10. Kenapa harus dia?

1584 Kata
Group Line cowok ganteng Adendra Woy bro, Geng Alaskar ngajak kita taruhan balapan. Raka Kapan? Udah lama gue gak balapan. Adendra Besok malam. Alah gaya lo, Ka. Sok- sok'an udah lama gak balapan. Kemarin lo balapan sama gue waktu pulang sekolah aja kalah. Raka Woy Ndra, Aib gue itu. Malu gue kalau kedengaran Revan. Adendra. Gaya Lo sok-sok'an malu. Biasanya juga malu-maluin. Eh, ngomong-ngomong Revan mana? Raka Ngedate kalik sama Qiana. Adendra. Emang mereka udah jadian? Raka Mana gue tahu. Revan Apa? Gue habis main PS sama abang gue. Adendra. Gimana, Rev? Setuju gak sama tantangan anak Alaska? Revan Gue sih setuju-setuju aja. Raka. Gue aja yang jadi perwakilan dari Geng motor kita. Adendra Geng Alaska nyuruhnya yang ikut balapan ketuannya. Berarti Revan, bukan lo. Gimana Rev, lo mau atau gak? Revan Oke, gue setuju. Setelah membalas pesan grup dari teman-temannya, Revan langsung melempar ponselnya kesembarang tempat. Jam dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul 23.00 Am. Revan masih enggan untuk memejamkan matanya. Perlahan dia berdiri dari posisi berbaringnya. Lalu dia melangkahkan kakinya menuju balkon kamarnya. Dirinya seakan sudah gila. Beberapa hari ini, Revan terus kepikiran tentang Qiana. Revan sendiri bingung, dari sekian banyak cewek, kenapa harus gadis itu? Kenapa harus gadis itu yang bisa membuat dirinya sampai tidak bisa tidur dan terus memikirkannya. Kalau dilihat-lihat, Qiana orangnya biasa. Memang dia sangatlah cantik. Tapi banyak gadis yang menyukai dirinya, bahkan lebih cantik dari pada Qiana. Namun tidak ada satupun yang berhasil memikat hati cowok tampan itu. Kecuali, Qiana bramasta. Cewek cantik yang tanpa sengaja hadir di kehidupannya. "Argggggg...."Erang Revan, frustasi. Karena menurut Revan ini sudah larut malam, dia pun berjalan kembali ke kamarnya. Tidak berselang lama, dia sudah berada dialam mimpi. *** "Pagi Ma, Pa, Bang." Sapa Revan, yang baru turun dari tangga. "Aku pamit sekolah dulu." Lanjutnya, Seraya mencium punggung tangan kedua orang tua dan abangnya. Setelah berpamitan dan mencium punggung tangan kedua orang tua dan abangnya, Revan langsung berjalan menuju garasi, tempat motor sport kesayangannya berada. "Makan dulu Rev, nanti perut kamu sakit" teriak Diana, khawatir. "Gak usah, Ma. Nanti Revan makan di kantin saja" balas Revan, dari garasi rumahnya. "Lihat tuh, pa. Revan kalau disuruh makan susah banget. Kalau sakit gimana?" Adu Diana kepada Dirga yang tengah sibuk memakan makanannya. "Biyarinlah, ma. Kayak gak tahu sifat anak kamu itu. Bandel kalau dibilangin" balas Dirga dengan santai. Dirga sudah tahu bagaimana sifat Revan sejak kecil. Mau dipaksa seperti apa, jika sudah bilang tidak. Pasti dia akan berpendirian teguh. Perkataannya tidak akan bisa diubah oleh siapapun. "Tapi, pa....." "Udahlah, ma. Biyarin Revan berbuat sesukanya. Dia sudah beranjak remaja. Kalau laper, dia bisa beli makanan sendiri." Sela Dirga, dia tidak mau ambil pusing. Toh anaknya bukan anak kecil lagi yang harus dinasehati terus-menerus. Diana hanya diam, sambil menghela nafas berat. "Ma, Pa, Devan berangkat ke kampus dulu." Pamit Devan kepada kedua orang tuanya. Sedari tadi dia memilih bungkam ketika kedua orang tuanya berdebat. Dia pikir itu hanya masalah sepele. Dia tidak harus mencampuri urusan orang tuanya yang tengah berusaha menasehati adiknya yang enggan makan tadi. "Iya, hati-hati dijalan nak." balas Diana seraya mencium pipi putra pertamanya. "Siap, ibu komandan." Devan tersenyum lembut kearah mama dan papanya. *** "Woy bro, baru berangkat lo?" sapa Adendra kepada Revan yang baru duduk di kursi kantin. "Hem," Gumam Revan, sebagai jawaban. Sepertinya mood cowok itu sedang tidak baik pagi ini. "Yaelah Rev, gak bisa apa lo jawabnya panjang dikit?" Cibir Raka. dia sibuk dengan ponselnya. Sedari tadi matanya sama sekali tidak melirik Revan ataupun Adendra. "Daripada lo sok sibuk." sahut Adendra seraya merebut paksa ponsel yang Raka pegang "Balikin ponsel gue itu." Bentak Raka marah. Menurutnya Adendra sangat mengganggunya. "Gak! Oh, jadi dari tadi lo lagi chatingan sama Vera. Haa..." Tawa Adendra pecah saat membaca chat Raka dengan Vera. "Jadi orang gak usah kepo. Bilang aja kalau lo itu iri. Karena lo gak bisa ngedeketin Gesya." serkah Raka seraya merebut ponselnya dari tangan Adendra. "Belum saatnya gue ngedeketin Gesya" ucap Adendra dingin. Dia memperlihatkan gaya songongnya didepan Raka dan Revan. "Terus waktu yang tepat itu kapan? Inget bro, Gesya itu cantik. Cowok mana yang tidak mau sama dia? Boddy aduhai, wajah cantik, kaya so pasti. Hampir mendekati sempurna." Adendra yang mendengar ucapan Raka langsung berfikir keras. 'Bener juga apa yang diomongin Raka, gue harus buru-buru nembak Gesya. Keburu diambil orang tuh cewek'. batin Adendra, berkata. "Alah, kebanyakan mikir lo. Keburu Gesya diambil orang. Ha...." Ejek Raka. dia tertawa puas ketika melihat wajah pucat Adendra. "Gue pergi dulu." Pamit Revan kepada kedua sahabatnya. Dia berjalan cepat menuju lapangan. Disepanjang perjalanan, Revan terus melamun. Dia bingung dengan perasaannya sendiri terhadap Qiana. Antara cinta atau sekedar suka? Saat Revan sedang melamun, tiba-tiba dia menabrak seseorang yang berjalan didepannya. "Sorry," Saat mendengar suara itu, Revan langsung mengadahkan pandangannya kedepan. Tiba-tiba ada perasaan aneh yang muncul dihatinya. Mata itu sangat menenangkan. "Hem, Lo gak apa-apa, Qi?" Tanya Revan kepada Qiana. Cewek yang menabraknya tadi. "Eh, gak apa-apa kok. Lo sendiri gimana?" Cengir Qiana. "Seperti yang lo lihat, gue gak apa-apa" Jawab Revan sambil tersenyum tipis. Tapi mampu membuat Qiana tidak berkedip. "Yaudah, Lo mau kelapangan? Ayo bareng gue sekalian." Ajak Revan kepada Qiana yang masih melamun. "Eh, ayo." Jawab Qiana, kikuk. Dia sedikit malu karena ketahuan melamun didepan Revan. Saat mereka baru saja sampai di lapangkan, semua penjuru mata menatap mereka tidak percaya. Termasuk Gesya, Vera, Adendra dan Raka. "Itu benar Revan sama sahabat kita,, Qiana kan?" Tanya Vera, tidak percaya. Lihatlah kedua sejoli itu, dua manusia yang sering banget berantem saat bertemu. Dan sekarang..... "Sumpah, Ini adalah hal langka banget. Kenapa mereka berdua bisa datang secara barengan?" Gesya hampir tidak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang ini. Sedangkan dibarisan cowok, Raka dan Adendra tengah saling tatap bingung. "Itu Revan kan, Ndra?" tunjuk Raka sambil menatap Revan dan Qiana tidak berkedip. "Iya, tumben akur tuh dua bocah" Adendra menatap Revan dan Qiana Shock. "Baik anak-anak, selamat pagi?" Sapa Pak Utoyo, guru olahraga SMA 2 jakarta. "Pagi, pak." jawab seluruh siswa-siswi serempak. "Oke, materi kita hari ini adalah volly. Revan, Raka, contohin didepan cara main volly yang benar." suruh Pak Utoyo kepada kedua muridnya. Dengan malas kedua cowok yang tengah memakai seragam olahraga itu maju kedepan. "Yang lain perhatikan. Habis ini kita praktek 2 orang, 2 orang." lanjut Pak Utoyo tegas. "Baik pak!!" Seru semua murid. "Oke, mulai dari absen pertama. Angga dan putra. Dilanjut absen selanjutnya." Perintah Pak Utoyo lantang. 30 menit berlalu. Akhirnya permainan volly selesai. Keringat dan rasa letih menyelimuti mereka. "Guys..., gue haus. Ke kantin yuk?" ajak Vera kepada Qiana dan Gesya. "Kalian mau ke kantin ya? Bareng kita aja." Sahut Adendra yang kebetulan lewat didepan mereka. "Yaudah, ayo." Balas Vera setuju. Sedangkan Gesya dan Qiana sibuk mengelap keringat mereka masing-masing. Mereka berjalan santai menuju kantin. Sepanjang perjalanan mereka tidak lepas dari tatapan memuja siswa maupun siswi SMA 2 Jakarta. "Gimana nih? udah penuh semua bangkunya." desah Gesya kecewa. Sepertinya mereka telat datang ke kantin. Tanpa ragu Adendra melangkah menghampiri sekumpulan cewek-cewek yang tengah makan di kantin. Entah apa yang Adendra bisikan kepada mereka semua, hingga mereka langsung pergi dengan bibir tersenyum. "Duduk sini. Kalian mau terus berdiri?" Seru Adendra tanpa rasa malu. Menurut Adendra dia dilihatin orang udah biasa. "Gak usah teriak-teriak. Malu dilihat banyak orang." Tegur Gesya dengan wajah datar. "Orang ganteng dilihatin orang banyak biasa kalik." Sinis Adendra dengan sangat percaya diri. "Idih, pede gila lo." Balas Gesya sambil memutar bola matanya malas. "Udah-udah, mau pesan apa kalian semua?" Tanya Qiana sambil menatap teman-temannya bergantian. "Samain aja, nasi goreng sama es teh." Jawab Revan, cepat. Yang lain hanya mengangguk, tanda setuju. Qiana berjalan pergi untuk memesan makanan. Lalu dia kembali lagi dengan nampan besar di tangannya. Tentunya dengan dibantu oleh Mbak Tini. "Silahkan dimakan." suruh Mbak Tini sopan. "Yank, makan dong. Nanti kamu sakit" Reflek saat Raka berkata seperti itu, Revan dan yang lainnya yang ada dimeja kantin ini langsung menatap Raka penuh tanda tanya. "What? Kalian berdua pacaran? Kapan kalian jadian?" Seru Gesya terkejut. "Dasar toa, gak ceweknya, gak cowoknya, sama aja. Suka teriak-teriak." cibir Raka sambil melirik Adendra dan Gesya. "Alah diam lo! bacot mulu! Jangan mengalihkan pembicaraan." sebal Gesya sambil menunjuk Raka menggunakan sendok. "Turunkan sendok lo, gua sama Raka jadian kemarin." jawab Vera, santai. "Cie..., pajak jadiannya mana nih?" Goda Qiana sambil menarik turunkan alisnya. "Kalian bisa makan gratis hari ini." jawab Raka sambil tersenyum bangga. “Gitu dong.” Balas Qiana yang dihadiahi tawa oleh semua teman-temannya. "Woy, Ndra. kapan lo nembak Gesya?" Bukan Vera namanya jika tidak membuat heboh. "Rahasia ilahi. Besokkan hari minggu, kita jalan yuk, Sya?" Ajak Adendra kepada Gesya. "Em..., oke deh." Jawab Gesya malu-malu. "Kenapa lo, Qi? Kok habis lihat layar ponsel lo langsung sedih." Tanya Vera yang tanpa sengaja menangkap gelagat bingung Qiana. "Kakak gue sibuk syuting. Papa gue gak bisa jemput, katanya ada meeting mendadak. Dan mama gue lagi sibuk di butik. Terus gue pulang bareng siapa?" Qiana terlihat sangat resah. "Maaf ya Qiana, Gue hari ini mau pergi ke rumah tante gue dulu. Tapi kalau lo mau ikut gue sih gak apa-apa. Nanti gue anter Lo pulang setelah gue selesai ke rumah Tante gue." cengir Gesya yang tidak enak kepada Qiana. "Gue hari ini mau jalan sama Raka. Maaf ya Qi," timpal Vera sambil bersandar dibahu Raka. "Maaf Qi, gue mau kebaskem dulu." ucap Adendra. dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Setelah Adendra selesai bicara, semua orang yang berada dimeja itu langsung menatap Revan yang sok sibuk dengan makanannya. "Yaudah, lo pulang bareng gue nanti" ucap Revan akhirnya. Dia risih ditatap layaknya teroris oleh teman-temannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN