Seattle, Amerika Serikat
Sean sedang duduk di kursi ceo yang menjadi kebanggannya. Punggungnya menyandar pada sandaran kursi. Mata fokus ke layar ponsel membaca kembali informasi yang anak buahnya kirimkan.
“Ini baru namanya berita menggemberikan.”
“Berita apa?” Andrew yang menerobos masuk membuatnya tersentak. Dengan segera mematikan layar ponsel, meletakkannya ke atas meja. Pandangannya lekat pada rekannya tersebut. “Apa yang membuatmu datang menemuiku?”
“Kita harus membicarakan mengenai tindakan yang akan di ambil Luke?”
Apalagi yang akan dia lakukan? Jangan sampai tentang Ana. Itu bisa membuatku gila.
“Katakan.” Suaranya nampak tenang. Pun dengan tatapannya.
“Luke, berencana mengirimkan bodyguard untuk menjamin keselamatan, Miss Rose.”
Betapa terkejutnya Sean sampai-sampai tersedak salivanya sendiri. Andrew menyodorkan segelas air putih. “Minumlah dulu.”
Andrew mengamati Sean yang sedang meneguk air putih. “Aku tahu berita ini mengejutkanmu. Tetapi, Luke sudah menyiapkan satu bodyguard yang akan segera di terbangkan ke Roma, Italia.”
“Ini tidak bisa di biarkan.” Suaranya lirih, akan tetapi tetap terdengar oleh Andrew. “Kali ini aku setuju denganmu.”
Sepasang manik dark brown menggeliat tajam. Andrew merasa tak nyaman. “Ehm, maksudku ... tindakannya ini berlebihan. Hal seperti ini bisa mempengaruhi hubungan baik dengan, Miss Rose. Akan tetapi, mengingat Miss Rose model brand ambassador dari ke lima merk besar Enstein Group. Sudah sepantasnya mendapatkan pengawalan mengingat dia memiliki banyak fans dan musuh tentunya.”
“Kau mendukung tindakan Luke?” Menyelidik wajah Sean.
“Ya, kuharap kau juga memberi keputusan yang sama.”
“Ini berlebihan, Sean.”
“Luke, dekat dengan, Miss Rose. Biarkan saja dia memberi perlindungan pada wanita yang dia suka.” Ini gila. Bisa-bisanya bibirnya mengatakan hal demikian. Padahal hatinya bergemuruh hebat hingga darahnya mendidih.
Sean tahu Andrew tetap pada keputusannya.
“Jika kau mau. Kau juga bisa memberikan perlindungan pada wanita yang kau suka yaitu-”
“Hubunganku dengan Yerin sebatas rekan kerja. Tak lebih dari itu.”
Terkekeh kecil. “Aku saja belum menyebutkan namanya.”
Menyelidik lagi wajah tampan. “Apakah kau juga akan memberi perlindungan pada, Miss Celine?”
“Ya, jika itu memang di butuhkan.” Jawabnya tegas.
Andrew mengusap kasar wajahnya.
“Sudahlah, tidak perlu takut dengan keputusan Luke kecuali-” tatapannya menajam. “Penolakanmu ini memperkuat bahwa kau memiliki ketertarikan pada, Miss Rose. Tebakanku benar, kan?” Sean menggeram kesal ketika mengatakannya. Dia menyembunyikan kepalan di tangannya ke bawah meja. Meski begitu tetap memasang ekspresi datar.
“Tidak ada laki-laki yang bisa menolak pesona, Miss Rose. Kau juga tertarik padanya, kan?” Andrew balik bertanya.
“Miss Rose, wanita yang menarik, berbakat, memberi impact besar. Sudah sepantasnya kalian berdua saling memperebutkannya.” Garis bibir membentuk senyum miring. “Tapi sayang sekali dia bukan tipeku.”
“Kau tidak tertarik pada wanita secantik, Miss Rose?”
Matanya berbicara. Tidak.
Menatap lekat Andrew. Jangan harap kalian bisa mendekatinya. Aku tidak akan membiarkan hal tersebut terjadi. Lanjutnya dalam hati.
“Selain tentang tindakan Luke. Apakah ada hal lain yang ingin kau bahas denganku?”
“Apakah kau sedang sibuk?” Andrew balik bertanya.
Sean menunjuk dengan dagunya pada tumpukan dokumen.
“Baiklah, kalau kau sedang sibuk. Sebaiknya aku pergi.”
“Ya, silakan.”
Sean memberi perintah kepada receptionist. “Sampaikan kepada Mr. Freddy supaya ke ruangan saya sekarang.”
Setelah beberapa saat dia mendengar suara pintu di ketuk. “Itu dia sudah datang,” ucapnya pada diri sendiri.
“Freddy, masuklah.” Perintahnya dari dalam ruangan.
Freddy mengamati Sean yang terlihat gelisah. “Sir, apa yang terjadi?”
Sean meletakkan kedua tangan ke atas meja lalu mencondongkan wajahnya ke depan. “Luke, berencana mengirimkan bodyguard untuk, Miss Rose. Jangan sampai bodyguard tersebut sampai di Roma.”
“Lalu, apa yang harus saya lakukan?”
Sorot matanya berubah nyalang. “Apa gunanya aku membayarmu mahal sebagai orang kepercayaanku kalau hal sesederhana ini saja harus aku sendiri yang memikirkannya, hah?”
“Seharusnya Anda memberi perintah yang jelas.”
“Apakah perintah ini kurang jelas?” Bentaknya dengan menggebrak meja.
Freddy tahu Sean berada pada emosi terburuk. Dia tidak mau menyulutnya. Untuk itu tidak membantah. Dia sedang mengetikkan sesuatu di layar ponsel lalu menatap Sean. “Perintah Anda sudah di jalankan. Saya pastikan bodyguard tersebut tidak sampai di Roma.”
Garis bibir membentuk senyum puas. “Good job, Freddy.”
Beranjak dari duduknya. “Saya permisi.” Membungkuk lalu pergi. Belum ada dua langkah Dom menghentikannya. Dengan segera memutar tubuh. “Adalagi, Sir?”
“Pilihkan bodyguard terbaik dan terbangkan ke Roma hari ini juga.”
“Perintah Anda segera saya laksanakan. Saya permisi.”
--
Roma, Italia
Ana tiba di lokasi fashion show 30 menit sebelum acara di mulai.
Luna kesal. “Aku sudah memintamu datang lebih awal. Kenapa kau datang mepet, hah?” Suaranya meninggi. Ana tak suka itu. Ia menghunjam Luna dengan tatapan mematikan.
Luna memasang senyum sesal. “Sorry, aku tidak bermaksud membentakmu.”
Dengan di bantu Luna, Elena, dan 3 fashion stylish lain. Kat terlihat berbeda dalam balutan gaun balon.
Tubuh Ana terkurung dalam balon besar. Luna memastikan Ana baik-baik saja. “Hello, kau bisa melihatku dengan jelas, kan?” Mengibas-ngibaskan tangannya ke depan wajah Ana.
“Kau pikir aku rabun, hah? Minggir.”
“Dari luar wajahmu tidak terlihat. Wajar kalau aku khawatir.”
Staff memberi aba-aba bahwa fashion show segera segera di mulai. Para model di minta untuk segera meninggalkan ruang rias.
Di luar ruang rias. Ada sekitar 30 orang berjejer rapi, di antara mereka ada 5 orang wartawan yang siap meliput.
Para model di bimbing meninggalkan ruang rias. Mereka berbaris di balik panggung.
Acara telah di buka. Staff memberi aba-aba dan satu persatu dari mereka menampilkan penampilan terbaik di catwalk. Di mulai dengan Ana, Caitlin dan model lainnya yang berjumlah 8 orang.
Dari ke-10 model tersebut menyembunyikan diri di balik balon besar. Mereka berjalan pada barisan tamu undangan sebelah kiri lalu menuju barisan undangan sebelah kanan dan di akhiri dengan panggung yang membuat mereka selalu berdebar yaitu panggung catwalk.
Baru tiga langkah, balon yang membalut tubuh turun ke bawah melewati kepala, terus turun hingga menampilkan gaun yang sangat indah rancangan Emily desainer terkenal yang tergabung dalam perusahaan besar yang merupakan rival terberat Enstein Group.
Setelah ke-10 model keluar dan memperagakan gaun merk Aeli yang bertema sakura. Fashion show pun di akhiri dengan menampilkan Emily dan CEO selaku pemilik merk Aeli.
Luna berdecak kagum. “Kau selalu menampilkan yang terbaik. Tidak pernah cacat panggung.” Pujinya secara terang-terangan.
Caitlin menyahut. “Tidak hanya modelmu saja yang menampilkan penampilan terbaik. Aku dan ke delapan model lainnya juga menampilkan yang terbaik. Seharusnya pujianmu itu tidak hanya kau tujukan padanya.” Pandangannya sinis pada Ana.
“Aku manager nya. Sudah seharusnya aku memuji modelku.”
Caitlin menggeram kesal. Ia membentak periasnya untuk segera membebaskannya dari gaun mahal tersebut.
“Hati-hati, Miss Kate. Jangan sampai kau merusak gaun ini. Gaun ini sangat tipis dan bertabur berlian jadi rentan sobek.”
Ana menyahut. “Biarkan saja kecuali dia rela kehilangan ratusan ribu dolar sebagai konsekuensi karena telah merusak gaun tersebut.”
Caitlin marah. “Diam kau.”