1:: Gadis Nakal ::

1221 Kata
Berjalan menggunakan rok yang berada di atas lututnya seorang siswi sekolah swasta bernama Via Larasati yang kini duduk di bangku akhir semester di Sekolah Mengah Akhir itu tidak memperdulikan pandangan meneliti setiap lawan jenisnya ketika dia berjalan. Tubuhnya yang tinggi semampai dan wajah yang sangat manis membuat banyak siswa tertarik kepadanya. Bahkan salah satu siswa pria yang terkenal karena adalah anak dari penyumbang tetap sekolah itu adalah kekasihnya saat ini, namanya Aldi. Mereka sudah menjalin asmara dua tahun lamanya. Via naik ke motor sport keluaran terbaru milik Aldi dan sebelum naik sebuah kecupan di pipinya diterima Via. “Oi pacaran mulu lo,” ucap salah seorang teman mereka bernama Yuli. Via dan Aldi hanya tertawa melihat pandangan teman-teman mereka yang saat ini sedang berada di lapangan parkir sekolah. “Kita maun kemana nih, langsung balik atau kemana ?” tanya Fiki teman Aldy yang adalah kekasih dari Yuli. “Ke Mall yuk, nonton atau makan gitu. Tapi tau deh kalau Via mau langsung balik, kali aja takut di omelin sama nyokapnya.” Pita juga ikut berkomentar. Via memandang sengit wajah Pita dan turun dari motor Aldi. Mereka semua yang disana tahu jika Via akan mengamuk karena sudah di ungkit masalah ibunya dan bodohnya Pita membicarakan hal itu. “Jangan bawa-bawa nyokap gue lo, sekali lagi lo kaya gini awas aja lo !” Bukannya takut Pita yang memang sering ribut dengan Via karena merasa iri Via yang disukai banyak orang di sekolah itu termasuk bisa menaklukan Aldi membuat dia juga tidak gentar menatap wajah Via yang sudah penuh amarah. “Kenapa Vi, lo malu punya nyokap yang jadi istri simpanan.” Tidak menunggu lama segelas es boba yang tadinya di pegang oleh Yuli kini jatuh ke rambut Pita membasahi kepala bahkan wajahnya. Tapi Via tersenyum sinis dan tidak ada yang berani memberhentikannya kerena dia adalah kekasih Aldi. “Beb udah ah, kasian tu diliatin orang-orang.” Aldi mencoba membuat Via tenang. Via yang mendengar suara Aldi tersenyum lebar dan dia mendekati Pita lalu berbisik. “Jangan bertindak bodoh lagi Pita sayang atau semua identitas om om kesayangan lo gue sebar.” Via tersenyum manis dan kembali naik ke motor Aldi, Pita hanya bisa pergi dari hadapan mereka semua sambil menahan malu dilihat banyak siswa siswi lainnya. Mereka pun lalu berencana ke mall untuk makan siang dan kembali ke rumah lalu kembali bertemu di sore hari, malam ini adalah malam minggu sehingga mereka akan pergi ke tempat dimana para muda mudi berkumpul melepaskan kesenangan mereka. **** Sinta pulang sebentar ke rumahnya untuk memberikan makan siang kepada anak perempuannya semata wayang. Sinta adalah orang tua tunggal, ayah Via meninggal saat usia Via berusia lima tahun sehingga Sinta harus berjuang seorang diri untuk membesarkan anak gadisnya yang kecewa kepada dia yang hanya seorang pelayan di sebuah restoran. Dia memang istri kedua dan berita itu sudah menyebar di tempat tinggal mereka karena istri pertama suaminya itu sering kali ke rumahnya untuk marah-marah jika Revandra___suaminya tidak pulang ke rumah istri pertama sehingga banyak warga perumahan itu yang tidak suka dengannya. Rumah yang dia tempati saat ini bersama anaknya Via adalah satu-satunya peninggalan almarhum suaminya itu. Revandra membelikannya rumah sederhana yang sangat nyaman untuk Sinta tapi mungkin tidak untuk anaknya Via. Sinta melihat jam sudah pukul tiga sore dan seharusnya Via sudah pulang sekolah, tapi kemana anaknya itu pergi.Sinta kembali ke tempat dia bekerja karena tidak bisa terlalu lama permisi, dan dari telpon yang ada di restoran itu Sinta mencoba menghubungi Via namun tidak di angkat. Panggilan ke tiga barulah Via mengangkat telponnya. “Via kamu dimana ? kenapa belum pulang.” Sinta langsung bertanya kepada anaknya itu, dia takut terjadi sesuatu kepada Via. “Aku gak pulang bu, nanti malam ada acara sama teman jadi nanti malam aku pulang.” “Ya ampun Via harusnya kamu bil--,” ujar Sinta tertahan karena dia sudah mendengar sambungan sudah di putuskan oleh Via. Dia menghela napasnya lelah lalu ikut menutup telponnya dan kembali bekerja dengan hati yang sedih. Andai Via memberitahukannya dari pagi sebelum anaknya itu berangkat ke sekolah Sinta seharusnya tidak usah dengan susah payah kembali ke rumah membawakan makanan karena dia takut putrinya akan kelaparan. Via kenapa hatinya terlalu keras, apa salahnya begitu besar sehingga anaknya itu begitu tidak menyukainya pikir Sinta. “Kenapa Ta,” tanya salah satu rekan kerja Sinta disana yang bernama Tuti. “Biasa lah Tut anak sekarang susah banget diajak ngomong.” “Tapi memang anak mu itu keterlaluan lo Ta, kamu jangan manjain dia terus entar bisa keterusan. Aku sama bu bos ketemu dia pas ke supermarket dia pakai baju perutnya keliatan semua.” Sinta sebenarnya malu karena rekan kerjanya mengetahui bagaimana kelakuan Via terutama cara Via berpakaian tapi mulutnya sudah berbusa menasehati Via dan yang ada mereka jadi bertengkar. Hari sudah malam dan jam menunjukkan pukul delapan malam, restoran tempat Sinta bekerja pun tutup dan dia langsung kembali ke rumah menggunakan angkutan umum bersama Tuti yang juga tinggal tidak jauh dari rumahnya. Begitu sampai di rumah Sinta menarik napas karena lagi-lagi Via belum kembali ke rumah jika ditanya ada saja alasan anak itu membuat Sinta semakin lelah setiap harinya. Tapi dia tidak tega untuk sekedar berteriak kepada Via, dia tahu dialah yang salah sehingga Via tumbuh menjadi remaja yang seperti ini dan dia yakin kelak jika saatnya tiba Via akan berubah menjadi wanita yang lebih baik lagi. Karena sebenarnya Via berhati lembut, dia bahkan tidak tega melihat kucing yang mengeong mencari makan. Sinta sudah selesai mandi dan masuk kedalam kamarnya, dia sangat gelisah karena sudah pukul sebelas malam Via belum juga kembali. Sinta keluar dari kamarnya dan dengan gelisah menunggu Via, dia tidak bisa menghubungi Via karena dia tidak memiliki ponsel. Hingga pukul dua belas malam lewat Via juga belum kembali, biasa jam sepuluh malam anaknya itu sudah tiba di rumah dan itu membuatnya sangat cemas. Suara ketukan pintu terdengar dan dengan cepat Sinta membuka pintunya, Sinta melihat sebuah mobil mengantarkan Via pulang dan begitu Via ingin masuk kedalam kamarnya Sinta menahan lengan Via. “Darimana kamu ?” tanya Sinta dan Via menarik napasnya kesal. “Aku dari tempat pesta bu, aku baik-baik aja jadi jangan terlalu berlebihan.” “Kamu bilang berlebihan,” tanya Sinta tidak percaya dengan apa yang Via katakan kepadanya. “Ibu sedari tadi gak bisa tidur karena khawatir sama kamu dan jawaban kamu seperti ini !" “Oke kalau gitu mulai sekarang jangan lagi nunggu aku pulang baru tidur, ibu tidur aja sana aku bisa jaga diri aku dengan baik kok ! Lihat aku baik-baik aja kan,” kata Via dengan nada suara yang keras. “Kamu masih anak remaja Via bagaimana kalau ada orang jahat diluar sana yang ganggu kamu, bahkan lihat pakaian kamu ini.” Sinta menyentuh gaun seksi yang Via kenakan. Via memang memakai gaun yang hanya sebatas pahanya dan juga tidak memiliki lengan. “Kamu tahu bos ibu dan Tuti lihat kamu di swalayan pakai pakaian kurang bahan seperti ini, apa kamu gak malu.” Sinta juga mulai tersulut emosi. Namun Via malah tertawa membuat Sinta bingung. “Hem bude Tuti ya, masih mending aku pakai pakaian kaya gini tapi gak jual diri bu. Ibu masih beruntung karena aku gak kaya Pita, anaknya tuh yang pakai pakaian tertutup taunya jual diri diluar sana,” kata Via lalu meninggalkan Sinta yang sangat terkejut mendengar apa yang putrinya itu katakan. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN