang beredar di sekolah mengenai dirinya semakin membesar dan bertambah dengan gosip-gosip baru, Nadia tidak keberatan. Sekalian saja, Nadia memanfaatkan dirinya untuk menghancurkan lebih dulu Akiyama Tenzo. “Mata dibalas mata, gigi dibalas gigi. Ingat itu, Tenzo.” Bisik Nadia super pelan. Nadia segera menarik kepalanya dan memasang senyum termanis yang ia bisa. Nadia segera mengapit lengan Lin Xianming, menariknya untuk berjalan bersama menuju ke kelas mereka. Gadis Asia itu terus bertanya kepada Nadia mengenai apa yang ia bisikkan kepada Akiyama Tenzo hingga wajah pemuda itu benar-benar tampak terkejut. Nadia hanya menyeringai sepanjang jalan, tanpa peduli dengan rengekan Lin Xianming yang terus bertanya kepadanya. “Serius Nadia, apa yang kau katakan padanya?” Nadia tersenyum licik. “Hanya kalimat romantis untuk pangeran yang mengejar-ngejar Tuan Puteri.” Jawabnya main-main. Lin Xianming mendengus kesal. “Katakan padaku, aku penasaran mengapa Akiyama Tenzo bisa memasang wajah terkejut seperti itu. Ayolah kumohon.” Nadia mengusap-usap surai hitam Lin Xianming dan menatapnya dengan pandangan geli. “Tenang saja, bukan sesuatu yang penting kok.” “Kau pelit, Nadia.” Nadia terbahak. “Hei, ayolah aku hanya ingin menikmati permainan ini dengan seksama. Lin Xianming, aku tidak berniat merahasiakan apa-apa padamu. Tenang saja, besok, lusa, atau hari-hari berikutnya, kau akan mengerti tanpa harus kuberi tahu. Jangan marah, okay?” Lin Xianming menghela napas berat, tahu bahwa dirinya tidak pernah bisa berhasil membujuk Nadia jika memang gadis itu tidak mau. “Okay, aku mengerti.” Ucap Lin Xianming pelan. Baiklah, Nadia akan menerimanya jika Akiyama Tenzo memang menginginkan cara itu untuk menghancurkan Nadia perlahan-lahan. Nadia tidak akan menghindarinya lagi. Ia akan mengikuti apa saja yang dimainkan Akiyama Tenzo, dan melihat siapa yang akan keluar sebagai pemenang pada akhirnya nanti. Nadezhda Grigorev? Atau… Akiyaam Tenzo? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN