Episode 1 : Menyapanya

1083 Kata
"Jangan lupa ya, pasien di paviliun Anggrek  tolong di cek lagi. Ini statusnya, di cek teliti pokoknya. Kalian tahu risikonya kalau nggak teliti dr. Nadia ngamuk nanti." pesan Kani.   "Iya kak, beres lah pokoknya." sahut Nesya, Bidan Junior yang paling rajin datang tepat waktu, makanya Kani senang satu shift bareng Nesya dan dua temannya yang lain, Delia dan Kintan.   Ia sedang membriefing para Bidan yang akan bertukar shift dengannya. Hari sudah sore, sebentar lagi buka puasa dan agaknya ia harus segera pulang cepat-cepat agar tak kehabisan puding cokelat fla caramel buatan Mama yang enak itu.   "Ya udah, aku pulang ya. Assalamualaikum," ucapnya.   "Wa'alaikumsalam,"   Kanika keluar dari ruangan menuju pintu keluar poli Obgyn yang memang ada di lantai bawah. Namun Kanika tak menyadari sesuatu, ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh, ia ingin menyapa namun ia belum berani, namun nalurinya terus berkata untuk menegurnya dan ia luluh sendiri.   "Assalamualaikum, Kanika?" sapanya saat Kanika berhenti di depan lobby dan mencari kunci motornya.   "Wa-alaikumsalam," sahutnya tertegun. "Eh, kamu?"   Lelaki itu tersenyum, Kanika ingat tapi tidak dengan namanya. "Pulang?"   Kanika hanya tersenyum lalu berusaha mengalihkan pengelihatannya. "Iya ini," ujarnya sambil menunjukkan kunci motor matic kesayangannya.   "Permisi ya, dok, saya duluan. Mau buka puasa, Assalamualaikum." pamitnya buru-buru lari ke parkiran motor.   "Wa'alaikumsalam," gumamnya, mencoba berbesar hati saat Kanika berusaha menghindar.   Ia tahu, Kanika bukanlah perempuan yang seperti pada umumnya. Ia tahu, keluarga Prayuda adalah keluarga baik-baik, diingat lagi bahkan saat berkenalan pertama kali Kanika bahkan enggan menyambut uluran tangannya saat berkenalan.   "Kamu beda, Kani." gumamnya lagi lalu menuju mobilnya yang terparkir di parkiran atas.   Sementara Kanika sedang sibuk dengan jantungnya yang belum berhenti berdetak tak karuan. Kanika takikardia apalagi saat Genta tadi tiba-tiba menyapanya.   Aduh!   "Kenapa aku jadi nggak bisa kontrol jantungku sendiri sih!!" batinnya sambil mengarahkan motornya ke jalur dalam, jalan raya sudah macet jadi Kanika memilih lewat kampung.   Dalam waktu singkat saja Kanika sudah sampai di rumah. Ia masukkan motornya langsung ke garasi dan masuk ke rumah lewat pintu penghubung yang langsung masuk ke dalam ruang tengah yang sudah ramai suara krucils.   "Assalamualaikum," ucapnya lalu salim Mama dan Papa.   "Wa'alaikumsalam," jawab semuanya.   "Tante Kaniii," Chika dan Kavin menghambur ke pelukan Tantenya itu, sementara Kenzie mencoba merangkak dengan cepat ke arah Kani.   "Ateeeeee, doongg," tangannya mengulur minta digendong Kani, dua bocah tadi langsung lepas dan kembali bermain lalu Kani meraih Kenzie.   "Beratnya anak lanang ini," godanya lalu menciun perut Kenzie, yang diciumi malah tertawa geli.   "Udah pantes dek," celetuk Papa.   Eh. Kanika mematung lalu nyengir tanpa dosa ke arah Papa sambil terus menggendong Kenzie.   Mama dan Papa juga sudah beberapa kali mengenalkan Kanika pada anak-anak dari kolega mereka masing-masing tapi sepertinya Kanika tidak cocok.   "Zie, tante mandi dulu ya. Nanti main lagi," Kanika mencoba mengalihkan topik dengan meletakkan Kenzie kembali ke karpet.   "Nonooo, no ndiii. Nii, ain."   Oh, Kanika tahu maksud Kenzie. Dia tidak boleh mandi, ia diminta menemani Kenzie bermain. Kanika tersenyum. "Bentar ya nak, tante mandi dulu. Habis itu kita main, oke sayang?"   "Keee,"   Akhirnya nurut juga, Kanika segera kabur dari ruang tengah ke kamarnya sebelum ada yang nyeletuk macam-macam seperti Papa tadi. Untung saja Mama tidak komentar, biasanya Mama akan menimpali Papa kalau soal seperti ini.   Jodoh.   "Lagian, kalau aku menikah dengan laki-laki pilihan Mama atau Papa, apa dia akan terima kalau tahu status ku di sini siapa?" batin Kanika begitu sampai di kamarnya.   Masa bodo! Nggak peduli, yang penting sekarang Kanika mau mandi. Ia mengambil baju santainya lalu masuk ke kamar mandi dan 15 menit kemudian ia keluar dari kamar, disambut Kenzie yang masih ingin bermain dengan Tantenya.   Tepat saat adzan maghrib berkumandang, Kanika yang sedang menggendong Kenzie langsung menuju ruang makan.   "Zie, sini, tantenya mau buka puasa dulu." Aliya berusaha merayu Kenzie.   "No my, no no." tolaknya malah merubah posisinya jadi nemplok di d**a Kanika membuat yang lain jadi tertawa.   "Udah mbak, nggak apa-apa. Kani bisa kok, Zie kan anteng gini." ujar Kani.   "Ya udah, Zie baik-baik. Tantenya mau maem, oke?"   "Keeeee," Selesai buka puasa dan sholat maghrib berjamaah di rumah. Semua masih berkumpul di ruang tengah, menunggu adzan Isya dan tarawih. Masih ada 30 menit lagi, krucils juga masih goleran kayaknya kekenyangan.   "Dek," panggil Bhima.   "Ya mas?"   Bhima tiba-tiba tersenyum. Eh, kok serem. "Kemarin, mas ketemu Genta lho pas jemput Mbak Al ke rs."   Kani memutar bola matanya. "Ya ampun, mas. Kirain apaan, tadi juga adek ketemu kali." sahut Kanika pura-pura cuek padahal mukanya hampir memerah.   Bhima nampak antusias kemudian. "Eehh, terus-terus? Kalian ngomong apa? Ngobrol apa?" Bhima mengguncang tubuh Kanika.   "Iih mas Bhima, mah! Nggak ngomong apa-apa lagian. Cuma ketemu sekilas, adek buru-buru pengin pulang, kan tadi udah mau buka. Nanti kalau kelamaan ngobrol adek malah buka di jalan."   "Halah. Alasan, alibi wes." cibir Bhima.   "Serah lu deh mas, suka-suka." Kanika beranjak dari sofanya, ia tak ingin Bhima melihat wajahnya berubah warna jadi merah seperti kepiting rebus di rumah makan.   "Heh, kabur lagi! Belum selesai woy!" teriak Bhima namun Kanika tak peduli.   "Bodo!" ia lalu masuk ke kamar dan siap-siap Tarawih.   Jasmine hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat interaksi dua kakak-adik ini. Sudah jadi hal biasa baginya sejak menjadi bagian dari keluarga ini. "Mas, kalau ku perhatikan. Genta tuh suka ya sama Kani?" tanya Jasmine tiba-tiba saat duduk di samping Bhima.   "Dari dulu, yang. Genta emang pernah bilang suka sama Kani tapi lewat mas, nggak langsung ke Kani karena waktu itu nggak kenal. Eh kirain lupa ternyata masih, mas tahu tanpa perlu dia bilang, tatapan matanya masih sama ke Kani kayak dulu waktu anter Mama-Papa sekeluarga ke Bandara." jelas Bhima, Jasmine tak tahu hal ini.   Genta saja baru kembali dari Belanda saat Bhima dan Jasmine melangsungkan pernikahan sekitar setahun yang lalu. Genta tak langsung praktik di KMC, tapi di klinik kecil dan setelah ia mengambil program PPDS Bedah, ia malah dapat di KMC. Suatu kebetulan yang pas bukan?   Genta juga tak tahu kalau Kanika kerja di sana. Ia baru tahu saat tak sengaja ia melihat Kanika di koridor dan mendorong brankar ke ruang bersalin. Ia kenak wajah itu, wajah yang selama ini membuatnya enggan berpaling.   Dan untuk memastikan, Genta akhirnya bertanya pada Suster, apa betul yang di lihatnya tadi adalah Kanika, anak dari dr. Mailanny?   Namun, kesibukan Genta yang banyak menghabiskan waktu di bagsal juga ruang operasi menjadikannya jarang bisa berjumpa. Paling hanya dari jauh saat Kanika hendak pulang atau memang sedang keliaran di KMC, entah sedang kosong atau bolak- balik mengurus sesuatu, Genta tak tahu.   Lalu akhirnya ia bisa berkenalan secara resmi saat Genta  datang menjenguk Jasmine setelah melahirkan Abidzar. Walaupun ia tahu Kanika berusaha menghindar. Entah apa yang membuatnya menghindar.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN