05. Menjauhkan Ana Dari Luke

1117 Kata
Ana sendirian. Yerin sedang mengobrol bersama Andrew. Luke sedang menerima telepon. Ana meninggalkan ruang santai. Tanpa sengaja menangkap gemerlapan di lantai atas. “Ruangan apa itu? Apakah club? Alunan hell mengalun merdu menapaki setiap anak tangga. Tidak seperti dugaan Ana sebelumnya. Ruangan ini adalah ruangan kaca berbentuk kotak. Ada evening primrose di letakkan di sudut kanan. “Pantas saja ruangan ini beraroma harum. Ternyata ada evening primrose.” Menghirup aromanya dari balik kaca. Tanpa sengaja menangkap kalung bermata sapphire yang diletakkan dalam kaca berbentuk piramida yang indah. Mengerjap-ngerjapkan matanya. “Kalung ini ada di Roma? Aku sedang tidak bermimpi, kan?” Menepuk-nepuk pipinya. “Tidak, Miss Rose.” Tubuh Ana menegang. Suara tersebut bukan suara Luke. Dengan segera memutar tubuh. Matanya bertemu dengan sepasang manik dark brown. “Mr. Benedic.” Sean berjalan mendekat. Ana mundur beberapa langkah sampai kakinya membentur dinding kaca. Sean berhenti. Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana. Tatapan mata tak lepas dari Ana. Hanya di tatap seperti itu, Ana merasa seperti penjahat yang hendak di adili, yang sedang tertangkap basah menyusup ke ruangan rahasia. “Apa yang Anda lakukan di ruangan ini?” Suaranya terdengar dingin. Ana gelagapan. “S-saya ... ehm ... “ sial, tidak terlintas apa pun dalam otaknya. Ia menggigit bibirnya. Ana, apakah kau sengaja menggigit ujung bibirmu untuk menggodaku, hm? “Di mana yang lain?” “Yerin, sedang menghabiskan waktunya bersama, Mr. Grimess.” Suaranya bergetar. “Luke?” “Mr. Luke, sedang berbincang di telepon.” “Dan kau merasa kesepian sehingga naik ke lantai ini?” Mengamati wajah Ana. “Mencari kekasih-mu ... Luke?” Kata kesepian terdengar seperti sebuah hinaan. Mata Ana berkilat-kilat emosi. “Mr. Luke, bukan kekasih saya.” “Artinya Anda single?” Menyelidik wajah Ana mencari jawaban jujur dari sorot mata. Jika Sean tahu ia single. Artinya memberi kesempatan kepada lelaki ini mencemooh bahwa Anastasia Rose, tidak laku. Tidak, itu tidak bisa di biarkan. Mendongakkan wajahnya angkuh. “Jika Anda ingin tahu lebih banyak tentang saya. Silakan Anda cari tahu sendiri. Informasi tentang saya termuat jelas di laman media. Tentang pekerjaan juga kekasih saya.” Tersenyum sinis lalu pergi. Sean menyembunyikan kekecewaan juga amarah. Dia mengepalkan tangannya. Sementara Ana kembali ke lantai bawah. “Lord, apa yang kukatakan pada, Mr. Benedic. Jika dia mencari tahu tentangku. Artinya dia akan tahu kehidupanku bahwa aku-” Memejamkan mata. “Single.” “Darling, aku hampir gila tak menemukanmu di semua tempat.” Memeluk Ana. “Syukurlah, kau baik-baik saja.” Segera melepaskan diri dari pelukan Luke. “Saya harus segera pulang.” Melirik jam besar yang menggantung di dinding lalu tersenyum pada Ana. “Baru pukul 22.00.” “Saya harus segera pulang karena besok malam-” “Aku yang akan mengantarkanmu, ayo.” Potong Luke. “Mr. Drawis, tunggu.” Menoleh ke belakang. “Ya, Mr. Benedic.” Tatapannya dingin pada Ana, lalu beralih pada Luke sembari menyungging senyum hangat. “Kita harus membahas mengenai Baylei sebelum kepulangan saya ke Seattle.” “Saya harus mengantarkan Miss Rose terlebih dahulu.” “Biar Jack saja yang mengantarkannya pulang.” “Jack, sedang pergi. Dia menjemput model yang baru saja di terbangkan dari Jerman.” “Model dari Jerman ... maksud Anda, Miss Jasmine?” “Tepat sekali.” “Artinya ... Anda akan menghabiskan malam panjang ini bersamanya?” Sengaja meninggikan suara supaya Ana mendengar. Oh, ayolah jangan seperti itu. Ana hanya berjarak 1 meter. Suara pelan pun terdengar olehnya. Luke marah. “Jaga perkataan Anda, Mr. Benedic.” Melirik Ana. Takut gadis tersebut terluka. Ya, Luke berkeyakinan bahwa belum ada satu pun benda tumpul yang memasuki milik Ana, dan dia bersumpah akan menjadi lelaki pertama bagi Anastasia Rose. “Freddy, yang akan mengantarkan Anda pulang, Miss Rose. Silakan.” Mempersilakan Ana untuk berjalan di sisinya. Luke menatap kepergian mereka. Di halaman depan sebuah sedan hitam menunggu dengan gagahnya. Ana tertegun. Sedan hitam ini persis seperti yang membuntutinya beberapa waktu lalu. “Tapi pemilik sedan hitam seperti ini ada ribuan, bahkan jutaan. Lagi pula tidak mungkin Mr. Benedic mengikutiku. Apa motifnya?” Gumamnya. Sean menyusul ke halaman depan. Freddy, selaku orang kepercayaan Sean membungkuk hormat lalu melirik Ana. Dia berpikir Ana akan mengenalinya setelah pertemuan 2 tahun silam. Nyatanya, tidak. Sean tahu Freddy mengembus napas lega. “Antarkan Miss Rose sampai ke apartement nya.” Setelah itu melirik dingin Ana, lalu masuk kembali ke dalam bergabung dengan Luke, dan Andrew. Freddy membukakan pintu samping. “Silakan, Miss.” Sedan hitam tersebut melaju membawa Ana pergi. Freddy menguncikan tatapannya ke depan fokus pada jalanan. Ana mengamati dari arah belakang. Ia ingin bertanya lebih banyak tentang Mr. Benedic, si lelaki misterius. Sayang sekali, Freddy memutus interaksi dengannya. Meski begitu Freddy mencuri-curi pandang melalui kaca tengah. “Kecantikan Anda tidak luntur, Miss Rose. Pantas saja Mr. Benedic tidak mau melepaskan Anda. Meskipun dia tahu memperjuangkan Anda kembali sangatlah tidak mudah.” Suaranya lirih. Ana sedang melamun. Ia membuang wajahnya pada jalanan mencoba menikmati keindahan malam Kota Roma. Ana pun di kejutkan oleh pangilan masuk dari nomor asing. Mengernyit pada layar ponsel. “Siapa pemilik nomor asing ini?” “Miss, ponsel Anda berdering.” Freddy mengingatkan. Ana segera mengangkatnya. Suara dari seberang membuatnya terkesiap. “Nick, inikah kau?” “Ya, Ana. Sudah sepuluh menit aku berdiri di depan apartement mu. Cepat buka.” “Apakah Luna tidak memberitahu bahwa aku sedang ada acara bersama, Mr. Luke?” “Jadi kau tidak ada di apartement?” “Ya, tapi sekarang ini dalam perjalanan pulang.” “Berapa lama?” Freddy menyahut. “Sekitar 25 menit, Miss.” “25 menit, Nick.” “Kakiku pegal, tidak bisa menunggu selama itu. Besok pagi saja aku kembali.” “Ok.” Freddy menyetir sembari berkirim pesan pada Sean. Dia menyampaikan perbincangan Ana dengan Nick. Informasi yang Freddy sampaikan membuat Sean kesal. Dia tidak fokus ke dalam diskusi penting bersama Luke - Andrew. “Apa yang sedang mengganggumu?” Luke bertanya. Matanya berbicara. Tidak ada. Luke memberi perintah kepada pelayan menuangkan Ruby Rose ke dalam 3 gelas. 1 gelas untuk Sean, 1 gelas untuk Andrew, dan 1 gelas lagi untuknya. Tiba-tiba teringat Ana. Dia memberi perintah kepada pelayan untuk membawakan lagi 2 botol Ruby Rose. Andrew mengernyit. “Untuk siapa?” “Ana.” “Dia baru saja di antar pulang Freddy.” Mengalihkan pandangannya pada Sean. “Benar begitu kan, Sean?” “Hh mm.” “Aku tidak akan mengantarkannya ke apartement Ana malam ini, tapi besok. Ya, pagi hari mungkin.” Sean terlihat cuek. Dia sedang menyulut rokok lalu menghisapnya kuat-kuat dan mengembuskannya terbang bebas. Sejujurnya dia tidak secuek itu. Dia sedang memikirkan berbagai cara untuk menggagalkan pertemuan Luke - Ana besok pagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN