Episode 6

787 Kata
Hana menekuk menghadiri selama kelas berlangsung. Yang biasanya pecicilan tidak jelas, mendadak jadi pendiam. Hana hanya pengin cepat-cepat istirahat kemudian mencari ponselnya, itu saja. Sampai selesai bel baru bunyi dan Bu Ella yang barusan mengisi bahan keluar, Hana langsung ikut keluar kelas. Ngibrit kencang. "Hape gue mana? Mana di mana hape kesayangan gue?" Hana menggumam tidak jelas sambil celingukan di sekitaran gerbang. Tidak sadar jika sedari tadi dia sedang diperhatikan oleh seseorang. Ralat, dua orang. Hana berjalan menunduk, sambil sesekali membenarkan rambut sepunggungnya yang jatuh ke depan. Matanya masih fokus ke bawah, mencari hape. Tiba seseorang tiba-tiba tiba di sana. Hana mendongak, kemudian menemukan sesosok koleksi cabe yang nyengir dengan lolipop diolah. "Ngapain di sini kayak orang b**o? Gue nyariin lo dari tadi tau gak?" Hana jelas saja mengkerutkan alisnya bingung. "Emang kita kenal?" tanya Hana. "Nggak. Tapi gue tau elo, sih. Dipanggil sama Kak Yohan, tuh!" "Hah? Gue?" Hana menunjuk dirinya sendiri. Heran, ngapain Yohan manggil dia? Orang perasaan Hana tidak pernah punya urusan sama dia. Masuk ke kelas juga kemarin hanya perkenalan nama. Tapi tunggu. Apa jangan-jangan ... karena tadi pagi Yohan ngeliat Hana di depan rumah Juno? Duh, kok? "Elah, malah bengong." Hana mengerjap, kemudian muncul kesal ke manusia yang kompilasi Hana intip nametag-nya ternyata bernama Dion Fadila. Iya, si cowok yang telat dengan Hana tempo hari. "Iya, elah. "Di sekre. Di luar ujung ujung deket UKS." Hana mengangguk singkat, kemudian mulai pergi tanpa sepatah kata pun yang dia ucapkan pada Dion dan satu teman di sisinya. Bodo amat, walau samar-samar terdengar teriakkan Dion, "Heh, j****y! Makasih-makasih, kek. Main nyelonong aja!" Hana hanya mengangkat bahu sambil bergumam, "Bodo amat. j****y teriak j****y si bego." Lagian, resek amat. Dia berlari. Dilihat dari seragam SMP-nya juga itu musuh bebuyutan sekolah SMP Hana. *** Hana celingukan di depan ruang sekre. Pasalnya di sana tidak ada siapa-siapa. Hanya ada tas-tas para panitia. Ingin masuk, tapi takut lancang. Yah, sebadung-badungnya Hana, tetap saja takut pada perlengkapan sejenis Kak Hangyul. Takut Makan hidup-hidup a***y. "Hei!" "Astaga, naga!" Hana terlonjak kaget saat seseorang menepuk bahunya. Otomatis Hana menoleh dan menemukan sosok Yohan yang nyengir lebar hingga gigi kelincinya terlihat. Lucu amat, heran. "Gue ngagetin, ya?" Yohan masih cekikikan. Heran, padahal menurut Hana tidak ada yang lucu, ngapain Yohan ketawa? Mana awet banget lagi ketawanya. Hana hanya meringis. "Hehe. Nggak, Kak. Ada apa Kakak manggil aku?" tanya Hana hati-hati. "Mau ngasih sesuatu ke lo." Yohan masuk ke dalam ruangan sekre, diperoleh ransel hitam dan dikeluarkan pipih lengkap putih diijinkan. Otomatis mata Hana berbinar. Astaga. Hape Hana! Mau jerit-jerit rasanya, tapi jaga imej dikit. "Punya lo?" Yohan bertanya. Hana mengangguk antusias, tidak sabar untuk mengambil benda itu. Tapi saat tangan Hana terulur untuk mengambilnya, Yohan malah menarik kembali ponsel itu, membuat Hana menautkan alis bingung. "Jangan bicara formal ke gue. Biasa aja. Oke?" Yohan terkekeh lagi. Ganteng banget. Tapi Hana masih lebih suka Juno. Hehe iya, Juno. Hana juga tidak paham kenapa bisa kesemsem banget sama Juno, padahal baru ketemu berapa kali. "Tapi gak enak, Kak. Di sini posisinya, kan ---" "Gak apa-apa, elah. Gue orangnya santai, kok." Yohan mengantarkan ponselnya ke Hana, membuat Hana tersenyum senang. "Ya udah, makasih kalau gitu ya, Kak." "Yoi. Btw, WA kita udah sekontak. Cari aja kontak gue di hape lo, terima kasih nama ' Ebuset. Gimana? Hana cengo. Kelas satu kelebihan obat apa gimana? *** "Kak Yohan? Kok bisa?" Yudha menatap Hana heran saat ia membuka ponselnya yang hilang terbukti ada di Yohan. "Iya, ya. Gue lupa nanya di mana Kak Yohan nemuin hape gue," gumam Hana seraya garuk-garuk kening. Otomatis beberapa saat setelahnya ia mendapatkan tepukan keras di atas. "b**o. Kecentilan duluan pasti lu sama Kak Yohan." "Yeh, kutil onta. Kagak! Gue kan kalem. Mana bisa gue kecentilan." Hana mendesis sebal. Tidak sadar diri. "Halah, gue tau elo dari zaman embrio, ya." "Bodo amat. Berisik lo ah, sana! Cari pacar biar nggak menelin gue mulu!" "Idih, siapa yang menelin lo? Lagi pula sekolah buat belajar ya, bukan buat nyari pacar." Hana memutar bola mata malas. "Hiyahiya, belajar aja sono sampai kepala lo botak. Syukur-syukur jadi penerus Einsten, kalau stres terus gila? Mampus lo, Yun." Dan Yudha hanya membalas dengan decakkam sebalnya, sudah biasa dengan mulut rombeng Hana yang tidak pernah bisa disingkirkan. Memang peringkat Hana dan Yudha tidak jauh beda, sih. Semisal Yudha peringkat 4 dari atas maka, Hana peringkat 7 dari bawah. Entahlah, Hana juga tidak mengerti. Sementara teman hanya senang ngebo, tapi setiap kali ditanya guru pasti bisa jawab. Ngerjain tugas juga tepat waktu, beda dengan Hana yang biasa mengerjakan tugas seabreg dengan sistem SKS (Sistem Kebut Semalam). Setelah kepergian Kim Yudha yang kembali ke habitat * ralat, kembali ke bangkunya, kini Hana membuka ponsel kesayangannya dan tersenyum. Pokoknya senang nyawanya kembali. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN